Reportase Sosialisasi Buku Fikih Perwalian dan Sosialisasi Revisi UU Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, Untuk Pencegahan Perkawinan Anak – Cirebon
Kegiatan yang bertema, “Sosialisasi Buku Fikih Perwalian dan Sosialisasi Revisi UU Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, Untuk Pencegahan Perkawinan Anak,” terselenggarakan pada Selasa, 05 Oktober 2021, bertempat di aula utama masjid As-Shighor, pondok pesantren As-Shigor, Desa Gedongan Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Acara dibuka pada pukul delapan lebih tiga puluh menit (08.30 WIB), yang dimulai dengan Test Rapid Antigen Covid-19 terlebih dahulu sebagai bagian dari penerapan protokol kesehatan secara ketat dan optimal di masa pandemi Covid-19.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Rumah Kita Bersama atas dukungan The Oslo Coalition on Freedom of Religion or Believe – University of Oslo Norwegia.
Mewakili keluarga besar pesantren As-Shigor sekaligus sambutan tuan rumah untuk pengantar kegiatan, pengasuh pondok pesantren As-Shigor yakni Kyai Syauqi, menegaskan perihal posisi pesantren terhadap isu-isu aktual atau masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dalam konteks pencegahan perkawinan anak pada situasi hari ini. Melalui sambutannya, ia menyampaikan mengenai prinsip yang diketengahkan oleh tradisi pesantren adalah Al-Mukhafadhatu Ala Al-Qodim As-Sholih, Wal Ashlu bil Jadidil Aslah. Dari prinsip tersebut, terejawantahkan bahwa kegiatan yang diselenggarakan oleh Yayasan Rumah Kita Bersama (Rumah Kitab) semata-mata ditujukan sebagai implementasi dari proses ijtihad atau upaya pembaharuan hukum agar tradisi pesantren dapat secara komperhensif merespon persoalan perkawinan anak.
Kegiatan berlanjut dengan penyelenggaran diskusi sekaligus sosialisasi tentang Buku Fikih Perwalian dan Sosialisasi Revisi UU Perkawinan Nomor 2019, serta Perma Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin untuk Pencegahan Perkawinan Anak. Di awal diskusi, Ustad Hilmi dari Yayasan Rumah Kita Bersama (Rumah Kitab) memaparkan kepada seluruh peserta yang hadir perihal sejarah berdirinya Rumah KitaB. Menurutnya, Rumah Kitab dibentuk oleh individu-individu yang memiliki latar belakang keluarga pesantren atau kyai-kyai yang berasal dari pesantren Cirebon, seperti Gus Jamaluddin, Mukti Ali, dan lain-lain. Ustad Hilmi, yang berperan sebagai moderator dalam diskusi ini juga memberikan informasi tentang mandat yang diimplementasikan oleh Yayasan Rumah Kitab, sebagai organisasi yang punya konsen terhadap kajian dan penelitian yang berbasis pada tradisi kitab kuning pesantren dalam merespon isu kemanusiaan.
Gus Jamaluddin, narasumber pertama dalam diskusi ini, menginformasikan kilas-balik perjalanan hadirnya buku Fikih Perwalian yang dibuat dan diterbitkan oleh Yayasan Rumah Kita. Buku Fikih, menurut cerita Gus Jamal, berawal dari proses diskusi yang diselenggarakan oleh Rumah Kitab secara berkala. Di dalamnya, dua tema penting diproyeksikan, pertama, soal relasi suami-istri yang berperspektif keadilan dan kesetaraan gender, kedua, soal relasi orangtua dengan anak. Kedua tema tersebut didekati dengan metode penelitian lapangan dan metode penelitian berbasis teks-teks keislaman. Dalam proses tersebut, Rumah Kitab memiliki kekhasan dalam pendekatan yang melakukan suatu pendekatan dialektis antara teks-teks keagamaan dan realitas. “Teks seperti Al-Quran dan Hadist itu berbicara soal apa dan bagaimana tentang relasi suami-istri serta relasi orangtua, lalu realitas yang terjadi di masyarakat itu seperti apa. Sehingga, goalnya adalah menawarkan suatu cara pandang keadilan dan kesetaraan dalam proses dialektika antara teks dan realitas tersebut,” Pungkas Gus Jamal.
Melanjutkan yang disampaikan oleh Gus Jamaluddin, Kyai Taufiqurrohman menerangkan tentang kedudukan teks dan realitas secara lebih holistik. Menurut pemaparan Kyai Taufiqorrohman, teks itu terbatas, sementara peristiwa itu tidak terbatas. Dalam merespon kondisi tersebut, penting memposisikan Fiqh itu sebagai yurisprudensi, dan rujukan untuk advokasi pada kenyataan yang berkembang. Lanjutnya, “Jadi jangan sampai, apa yang sudah menjadi Qaul ulama, kita posisikan sebagai turats, peninggalan dalam bentuk pengetahuan dan pemikiran yang dihadirkan saat sekarang.”
Pemateri berikutnya adalah Kyai Husein Muhammad dari Pesantren Darut Tauhid dan Bapak Wasadin dari Pengadilan Agama (PA) Sumber Kabupaten Cirebon. Buya Husein menerangkan soal problem dualisme hukum yang terjadi di Indonesia, ada hukum positif juga hukum kebiasaan yang berjalan di masyarakat yang berlandaskan pada teks-teks keagamaan. Dalam konteks isu keseteraan gender, Buya Husein memberikan satu pemahaman berharga kepada para peserta tentang kedudukan perempuan di Islam, dari era kenabian dan sekarang. Sedangkan penjelasan Bapak Wasadin dari Pengadilan Agama Cirebon menceritakan soal-soal masalah dispensasi perkawinan yang dihadapi oleh dirinya sebagai hakim. Kegiatan selesai pada pukul 12.30 Wib, dengan diikuti oleh 20 peserta dari perempuan dan laki-laki, baik santri, pengurus pesantren serta pengajar di pesantren As-Shigor sendiri. AH[]
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!