Sosialisasi Buku “Fikih Hak Anak”

Oleh: K.H. Jamaluddin Mohammad, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Kamaliyah Babakan, Ciwaringin, Cirebon

 

Bersama para penghulu dan penyuluh agama di Cianjur, Rumah KitaB mensosialisasikan buku Fikih Hak Anak. Buku ini mencoba memahami Hak Anak melalui pendekatan tiga sumber norma hukum, yaitu hukum internasional dan nasional sebagaimana tercermin dalam konvensi hak anak/UU Perlindungan Anak dan pendekatan agama melalui sumbernya langsung,  yakni al-Qur`an dan hadits. Juga diskursus hukum Islam (fiqh).

Ketiga sumber norma hukum itu mencoba dikolaborasikan guna mengatasi kemacetan epistemologis dalam memahami hak anak. Karena dalam realitasnya kerapkali terjadi kontestasi hukum di masyarakat. Untuk menggambarkan bagaimana kontestasi hukum itu betul-betul sering terjadi di masyarakat adalah fenomena “kawin kiyai” (perkawinan yang tidak dicatat negara), sebagai pintu masuk ketika perkawinan resmi (legal) terhambat oleh UU, semisal perkawinan di bawah umur, poligami atau kawin sirri.

Fenomen inilah yang banyak dijumpai para penghulu dan penyuluh agama di lapangan. Selama ini seolah-olah agama memberi legitimasi terhadap praktik-praktik pelanggaran hukum di masyarakat. Jika tak segera dicarikan titik temu maka kontestasi hukum itu akan terus terjadi dan berpotensi terus menurunkan wibawa dan marwah negara di mata rakyatnya. Di sinilah salah satu arti penting kehadiran buku ini.

Dalam memahami hak anak, titik pijak buku ini berangkat dari kebutuhan dan kepentingan anak sebagai subjek dan pemilik hak. Kepentingan anak tidak boleh dikorbankan oleh kehendak orangtua, sebagaimana banyak terjadi pada kasus perkawinan anak. Anak menjadi korban keinginan dan kemauan orangtua. Pada anak yang dikawinkan karena hamil tidak diinginkan atau karena pacaran, misalnya,  seringkali terjadi untuk menutupi aib keluarga dibanding keinginan dan kepentingan anak itu sendiri. Akibatnya, pasca perkawinan rawan terjadi perceraian karena secara mental maupun sosial anak belum mampu memikul beban dan tanggungjawab dalam berkeluarga. 

Untuk merumuskan hak-hak anak dalam Islam, buku ini menggunakan pendekatan maqashid syariah, mubadalah dan keadilan hakiki. Dalam kaca mata maqashid syariah, hak anak di lihat berdasarkan lima prinsip dasar (al-dharûrîyyat al-khams), yaitu hak hidup, tumbuh dan berkembang (hifzh al-nafs), hak berpikir/berpendidikan (hifzh al-‘aql), hak ekonomi (hifzh al-mâl), hak keluarga/berketurunan (hifzh al-nasl) dan hak beragama (hifzh al-dîn). Pendekatan maqashid syariah, mubadalah dan keadilan hakiki digunakan untuk memastikan kepentingan terbaik anak, non-diskriminasi, dan partisipasi anak. Anak harus diperlakuakan sebagai manusia utuh, bukan hak dan milik orangtua. Di sinilah terkadang terjadi tolak tarik antara kepentingan anak (hak anak) di satu sisi dan tanggung jawab orang tua di sisi yang lain.

Karena itu, semangat utama buku ini adalah bagaimana menghadirkan diskursus hak anak melalui pelbagai macam sumber yang ada tanpa membanding-bandingkan apalagi mempertentangkan antara satu dan lainnya. Karena mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam, maka penting juga memasukkan pengalaman, pemikiran dan pandangan umat Muslim terhadap hak-hak anak. Inilah salah satu sumbangan penting buku ini. Buku ini mencoba menggali dari pelbagai sumber norma baik norma global (konvensi hak anak), nasional (UU Perl;indungan anak), maupun lokal (pengalaman umat muslim).[]

 

 

 

Rumah KitaB Sosialisasikan Perbup Pencegahan Perkawinan Anak di Cianjur

RABU, 13 September 2023, Rumah KitaB kembali mengadakan diskusi buku “Fikih Hak Anak”. Kali ini diskusi diadakan bersama para penghulu dan hakim agama di Kabupaten Cianjur. Dr. Mardi Candra, S.Ag., M.Ag., M.H., Hakim Yustisial Mahkamah Agung RI, Eka Ernawati, S.H. dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), dan K.H. Jamaluddin Mohammad, Peneliti Senior Rumah KitaB menjadi narasumber dalam diskusi ini.

Direktur Kajian Rumah KitaB Achmat Hilmi, Lc., M.A. mengatakan bahwa buku “Fikih Hak Anak” merupakan salah satu produk pengetahuan Rumah KitaB yang terbit pada tahun akhir tahun 2022, yang sebetulnya merupakan hasil dari seluruh rangkaian kegiatan Rumah KitaB, baik penelitian lapangan, kajian teks, advokasi dan sosialisasi. Buku ini sudah disosialisasikan di beberapa wilayah kerja Rumah KitaB, salah satunya di Cianjur.

“Sejak awal Rumah KitaB memperjuangkan perlindungan anak melalui program pencegahan perkawinan anak. Sebelum revisi undang-undang tahun 2019, Rumah KitaB sudah bekerja di isu ini di Cianjur sejak 2017. Saat itu Cianjur menempati posisi ketiga dalam jumlah perkawinan anak. Dengan kerja keras semua pihak, kini jumlah perkawinan anak di Cianjur menurun drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya, dari yang sebelumnya berjumlah 500 kasus di tahun 2019 kemudian menjadi 177 kasus di tahun 2023,” kata Hilmi menjelaskan latarbelakang diselenggarakannya diskusi.

Menurut Hilmi, Rumah KitaB telah bekerjasama dengan berbagai pihak di Cianjut dalam mendorong lahirnya Perbub Pencegahan Perkawinan Anak dan Perbub Larangan Kawin Kontrak. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan para penghulu dan hakim agama di Kabupaten Cianjur menjadi lebih sensitif dengan isu perkawinan anak.

Informasi ini dikuatkan oleh Kasi Bimas Islam Kementerian Agama Kab. Cianjur. Ia mengatakan bahwa di Kab. Cianjur saat ini terdapat 32 kecamatan, dan di setiap kecamatan ada satu penghulu. Kalau dilihat jumlah penduduknya, jumlah itu sebenarnya kurang, tetapi bisa dibilang cukup untuk memenuhi kebutuhan di masyarakat. Para penghulu punya peran strategis karena langsung berhadapan dengan masyarakat. Makanya koordinasi perlu terus dibangun lintas sektoral, dengan Disdukcapil, PA, dan pihak-pihak lain yang terkait.

“Setiap pernikahan harus tercatat seperti yang tertuang di dalam aturan dan undang. Apalagi KUA sekarang ada aplikasi bernama Simka yang terintegrasi dengan Disdukcapil. Jadi kalau ada data bodong itu akan langsung ditolak. Para penghulu yang hadir di sini terlibat langsung dalam upaya pencegahan perkawinan anak dan stunting secara teknis di lapangan. Mereka berkoordinasi dengan Puskesmas dan yang lainnya,” jelasnya.

Diskusi Bersama Para Penyuluh Agama Kabupaten Cianjur, Rumah KitaB Mendorong Pemenuhan Hak-hak Anak

SELASA, 12 September 2023 Rumah KitaB menyelenggarakan diskusi buku “Fikih Hak Anak: Menimbang Pandangan Al-Qur’an, Hadis dan Konvensi Internasional untuk Perbaikan Hak-hak Anak” bersama para penyuluh agama Kab. Cianjur di Hotel Gino Feruci Cianjur.

Dalam kegiatan ini Rumah KitaB menghadirkan dua narasumber, yaitu Eka Ernawati dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan K.H. Jamaluddin Mohammad yang merupakan salah satu penulis buku.

Kegiatan diawali dengan sambutan Direktur Kajian Rumah KitaB, Achmat Hilmi, Lc., M.A. yang menyampaikan bahwa di antara tujuan terselenggaranya acara ini adalah untuk mendukung implementasi regulasi yang merupakan salah satu capaian program Rumah KitaB pencegahan perkawinan anak di Cianjur. Regulasi yang dimaksud adalah Perbup tentang Pencegahan Perkawinan Anak (No. 10/2020) dan Pencegahan Kawin Kontrak (No. 38/2021).

“Cianjur merupakan salah satu wilayah kerja Rumah KitaB yang paling menarik. Di sini semua pihak terlibat dan memberikan dukungan. Dan berkat itu, kerja Rumah KitaB di sini telah mendorong lahirnya Perbup mengenai pencegahan perkawinan anak dan larangan kawin kontrak. Diskusi buku Fikih Hak Anak ini ditujukan untuk mengawal implementasi kedua regulasi tersebut,” tuturnya.

Kasi Bimas Islam Kantor Kementerian Agama Kab. Cianjur, Drs. H. Asep Khaerul Mu’min, M.Pd. menyampaikan bahwa Kementerian Agama sangat berkepentingan dengan diskusi buku “Fikih Hak Anak“, khususnya untuk menambah pengetahuan dan membuka wawasan para penyuluh agama di Kab. Cianjur. Sebab mereka yang terjun ke masyarakat memberikan informasi, edukasi, advokatif dan konsultasi.

“Sebagaimana diketahui bersama bahwa fungsi para penyuluh ini adalah informatif, edukatif, advokatif, dan konsultatif. Semakin banyak pengetahuan dan informasi yang mereka peroleh, maka semakin baik mereka menjalankan fungsi-fungsi tersebut di masyarakat, terutama dalam rangka mengawal implementasi regulasi tentang larangan kawin kontrak dan pencegahan perkawinan anak,” ungkapnya.

Asep menambahkan bahwa Kementerian Agama Kebupaten Cianjur dengan Rumah KitaB sudah seperti “bestie” atau teman dekat. Kerjasama sudah lama dilakukan di mana Kementerian Agama Cianjur banyak dibantu oleh Rumah KitaB, khususnya dalam upaya pencegahan perkawinan anak. Rumah KitaB sering melakukan kegiatan di Cianjur, mulai dari pelatihan penguatan kapasitas anak, pengurus PATBM, dan juga diskusi buku-buku yang terbitkan Rumah KitaB.

Peneliti Senior Rumah KitaB, K.H. Jamaluddin Mohammad, menyatakan bahwa buku “Fikih Hak Anak” mencoba mempertemukan antara hukum internasional yang sudah diratifikasi menjadi hukum nasional di Indonesia (UU Perlindungan Anak) dengan norma agama. Norma agama di sini mencakup tiga hal: pertama, fikih yang merupakan kumpulan pendapat ulama (aqwal al-‘ulama). Kedua, al-Qur’an. Ketiga, hadits.

“Selama ini seolah terjadi kontestasi hukum antara hukum negara dan hukum agama. Dua hukum ini seakan saling berebut pengaruh. Nah, buku ini mencoba mempertemukan keduanya untuk saling melengkapi dan menyempurnakan. Karena keduanya tentu saja memiliki keterbatasan, sehingga sangat perlu dipadukan,” jelasnya.

Menurut Jamal, di antara keterbatasan hukum agama, karena norma yang berlaku sesungguhnya dinamis, bahwa yang baik dipraktikkan di masa lampau belum tentu kompatible dengan konteks masa kini. Misalnya, di dalam fikih, wali boleh memaksa anaknya untuk dikawinkan (haqq al-ijbar). Fakta ini memperlihatkan bahwa fikih memposisikan anak sebagai objek tanggungjawab orang. Tidak memposisikan anak sebagai subjek yang punya hak untuk memilih.

“Di dalam al-Qur’an sudah ada nilai-nilai universal perlindungan anak. Misalnya mengenai hak hadhanah (pengasuhan), hak mendapatkan pendidikan yang baik, dan seterusnya. Nilai-nilai ini perlu digali, diambil dan kemudian dijadikan legitimasi teologis bagi perumusan hukum-hukum positif nasional untuk pemenuhan hak-hak anak di masa kini dan mendatang,” jelasnya.

Eka Ernawati, S.H. menyatakan keprihatinnya pada kenyataan masih banyaknya anak yang menjadi korban kekerasan. Berdasarkan data KPPPA 2022, 57,5% korban kasus kekerasan adalah anak. Sebanyak 21, 241 anak di Indonesia menjadi korban kekerasan.

“Berbagai upaya sudah dilakukan, misalnya dengan mengeluarkan undang-undang perlindungan anak. Undang-undang banyak, tetapi tidak serta merta bisa mengurangi kekerasan terhadap anak. Masih banyak yang menjadi korban pemerkosaan, pelecehan, pencabulan, kawin paksa dan kawin anak, bullying, dan seterusnya,” ungkapnya.

Kalau dilihat dari sisi usia, lanjutnya, jumlah paling tinggi anak menjadi korban kekerasan adalah berusia antara 13 – 17 tahun. Usia remaja, usia gemilang, usia di mana mereka masih ingin terus belajar dan berkembang, tetapi mereka mengalami kekerasan, sehingga masa depan mereka terhambat bahkan hancur akibat dampak buruk kekerasan terhadap kesehatan dan mental mereka. Pelakunya yang paling banyak adalah orang-orang terdekat, seperti pacar, teman, saudara, dan bahkan orangtua anak, yang menunjukkan ruang aman bagi anak sekarang ini semakin menyempit.[RG]

Rumah KitaB Menyelenggarakan Diskusi Buku “Fikih Hak Anak” Bersama Tokoh Agama di Kabupaten Cianjur

FAKTA bahwa Bupati Cianjur telah mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang Pencegahan Perkawinan Anak (No. 10/2020) dan Pencegahan Kawin Kontrak (No. 38/2021) tidak lantas bisa menghapuskan praktik perkawinan anak di Kabupaten Cianjur. Masih banyak ditemukan di berbagai tempat di Cianjur praktik tersebut yang mengakibatkan hak-hak anak terampas, terutama hak mendapatkan pendidikan yang baik.

Hal itu terungkap dalam acara diskusi dan bedah buku “Fikih Hak Anak” bersama para tokoh agama di Kabupaten Cianjur, yang diselenggarakan Rumah KitaB di Aula Pondok Pesantren Nurul Hidayah Al-Khodijiyah, Cianjur, pada Kamis, 31 Agustus 2023, pukul 13.00 – 17.00 WIB.

Hadir sebagai narasumber dalam acara ini Ibu Nyai Dra. Maria Ulfah Anshor, M.Si., pengurus Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) dan K.H. Jamaluddin Mohammad, peneliti senior Rumah KitaB. Sejumlah kiyai, ibu nyai, ustadz/ustadzah dari berbagai pondok pesantren di Cianjur, juga beberapa ketua lembaga dan ormas keagamaan, serta beberapa aktivis/pegiat hak-hak perempuan dan anak diundang Rumah KitaB untuk hadir menjadi peserta diskusi.

Dalam sambutannya, Pimpinan Pesantren Nurul Hidayah Al-Khodijiyah, Kabupaten Cianjur K.H. Deni Ramdhani menyampaikan terima kasih kepada Rumah KitaB yang telah menyelenggarakan kegiatan diskusi di pesantrennya.

“Ungkapan terima kasih kami sampaikan kepada Rumah KitaB yang menginisiasi kegiatan diskusi di pesantren ini. Tentu kami sangat mengapresiasi dan menyambut dengan terbuka setiap kegiatan intelektual untuk menambah wawasan dan membuka pikiran terhadap hal-hal baru yang membawa manfaat bagi kemajuan masyarakat,” tuturnya.

Kiyai Deni mengatakan bahwa buku “Fikih Hak Anak” yang diproduksi Rumah KitaB dapat mengilhami lahirnya diskusi-diskusi baru dalam isu anak guna mendorong berbagai pihak terkait untuk terus meningkatkan upaya pemenuhan hak-hak anak.

Direktur Kajian Rumah KitaB Achmat Hilmi dalam sambutannya menyampaikan bahwa buku “Fikih Hak Anak” lahir melalui proses diskusi panjang yang melibatkan sejumlah peneliti. Dan tujuan dari diskusi ini adalah untuk menggali data dan informasi mengenai hak-hak anak dari berbagai sumber, yaitu hukum internasional, fikih, al-Qur’an dan hadits.

“Buku Fikih Hak Anak ini diterbitkan Rumah KitaB pada awal tahun 2022 kemarin dan sudah dibedah, didiskusikan dan disosialisasikan di berbagai perguruan tinggi Islam dan pesantren di Indonesia. Hal ini akan terus kami lakukan dengan melibatkan berbagai pihak dan para stakeholders untuk memastikan terpenuhinya hak-hak anak. Karena anak adalah harapan masa depan Indonesia, bahkan dunia,” jelasnya.

Menurut Hilmi, buku “Fikih Hak Anak” bisa menjadi sumbangan dari Islam Indonesia untuk dunia mengenai kajian hak-hak anak. Karena buku ini, kendati berjudul “fikih”, tidak hanya membahas hak-hak anak berdasarkan teks-teks Islam, tetapi juga teks-teks di luar Islam, utamanya hukum internasional perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak.

Jamaluddin Muhammad mengatakan bahwa buku “Fikih Hak Anak” merupakan rangkaian dari buku-buku yang diterbitkan oleh Rumah KitaB. Semangat buku ini, menurutnya, adalah semangat hak anak, bukan semangat keinginan orangtua.

“Misalnya, selama ini dispensasi kawin diajukan oleh orangtua, bukan oleh anak. Jadi orangtua datang ke KUA untuk menikahkan anaknya, tetapi KUA kemudian menolak karena si anak masih di bawah umur. Karena orangtua tetap ingin menikahkan anaknya, KUA merekomendasikannya untuk meminta dispensasi kawin dari PA. Artinya, perkawinan anak kerap terjadi karena keinginan orangtua, bukan keinginan anak, dan anak cenderung tidak kuasa melawan kehendak orangtua,” paparnya.

Jamal menambahkan bahwa buku “Fikih Hak Anak” mengkaji hak-hak anak melalui sumber-sumber sekuler dan sumber-sumber keagamaan. Sumber-sumber ini dibaca dengan menggunakan Maqashid Syariah berdasarkan al-dharuriyyat al-khams (lima hak dasar), yaitu: hifzh al-din (hak kebebasan beragama dan berkeyakinan), hifzh al-‘aql (hak mendapatkan pengajaran dan pendidika yang baik), hifzh al-nafs (hak hidup, hak jaminan kesehatan jiwa-raga), hifzh al-nasl (hak pengasuhan untuk tumbuh-kembang yang baik), dan hifzh al-mal (hak jaminan terpenuhinya kebutuhan).

Sementara itu, Maria Ulfah Anshor dalam paparannya menyampaikan data KPAI 2020 tentang kasus kekerasan yang melibatkan anak dan kekerasan terhadap anak. Data ini menyebut kasus yang paling tinggi adalah anak berhadapan dengan hukum. Misalnya anak menjadi pengedar narkoba, menjadi pencuri/rampok/begal, dan menjadi pelaku kekerasan/pembunuhan.

“Kasus-kasus ini terjadi karena pola pengasuhan yang kurang baik. Pengasuhan adalah tanggungjawab ayah dan ibu. Keduanya, bukan salah satu dari keduanya. Terutama di masa sekarang di mana gadget seolah sudah menjadi kebutuhan wajib, bahkan bagi anak. Anak menjadi kecanduan pornografi, menjadi teroris, menjadi kecanduan narkoba itu melalui gadget. Ketika orangtua bercerai yang menjadi korban tentu adalah anak,” ungkapnya.

Kasus lainnya, menurut Maria, adalah kekerasan berbasis gender di dunia pendidikan, dan yang paling tinggi adalah di perguruan tinggi, kemudian di pesantren, dan kemudian di sekolah berasrama. Dari semua kasus ini yang paling tinggi adalah kekerasan seksual.

“Kasus kekerasan seksual berbasis gender ini adalah salah satu kasus yang sulit dicegah. Di antara hambatannya adalah impunitas pelaku kekerasan, penundaan berlarut proses hukum karena regulasi, dan tidak adanya SOP untuk perlindungan korban kekerasan seksual. Selain itu, korban sering dipersalahkan, tidak diakui kesaksiannya, dan bahkan dilaporkan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik,” imbuhnya.

Maria melanjutkan bahwa di antara akar masalah terjadinya kekerasan seksual berbasis gender adalah: pertama, faktor budaya patriarkhi; kedua, relasi kuasa yang timpang; ketiga, pemahaman keagamaan di mana teks-teks agama seringkali dipahami; keempat, kebijakan yang bias gender, ditemukan ada sekitar 400-an Perda yang diskriminatif terhadap perempuan, dan; kelima, diskriminasi dan subordinasi terhadap perempuan.[RG]

Rumah KitaB Kunjungi Kantor Kementerian Agama Kabupaten Cianjur

Kamis, 31 Agustus 2023, Tim Kajian Rumah KitaB melakukan kunjungan ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten Cianjur dalam rangka audiensi dengan pihak Kemenag terkait kerjasama sosialisasi buku “Fikih Hak Anak” di daerah Cianjur.

Dalam kunjungan ini Tim Kajian Rumah KitaB diterima langsung oleh Kasubbag Tata Usaha H. Abdul Qahar Azij, S.Ag., M.M.Pd., Kasi Bimas Islam Drs. H. Asep Khaerul Mu’min, M.Pd., Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Drs. Hamdan, S.H., M.Ag. beserta sejumlah staf di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Cianjur.

Achmat Hilmi, Lc., M.A., Direktur Kajian Rumah KitaB, mengatakan bahwa kunjungan ini dimaksudkan untuk memperkuat kerjasama yang selama ini dijalin Rumah KitaB dengan Kemenag Kabupaten Cianjur dalam sosialisasi regulasi pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Cianjur.

“Tujuan kunjungan kami ke Kantor Kemenag Kabupaten Cianjur ini adalah untuk memperkuat kerjasama yang selama ini dijalin Rumah KitaB dengan Kemenag Kabupaten Cianjur dalam upaya pencegahan perkawinan anak, khususnya sosialisasi Perbup Cianjur tentang Larangan Kawin Kontrak dan juga sosialisasi buku Fikih Hak Anak yang merupakan salah satu produk pengetahuan Rumah KitaB,” jelasnya.

Rumah KitaB, menurut Hilmi, adalah lembaga riset dan kajian yang di antara kegiatannya melakukan kajian teks keagamaan dalam merespon berbagai persoalan di masyarakat khususnya yang terkait dengan isu-isu keadilan, kesetaraan, perempuan, anak dan kelompok-kelompok rentan. Hasil kajian ini perlu disosialisasikan ke masyarakat dengan melibatkan para stakeholders yang bertanggungjawab memastikan terpenuhinya hak-hak kelompok-kelompok rentan.

Drs. H. Asep Khaerul Mu’min, M.Pd. yang mewakili seluruh jajaran di lingkungan Kantor Kemenag Kabupaten Cianjur menyambut baik kerjasama dengan Rumah KitaB. Ia berharap kerjasama ini akan terus berlanjut untuk menjadikan Cianjur sebagai daerah ramah anak yang di antaranya bisa diwujudkan dengan mencegah praktik-praktik perkawinan anak.

“Kami sangat senang bekerjasama dengan Rumah KitaB, karena bagaimanapun kami tidak bisa bekerja sendiri, tetapi perlu bekerjasama dengan sejumlah pihak untuk membantu melancarkan program-program Kemenag Kabupaten Cianjur, khususnya program pencegahan perkawinan anak sebagaimana amanah yang tertuang dalam Perbup Cianjur tentang Larangan Kawin Kontrak,” ujarnya.

Asep menjelaskan bahwa Kemenag memerlukan bantuan “amunisi” dari sisi kajian keagamaan. Sebab, menurutnya, perkawinan anak yang terjadi di masyarakat umumnya karena pengaruh paham keagamaan. Rumah KitaB adalah mitra paling baik untuk keperluan ini. Ia memastikan Kemenag Kabupaten Cianjur akan memberikan dukungan penuh untuk kegiatan-kegiatan sosialisasi yang diselenggarakan Rumah KitaB di Cianjur.[RG]

 

Rumah KitaB Libatkan Forum Anak dan PATBM Remaja Jakarta Utara dalam Pelatihan Penguatan Fasilitator Anak untuk Pencegahan Perkawinan Anak

Forum Anak dan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Jakarta Utara masih menghadapi tantangan berat terkait fenomena perkawinan anak di Kota Jakarta Utara. Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir sejak tahun 2021-2023, setiap kelurahan di Jakarta Utara terdapat setidaknya 12-20 kasus perkawinan anak. Saat ini Jakarta Utara memiliki 32 Kelurahan, dengan Kelurahan Kalibaru diperkirakan terdapat 25 kasus perkawinan anak. Data tersebut merupakan mereka yang perkawinannya dilakukan secara siri (tidak tercatat di Kementerian Agama).

Hal ini terungkap dalam “Pelatihan Penguatan Fasilitator Anak untuk Pencegahan Perkawinan Anak di  Wilayah Jakarta Utara” yang diselenggarakan Rumah KitaB bekerjasama dengan Forum Anak dan PATBM Remaja Jakarta Utara pada Jumat, Sabtu dan Minggu/28, 29 dan 30 Juli 2023, di Aula Lantai 2 Kantor Suku Dinas PPAPP Kota Adm. Jakarta Utara.

Menurut Ketua PATBM Kalibaru, H. Abdul Karim, “Biasanya anak-anak itu dikawinkan di kampung halaman mereka, setelah itu kembali ke Jakarta. Dulu beberapa orangtua berani mengawinkan anaknya yang masih bocah di sini, sekarang mereka cari tempat di luar wilayah Kalibaru dan dengan difasilitasi ustadz di luar Kalibaru. Ustadz-ustadz di Kalibaru sudah tidak ada yang memfasilitasi perkawinan siri di kalangan anak-anak, Setelah sosialisasi PATBM Kalibaru.”

Adapun praktik perkawinan anak yang tercatat melalui pengesahan permohonan dispensasi di Pengadilan Agama Jakarta Utara, yang dilansir oleh Kementerian Agama, jumlahnya mencapai 64 anak di bawah usia 19 tahun sepanjang tahun 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 47 perempuan, dan sisanya anak laki-laki. Angka tersebut di atas tentu masih terlalu timpang dibanding angka perkawinan anak yang dilakukan secara siri atau tidak tercatat oleh Kementerian Agama Kota Jakarta Utara.

Merujuk pada tingginya kasus perkawinan anak di Jakarta Utara tersebut, mengindikasikan tingginya risiko stunting di Kota Jakarta Utara. Menurut katadata.co.id tahun 2022, presentase stunting di Jakarta Utara sebesar 18,5 persen turun dari tahun sebelumnya sebesar 20,4 persen, artinya 1 dari 5 anak di Jakarta Utara mengalami stunting.

Beberapa faktor yang melatar belakangi terjadinya perkawinan anak, yaitu putus sekolah dan hamil duluan, yang kedua ini lebih dominan. Kasus “Hamil Duluan” disebabkan lemahnya pengetahuan remaja terkait kesehatan reproduksi yang menempatkan mereka menjadi korban kekerasan seksual di mana pelakunya biasanya orang terdekat korban seperti teman, pacar, bahkan keluarga sendiri serumah.

Di samping itu, terdapat tantangan di level kecamatan, beberapa forum anak kecamatan dan beberapa PATBM di Jakarta Utara yang telah dilantik belum diperkuat dengan penguatan kapasitas kesehatan reproduksi, baru PATBM Kelurahan Kalibaru yang telah dilatih keterampilan untuk penguatan strategi pencegahan perkawinan anak, dan juga telah dibekali pelatihan menerima pelaporan dan penanganan kasus-kasus perkawinan anak. PATBM Kelurahan Kalibaru memiliki kekhasan sebagai PATBM yang menjadi titik temu banyak stakeholders di wilayah kelurahan Kalibaru seperti kelompok-kelompok perempuan, para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh remaja. Daya ungkit lintas komunitas yang kuat itulah mampu mendorong PATBM Kalibaru sebagai PATBM yang bekerja secara efektif.

Bekal sosial dari PATBM Kalibaru inilah yang coba ditularkan dan disebarkan oleh Rumah KitaB kepada komunitas-komunitas Forum Anak di enam Kecamatan di Jakarta Utara, membantu menguatkan mereka sebagai fasilitator remaja pencegahan perkawinan anak.

Rumah KItaB bekerjasama dengan Dinas PPAPP Kota Adm. Jakarta Utara untuk menguatkan forum-forum anak di enam kecamatan di Jakarta Utara. Pelaksanaan kegiatan tersebut berlangsung pada 28, 29, dan 30 Juli 2023 berlokasi Aula Meeting Lantai 2 Kantor Suku Dinas PPAPP Kota Adm. Jakarta Utara.

Tantangan yang muncul dalam kegiatan tersebut, yaitu remaja forum anak yang terlibat merupakan komunitas yang sudah lama tidak didampingi dalam penguatan perlindungan anak, sehingga memerlukan beberapa fokus penguatan terkait kesetaraan dan keadilan gender dan pengetahuan terkait hak-hak anak, menjadikan kegiatan tersebut sangat penting terutama bagi Forum Anak Kecamatan untuk aktif sebagai fasilitator anak di wilayahnya masing-masing.

Beberapa perwakilan forum anak dari kecamatan Koja, Pademangan, dan Tanjung Priok menyatakan selama ini penguatan forum anak di level kecamatan dilakukan oleh Tim Genre Sudin PPAPP Jakarta Utara. Clarisa, utusan forum anak Kecamatan Koja menambahkan, pengalaman mengikuti kegiatan ini membuat mereka semakin memahami keragaman hak-hak anak yang selama ini sering diabaikan oleh sebagaian orang dewasa di lingkungan sekitar anak, bahkan banyak anak yang belum teredukasi terkait hak-haknya sebagai anak.

Menurut Hilmi (PO Berdaya III Jakarta Utara), Kegiatan ini sangat penting untuk penguatan teman-teman Forum Anak di level Kecamatan. Selama ini mereka sering dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan formal meramaikan hari-hari besar anak, namun hanya sedikit dari mereka memiliki kesempatan penguatan kapasitas, khususnya ketika mereka harus mengalami regenerasi keanggotaan, di mana proses transfer pengetahuan dari generasi pendahulu kepada generasi penerus sering mengalami kendala. Kedua, kegiatan tersebut melibatkan PATBM remaja pelopor dan pelapor yang telah didampingi oleh Rumah KitaB sejak era berdaya II (tahun 2021-2022).

Kegiatan ini merupakan bagian penting dari upaya memperluas kontribusi PATBM remaja kalibaru di level kota, membantu teman-teman forum anak kota Jakarta Utara yang selama ini kurang pendampingan, agar mampu tumbuh besar bersama sebagai forum anak yang kritis dan berdaya yang sensitif merespon berbagai permasalahan anak di Jakarta Utara, khususnya dalam pencegahan perkawinan anak.

Kepala Sudin PPAPP Jakarta Utara, H. Noer Subchan, menyambut sangat baik kegiatan-kegiatan forum anak Jakarta Utara yang difasilitasi oleh Rumah KitaB. Kepala Sudin mempersilahkan kepada forum anak dari semua kecamatan di Jakarta Utara untuk menggunakan ruangan meeting di kantor Sudin PPAPP Jakarta Utara dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan forum anak.[AH]

Pelatihan Penguatan Kapasitas Fasilitator Anak, Remaja dan Kaum Muda untuk Pencegahan Perkawinan Anak di Wilayah Kota Banjarmasin

PADA 11 – 13 Agustus 2023, bertempat di Aula Kecamatan Banjarmasin Selatan, Rumah KitaB bekerja sama dengan DP3A Kota Banjarmasin dan Kecamatan Banjarmasin Selatan telah menyelanggarakan pelatihan penguatan kapasitas bagi fasilitator anak dan remaja untuk pencegahan perkawinan anak di Kota Banjarmasin. Pelatihan ini dapat terselenggara atas dukungan AIPJ2.

Pelatihan penguatan kapasitas ini diikuti oleh 26 orang peserta perwakilan Forum Anak Kota Banjarmasin, Forum Anak Kecamatan Banjarmasin Utara, Forum Anak Kecamatan Banjarmasin Tengah, Forum Anak Kecamatan Banjarmasin Timur, Forum Anak Kecamatan Banjarmasin Barat, Forum Anak Kecamatan Banjarmasin Selatan, siswa SMAN 13 Banjarmasin, MAN 2 Banjarmasin, SMAN 1 dan 2 Banjarmasin, dan SMPN 6 Banjarmasin.

Pada hari pertama pelatihan dihadiri oleh Drs. Firdaus, M.Si. (Camat Kecamatan Banjarmasin Selatan), Hj. Arisphyanti, SKM (Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak DP3A Kota Banjarmasin), dan tim Rumah KitaB. Achmat Hilmi (Direktur Kajian Rumah KitaB) menyampaikan bahwa kegiatan pelatihan penguatan kapasitas ini merupakan upaya Rumah KitaB dalam mendorong implementasi stranas pencegahan perkawinan anak dengan melibatkan anak dan remaja. Ia juga menyampaikan bahwa pelibatan anak dan remaja merupakan bagian dari stranas poin 1; optimalisasi kapasitas anak melalui tindak lanjut regenerasi dan penguatan kapasitas anak, sehingga semakin banyak anak yang terlibat dalam pencegahan perkawinan anak.

Dalam sambutannya, Camat Banjarmasin Selatan menyambut baik upaya Rumah KitaB dan memilih melaksanakan kegiatan pelatihan di Aula Kecamatan Banjarmasin Selatan, mengingat Banjarmasin Selatan merupakan wilayah padat penduduk dan angka perkawinan anaknya tinggi di Kota Banjarmasin. Beliau juga menyampaikan harapannya setelah pelatihan ini anak-anak yang menjadi fasilitator dapat bekerja sama dengan perangkat kecamatan, utamanya PATBM Kecamatan Banjarmasin Selatan dalam pencegahan perkawinan anak di Kota Banjarmasin, khususnya di Banjarmasin Selatan.

Hj. Arisphyanti, SKM menyampaikan bahwa pelibatan anak melalui Forum Anak di Kota Banjarmasin merupakan salah satu upaya DP3A dalam memberikan ruang kepada anak untuk berpartisipasi terkait isu anak di Kota Banjarmasin. Ia pun menyampaikan, para peserta yang mayoritas sudah bergabung dengan Forum Anak di Banjarmasin merupakan agen perubahan mengingat peran mereka sebagai Pelapor dan Pelopor dalam perlindungan dan pencegahan perkawinan anak. Peran Forum Anak dalam pencegahan perkawinan anak tentu masih diperlukan apabila melihat data perkawinan anak di Kota Banjarmasin yang mencapai 130 perkawinan anak (tahun 2022). Menurutnya, pelatihan penguatan kapasitas fasilitator anak ini sangat bermanfaat bagi para peserta agar mereka dapat menjalankan perannya dan menyampaikan kepada teman sebayanya bahwa perkawinan anak bukanlah jalan terbaik bagi anak.

Pada hari pertama pelatihan penguatan kapasitas fasilitator anak dan remaja, para peserta diberikan materi terkait Aku dan Diriku. Pada materi tersebut, para peserta diajak untuk menggambar, mengenal dan mengidentifikasi apa saja hal yang mereka banggakan, harapan, dan kekhawatiran dari diri mereka. Dari aktivitas tersebut, harapannya para peserta menjadi lebih percaya diri untuk menyampaikan terkait diri mereka kepada para peserta yang lain.

Pada hari kedua dan ketiga, para peserta di bagi menjadi lima kelompok. Pembagian kelompok ini menjadi arena bagi para peserta untuk belajar menjadi fasilitator dan menyampaikan materi dengan menggunakan panduan Modul 2: Anak Indonesia Berdaya: Pelopor dan Pelapor (Peningkatan Kapasitas Anak dan Kaum Muda Bersama PATBM) Untuk Pencegahan Perkawinan Anak. Semua peserta berproses dan belajar bersama menjadi fasilitator anak.

Adapun hal menarik dari pelatihan ini adalah ragam peserta, yaitu terdapat dua orang peserta disabilitas, namun keduanya dapat mengikuti proses pelatihan dengan baik. Satu orang peserta disabilitas sudah terhubunga dan bergabung dengan Forum Anak Kota Banjarmasin, sehingga proses mengikuti pembelajaran menjadi fasilitator lebih mudah prosesnya. Satu orang peserta disabilitas lainnya belum bergabung dengan Forum Anak, namun ia dapat mengikuti proses pelatihan, aktif dan partisipatif.  Selain itu, pelatihan ini juga diikuti oleh peserta termuda berusia 14 tahun (siswa kelas IX SMP) dan tertua berusia 18 tahun (kelas XII SMA). Meskipun secara usia termuda, namun secara kapasitas ia dapat mengikuti proses pelatihan dan menangakap materi dengan baik, juga aktif selama proses belajar menjadi fasilitator.

Selama proses pelatihan ini juga terdapat pembelajaran bahwa permasalahan kekerasan dan kawin anak merupakan sesuatu yang sangat dekat dengan mereka. Hal ini dapat tertangkap dari ragam kasus yang muncul ketika proses pelatihan hari kedua dan ketiga. Salah seorang peserta menyampaikan bahwa  kekerasan terhadap sering ditemukan dan terjadi di sekitar mereka, seperti kekerasan dari orang terdekat (keluarga) yang dialami oleh kawan sebaya mereka. Juga terkait perkawinan anak yang melibatkan teman sekelas peserta yang tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena harus dikawinkan. Ada juga yang menyampaikan bahwa perkawinan anak sering disebabkan karena remaja seusia peserta sudah berpacaran dan melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Abila hal tersebut sudah diketahui oleh orang tua atau oleh masyarakat sekitar, pilihannya adalah dikawinkan.

Dari kasus di atas, anak menjadi sosok yang rentan menjadi korban kekerasan maupun kawin anak, karena kedua hal tersebut terus berkelindan di sekitar mereka. Selain itu, anak dan remaja juga tidak mengetahui bahaya melalukan hubungan seksual pra nikah. Artinya, pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi menjadi penting untuk disampaikan di lembaga pendidikan, agar anak dapat mengakses informasi yang baik dan benar terkait pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi.

Dari pembelajaran di atas, pelatihan penguatan kapasitas fasilitator anak ini menjadi penting dilakukan karena anak merupakan bagian penting yang harus dilibatkan dalam perlindungan dan pencegahan perkawinan anak. Anak juga menjadi mengetahui dengan baik apa saja hak-hak mereka. [Sityi Qoriah]

Pelatihan Penguatan Kapasitas Fasilitator dan Calon Pengurus Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) untuk Pencegahan Perkawinan Anak di Wilayah Kota Banjarmasin

PADA 7 Agustus 2023, bertempat di Favehotel Ahmad Yani Banjarmasin, Rumah KitaB bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Banjarmasin telah menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Penguatan Kapasitas Fasilitator dan Calon Pengurus PATBM untuk Pencegahan Perkawinan Anak di Wilayah Kota Banjarmasin. Kegiatan tersebut dapat terselenggara atas dukungan AIPJ2.

Kegiatan pelatihan berlangsung selama tiga hari, sejak 7 Agustus hingga 9 Agustus 2023. Pada acara pembukaan hari pertama pelatihan dihadiri oleh 24 orang peserta, terdiri dari fasilitator PATBM DP3A Kota Banjarmasin, PATBM Kecamatan Banjarmasin Timur, PATBM Kecamatan Banjarmasin Selatan, PATBM Kecamatan Banjarmasin Tengah, dan Satgas PPA Kota Banjarmasin. Juga hadir secara langsung Plt. Kepala DP3A Kota Banjarmasin, yaitu M. Helfiannor. Selain itu, hadir juga perwakilan KPPPA dan Bappenas yang hadir secara online via zoom meeting, yaitu Rohika Kurniadi Sari, S.H. M.Si (Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan KPPPA), dan Yosi Diani Tresna (Plt. Direktur KPAPO Bappenas).

Achmat Hilmi (Direktur Kajian Rumah KitaB) dalam sambutannya menyampaikan ucapan terima kasih kepada para peserta dan undangan yang telah hadir pada kegiatan pelatihan. Hilmi juga menyampaikan bahwa pemilihan Kota Banjarmasin bukan tanpa sebab, beliau mengungkapkan bahwa pemilihan Kota Banjarmasin merupakan rekomendasi dari Bappenas dan KPPPA. Selain itu, Kota Banjarmasin merupakan pilihan prioritas karena Kalimantan Selatan termasuk dalam 10 besar angka perkawinan anak di Indonesia. Oleh karenanya, pelatihan ini menjadi salah satu upaya untuk memberikan penguatan kapasitas pada para fasilitator yang bergerak pada isu perlindungan dan pencegahan perkawinan anak di Kota Banjarmasin.

Dalam sambutannya, M. Helfiannor (Plt. Kepala DP3A Kota Banjarmasin) menyampaikan bahwa kegiatan pelatihan ini sangat bermanfaat bagi para fasilitator PATBM dari DP3A, satgas PPA, dan para pengurus PATBM kecamatan di Kota Banjarmasin. Berkaitan dengan pencegahan dan penurunan angka perkawinan anak di Kota Banjarmasin, beliau menuturkan bahwa hal ini merupakan tugas semua pihak, sehingga harus saling terkoordinasi dalam pencegahan perkawinan anak serta kekerasan yang rentan terjadi baik pada perempuan maupun anak di Kota Banjarmasin.

Agar kegiatan ini terhubung dengan pihak nasional, Rohika Kurniadi Sari perwakilan KPPPA menyampaikan terkait pencegahan perkawinan anak sebagai upaya pemenuhan hak anak untuk mewujudkan kota atau kabupaten layak anak di Indonesia. Menurut beliau fakta di lapangan masih ada orang tua yang menikahkan anaknya yang masih di bawah umur. Meskipun data menunjukkan adanya penurunan angka perkawinan anak di Kota Banjarmasin (130 kasus). Menurutnya, perlu terjalin kerja sama semua pihak, dan lintas sektor dalam pencegahan kawin anak.

Selain itu, penting juga peran dan keterlibatan PATBM dalam implementasi dan pencapaian target stranas pencegahan perkawinan anak pada tahun 2024. Hal tersebut disampaikan oleh Yosi Diani Tresna (Plt. Direktur KPAPO Bappenas). Ia memberikan apresiasi kepada semua pihak di Kalimantan Selatan yang telah berhasil menurunkan angka prevalensi perkawinan anak, yaitu dari 15,3 (2021) menjadi 10,53 (2022). Ia juga menyampaikan bahwa pelatihan penguatan kapasitas para fasilitator ini merupakan perwujudan Indonesia layak anak melalui penguatan sistem perlindungan anak yang responsif terhadap keragaman dan karakteristik wilayah anak untuk memastikan anak menikmati haknya.

Kegiatan pelatihan berjalan dengan lancar selama 3 hari. Adapun tantangan para pihak dalam pencegahan perkawinan anak, yaitu muncul keragaman kasus yang ditemukan terkait perkawinan anak dan kekerasan terhadap perempuan di Kota Banjarmasin yang disampaikan oleh para peserta. Misalnya tekait kasus kekerasan terhadap anak yang sudah terjadi sejak lama, namun baru terungkap karena anak korban kekerasan sudah berani melapor dan ia mendapatkan kekerasan selama 5 tahun terakhir.

Pada kasus lain, pihak PUSPAGA kewalahan ketika mengadakan pertemuan dengan salah satu keluarga yang ingin mengajukan dan meminta rekomendasi dari PUSPAGA agar memberikan izin melakukan perkawinan di bawah umur. PUSPAGA bersama dengan DP3A kemudian melakukan negosiasi terkait kasus tersebut, namun pemohon membawa tokoh agama (Tuan Guru) yang memiliki pengaruh yang cukup kuat di Kota Banjarmasin. Oleh karenanya, pihak PUSPAGA dan DP3A tidak berdaya untuk menghentikan perkawinan anak tersebut.

Salah seorang peserta pelatihan menyampaikan bahwa status tokoh agama di Banjarmasin merupakan posisi yang sangat sentral dalam memberikan dampak positif ketika bersinggungan langsung dengan masyarakat, terlebih Kota Banjarmasin merupakan wilayah yang agamis, kental dengan tradisi agamanya. Ketika posisi tersebut sebaliknya digunakan terhadap sesuatu yang negatif, maka akan berdampak juga dengan pemahaman masyarakat setempat.

Tiga hari pelatihan juga menunjukkan bahwa masyarakat dan para remaja masih perlu mendapatkan pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi yang baik dan benar. Dari beberapa kasus yang disampaikan oleh para peserta, penyebab perkawinan anak lebih banyak disebabkan karena kehamilan tidak direncanakan (KTD), sehingga pilihannya adalah dinikahkan.  Hal lain juga disampaikan oleh para peserta bahwa implementasi pengajaran terkait kesehatan reproduksi di lembaga pendidikan masih sangat minim, sementara transfer pengetahuan terkait kesehatan reproduksi di dalam rumah juga dianggap tabu. Selain itu, anak juga sudah bisa mengakses informasi terkait seks melalui media digital dan dapat diakses dengan mudah tanpa pengawasan orang dewasa.

Tantangan dan pembelajaran yang didapatkan selama tiga hari pelatihan menunjukkan bahwa pencegahan perkawinan anak di Kota Banjarmasin merupakan tugas semua pihak. Karenanya, semua pihak perlu terus berkolaborasi agar angka perkawinan anak di Kota Banjarmasin terus menurun, dan mengawinkan anak di bawah umur bukanlah solusi terbaik bagi anak. [Abqari]

 

Seminar Nasionar “Bagaimana Agama Menyapa Perempuan: Maqashid Syariah Lin Nisa` sebagai Inovasi Pendekatan Keagamaan untuk Mendukung Perempuan Bekerja”

MENANDAI berakhirnya program Investing in Women yang dilaksanakan di empat wilayah urban yaitu Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bandung, serta dalam rangka memperingati “Hari Perempuan Internasional 2023”, Rumah KitaB menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tajuk “Bagaimana Agama Menyapa Perempuan: Maqashid Syariah Lin Nisa sebagai Inovasi Pendekatan Keagamaan untuk Mendukung Perempuan Bekerja” pada Rabu, 29 Maret 2023, di Hotel Pullman Thamrin, Jakarta.

Secara khusus Ibu I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E., M.Si., Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI hadir untuk memberikan sambutan. Sementara pidato kunci akan disampaikan Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.Ag., Imam Besar Masjid Istiqlal dan Rektor Institut PTIQ Jakarta.

Sejumlah tokoh diundang menjadi pembicara, seperti: Iim Fahima Jachja (Founder @queensridersindonesia), Indrasari Tjandraningsih (Peneliti AKATIGA dan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan), Susan Meilani (Alumni Pelatihan Tokoh Agama Rumah KitaB), dan K.H. Jamaluddin Mohammad (Peneliti Senior Rumah KitaB).

Kegiatan ini terselenggara atas dukungan DFAT sebagai ikhtiar bersama untuk mendukung perempuan bekerja. Kemitraan ini pada dasarnya untuk mendukung masyarakat Indonesia dalam pembangunan dengan pemenuhan hak perempuan bekerja dan pemberdayaan ekonomi perempuan.

“Penyelenggaraan Seminar Nasional ini dimaksudkan untuk memetik pembelajaran bagaimana strategi dan inovasi-inovasi yang dikembangkan Rumah KitaB dalam upaya mendukung perempuan bekerja. Acara ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi pemerintah maupun NGO dalam mengembangkan upaya strategis dan inovatif untuk mendukung perempuan bekerja secara lebih efektif dan tepat sasaran,” demikian Achmat Hilmi, Direktur Kajian Rumah KitaB menjelaskan latarbelakang acara ini.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Ibu I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E., M.Si., dalam sambutannya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Rumah KitaB yang sejak berdirinya aktif menyuarakan kesetaraan dan keadilan gender sebagai dukungan terhadap perempuan yang selama ini mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan subordinasi, baik di ruang domistik maupun publik.

“Apresiasi yang setinggi-tingginya perlu disampaikan kepada Rumah KitaB sebagai salah satu LSM dan NGO di Indonesia yang tidak pernah bosan dan terus-menerus mengkampanyekan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di negeri ini. Kontribusi Rumah KitaB sangat besar terutama melalui produk-produk pengetahuan yang dihasilkannya, seperti buku Fikih Kawin Anak, Fikih Perwalian, Fikih Perempuan Bekerja, dan terakhir Maqashid Syariah Lin Nisa` sebagai perspektif dan metodologi perumusan hukum Islam yang berpihak kepada perempuan,” jelasnya.

Imam Besar Masjid Istiqlal dan Rektor Institut PTIQ Jakarta, Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.Ag., dalam paparannya menyebutkan bahwa banyak sekali mitos yang memagari perempuan sehingga menghambat kebebasannya untuk terlibat bersama laki-laki dalam memakmurkan bumi.

“Saya ingin menyampaikan, di antaranya, seperti mitos yang menggambarkan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Mayoritas umat Muslim mempercayai dan meyakini mitos ini. Padahal di dalam al-Qur`an tidak ada satupun ayat yang menyebut demikian. Mitos ini dengan sendirinya menganggap perempuan hanya bagian dari laki-laki, bukan wujud mandiri yang setara dengan laki-laki. Ini tentu saja bertentangan dengan al-Qur`an yang secara tegas menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dari satu jiwa, min nafsin wahidah,” tuturnya.

Oleh karena itu, menurutnya, kehadiran Rumah KitaB yang berupaya mendekonstruksikan pandangan-pandangan keagamaan dengan mendialogkan teks dan realitas merupakan salah satu langkah penting di abad ini. Sebagai hasilnya, Maqashid Syariah Lin Nisa kaya dengan gagasan-gagasan pembaharuan, yang telah diawali para ulama klasik, lalu kontemporer, untuk isu-isu kemanusiaan secara umum, khususnya isu-isu tentang perempuan.

Sejak tahun 2021 Rumah KitaB telah melakukan riset kualitatif dan kuantitatif dalam beberapa tahapan; dimulai dari analisis situasi, survei baseline, survei midline, riset life history, dan survei endline untuk memetakan apa saja yang menjadi hambatan untuk perempuan bekerja.

Serangkaian kegiatan telah dilakukan Rumah KitaB guna meningkatkan partisipasi perempuan dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia juga mendengungkan penerimaan dan dukungan terhadap perempuan bekerja. Intervensi Rumah KitaB terbagi dalam dua jenis intervensi, yaitu melalui media luring dan daring.

Kegiatan luring diselenggarakan Rumah KitaB melalui sejumlah pelatihan untuk para tokoh agama, diskusi dengan para pelaku usaha, FGD dengan para pihak, yang kemudian diikuti dengan berbagai diskusi lanjutan. Sedangkan untuk media daring, Rumah KitaB bekerja sama dengan Muslimah Bekerja untuk mengampanyekan dukungan terhadap perempuan bekerja.

Sebagai lembaga riset dan kajian berbasis keislaman, Rumah KitaB telah melahirkan beberapa produk pengetahuan, salah satunya buku “Fikih Perempuan Bekerja” yang dicetak dalam edisi buku lengkap dan buku saku yang membahas Maqashid Syariah dengan perspektif perempuan.

Kekerasan terhadap perempuan di dunia kerja telah menjadi perhatian dunia. Meski kekerasan bisa mempengaruhi semua pekerja laki-laki maupun perempuan, namun pada perempuan resikonya lebih besar karena faktor budaya dan pandangan keagamaan yang melanggengkan praktik kekerasan berbasis gender.

Selaras dengan tema Hari Perempuan Internasional tahun ini “Innovation for a Gender-Equal Future”, seminar ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran untuk menghapuskan bias sosial keagamaan yang menghalangi kesempatan bagi perempuan untuk bekerja dan mendapatkan hak-haknya sebaga pekerja yang terbebas dari ragam kekerasan.

Melalui Investing in Women Rumah KitaB berupaya memberikan kontribusi di dalam perjuangan dan gerakan bersama di tingkat lokal dan nasional untuk mendukung perempuan bekerja sebagai hak yang harus dilindungi oleh pemerintah Indonesia dengan membangun norma gender yang positif.

Sebagai upaya kolektif seminar ini menitikberatkan pada upaya bersama dalam menggali pandangan keagamaan yang lebih menghormati perempuan di dunia kerja sebagaimana ditawarkan Rumah KitaB dengan konsep Maqâshid al-Syarî’ah li al-Nisâ`.[]

Rapat Koordinasi dan Kick off Program Berdaya 3 Wilayah Jakarta Utara

KAMIS, 27 Oktober 2022, bertempat di Ruang Meeting Kantor Suku Dinas PPAPP (Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk) Kota Adm. Jakarta Utara, Rumah KitaB bekerjasama dengan Sudin PPAPP Jakarta Utara menyelenggarakan rapat koordinasi pencegahan perkawinan anak sekaligus kick off program Berdaya 3 di wilayah Jakarta Utara.

Acara ini dihadiri 18 orang undangan (7 laki-laki dan 11 orang perempuan), yang terdiri dari perwakilan Wali Kota Jakarta Utara, Suku Dinas Pendidikan Jakarta Utara 1, Suku Dinas Pendidikan Jakarta Utara 2, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, Suku Dinas Sosial Jakarta Utara, Konselor P2TP2A Jakarta Utara, Forum Anak Jakarta Utara, penyuluh KUA Kecamatan Tanjung Priok, Kasubag Umum Kecamatan Koja, perwakilan Kecamatan Pademangan, Kecamatan Cilincing, perwakilan Kecamatan Tanjung Priok, perwakilan Kecamatan kelapa Gading, perwakilan Kecamatan Penjaringan, perwakilan Kelurahan Kalibaru dan PATBM Kalibaru. Mewakili Rumah KitaB 6 orang (3 orang tim Rumah KitaB dan 3 orang mahasantri magang dari Ma’had Aly Kebon Jambu Cirebon).

Dalam sambutannya, Achmat Hilmi, perwakilan Rumah KitaB sekaligus penanggung jawab program Berdaya 3 wilayah Jakarta Utara, menyampaikan ucapan terima kasih kepada para peserta undangan yang telah berkenan hadir, juga telah berkenan menerima Rumah KitaB untuk melanjutkan pencegahan perkawinan anak di Jakarta Utara melalui program Berdaya 3. Ia juga menyampaikan secara keseluruhan latar belakang program Berdaya 3, dan hasil temuan asesmen menunjukkan masih terjadi praktik kekerasan pada anak dan sangat erat kaitannya dengan praktik perkawinan anak, perdagangan anak, prostitusi anak dan tawuran antar remaja.

Hilmi juga menyampaikan bahwa Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing adalah wilayah dampingan Rumah KitaB sejak 2017 hingga sekarang, namun problem darurat yang dihadapi hingga sekarang adalah masih terjadi kekerasan seksual yang berdampak pada terjadinya kehamilan. Sehingga pilihannya adalah mengawinkan anak di bawah tangan (nikah sirri) apabila tidak mendapatkan surat dispensasi kawin dari Pengadilan Agama. Di sana juga banyak yang menawarkan jasa nikah sirri online. Di samping nikah sirri, problem lainnya adalah dispensasi kawin karena sebanyak 86 persen pengajuan dispensasi kawin dikabulkan oleh hakim. Hal ini menunjukkan bahwa perspektif hakim masih memperlihatkan lemahnya implementasi PERMA nomor 5 Tahun 2019.

Setelah itu, Hilmi memandu diskusi untuk menghimpun masukan dan update apa saja yang  telah dan sedang dilaksanakan oleh para pihak yang hadir dalam rangka pencegahan perkawinan anak, juga untuk menemukan peluang agar Rumah KitaB bisa berkolaborasi dengan para pihak untuk dapat bersama-sama berjuang dalam upaya pencegahan perkawinan anak di wilayah Jakarta Utara.

Para pihak menyampaikan tanggapan positif upaya pencegahan perkawinan anak di wilayah Jakarta Utara melalui program Berdaya 3. Para pihak menyampaikan temuan-temuan dan sharing pendapat, juga siap berkolaborasi bersama untuk pencegahan perkawinan anak di wilayah Jakarta Utara. Masukan dan harapan dari para pihak adalah agar melibatkan peran serta masyarakat dimulai dari tingkat bawah, yaitu melibatkan anak, remaja, orang tua, para kader, para penyuluh KUA, hakim, dan dinas-dinas terkait. Khususnya Dinas Pendidikan terkait sosialisasi kepada para peserta didik tentang bahaya hubungan seksual sebelum menikah, juga Dinas Kesehatan terkait sosialisasi kesehatan reproduksi bagi calon pengantin perempuan dan laki-laki.

Para peserta menyampaikan bahwa pencegahan perkawinan anak merupakan tantangan bagi semua pihak. Ada beberapa pintu masuk untuk pencegahan perkawinan anak: memaksimalkan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) sebagai ruang aman pengaduan bagi anak yang mengalami kekerasan seksual, sosialisasi bahaya berhubungan seksual sebelum menikah, sosialisasi kesehatan reproduksi bagi siswa, remaja dan calon pengantin, dan sosialisasi PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) bagi anak putus sekolah.

Setelah mendengar pendapat, masukan dan harapan para pihak yang hadir, Hilmi menyimpulkan bahwa pencegahan perkawinan anak di wilayah Jakarta Utara harus dimulai dari 3 wilayah, yaitu rumah, sekolah dan lingkungan secara lebih luas (wilayah). Hilmi menyampaikan ucapan terima kasih karena para pihak yang hadir siap berkolaborasi bersama dengan Rumah KitaB melalui program Berdaya 3. Selanjutnya para pihak yang hadir menandatangi dan komitmen bersama pencegahan perkawinan anak di wilayah Jakarta utara. Acara ditutup dengan foto bersama.[SQ]