Tau Nina Kanca Anak Berdaya: Perempuan dan Anak Berdaya

Oleh: Erni Agustini

Kegiatan Temu Perempuan Pemimpin di Lombok Utara, yang diselenggarakan pada 9-10 November 2024, dapat terlaksana berkat kerja sama antara Rumah KitaB, JASS, dan Klub Baca Perempuan (KBP). Salah satu tujuan utama kegiatan ini adalah untuk menelaah kehidupan perempuan melalui pengalaman-pengalaman masing-masing peserta. Dari pengalaman tersebut, para peserta merumuskan strategi bersama untuk memperkuat kepemimpinan perempuan di akar rumput.

Salah satu sesi penting dalam kegiatan ini adalah sesi mengenali tubuh sendiri. Dalam sesi ini, peserta diajak untuk memahami bagian tubuh mana yang sering menderita sakit, jenis sakit yang dirasakan, serta bentuk-bentuk kekerasan seksual yang dapat dialami oleh perempuan. Penting bagi setiap perempuan untuk mengenali tubuh mereka sendiri, memahami potensi penyakit yang dapat menyerang, dan mencari solusi penanganan yang tepat. Fasilitator memandu peserta untuk berkelompok dan menggambar tubuh perempuan, yang memungkinkan mereka memberi tanda pada potensi penyakit dan kekerasan seksual yang mungkin dialami. Sesi ini sangat relevan mengingat pada tahun 2024, Lombok Utara mencatatkan 127 kasus kekerasan, dengan kekerasan seksual menjadi kasus tertinggi (SIMFONI-PPA).

Secara umum, para peserta berhasil mengenali tubuh dan alat reproduksi perempuan, serta mengidentifikasi potensi penyakit dan kekerasan seksual yang mungkin terjadi. Selain itu, peserta diajak untuk lebih memahami kesehatan reproduksi perempuan, bentuk-bentuk kekerasan seksual, dampaknya, serta sistem dukungan yang dibutuhkan perempuan dan anak. Dengan demikian, peserta memperoleh pemahaman lebih dalam tentang tubuh mereka, ruang aman bagi perempuan, dan pentingnya pemberdayaan perempuan.

Perempuan Berdaya, Bersatu, dan Bergerak Bersama

Klub Baca Perempuan (KBP) berperan sebagai wadah potensial bagi pemimpin perempuan komunitas di Lombok Utara untuk berkontribusi dalam menyelesaikan masalah perempuan dan anak. Sebanyak 11 lembaga yang bergerak dalam isu perlindungan perempuan dan anak turut mendampingi masyarakat di Lombok Utara. Keterlibatan KBP dalam perlindungan perempuan dan anak meliputi partisipasi dalam penyusunan naskah akademik Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Anak. Melalui keterlibatan ini, perempuan di akar rumput dapat mengawal proses pembuatan regulasi hingga implementasinya, agar perempuan dan anak di Lombok Utara memperoleh perhatian khusus.

KBP juga turut mendorong predikat Kabupaten Layak Anak yang berhasil diraih oleh Lombok Utara. Pada tahun 2017, 10 orang remaja yang tergabung dalam Kanca/KBP dilibatkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), di mana mereka menyampaikan aspirasi untuk prioritas pembangunan youth center sebagai rumah bersama para pemuda. Proyek ini diharapkan dapat direplikasi di berbagai tempat di Lombok Utara.

Keterlibatan pemimpin muda komunitas dalam berbagai momentum pengambilan kebijakan di Lombok Utara merupakan upaya penting untuk mempertegas hak warga negara dalam mengawal kebijakan, sekaligus menjadi wujud perempuan yang berdaya di Lombok Utara. Gerakan bersama yang melibatkan pemimpin perempuan di akar rumput diperlukan untuk terus mendorong disahkannya regulasi yang berpihak pada perempuan dan anak. Bahkan setelah disahkan, regulasi tersebut harus terus diawasi dan disuarakan pelaksanaannya.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh pemimpin perempuan komunitas, melalui Kanca/KBP, adalah terus melakukan kampanye menggunakan seni dan budaya—seperti tari, musik, dan kampanye di media sosial. Anggota muda yang tergabung dalam Kanca dan KBP telah melakukan hal luar biasa untuk merespons budaya patriarki dan kemiskinan. Langkah selanjutnya adalah terus memperkuat kerjasama dan persaudaraan agar perempuan dan anak di Lombok Utara dapat terus berdaya.

Temu Perempuan Pemimpin Komunitas Lombok Utara

Oleh Erni Agustini

Pada 9-10 November 2024, di penghujung momen pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di seluruh Indonesia, Rumah KitaB bekerja sama dengan JASS dan Klub Baca Perempuan (KBP), telah melaksanakan kegiatan Temu Perempuan Pemimpin Komunitas di Kabupaten Lombok Utara. Dalam kegiatan tersebut, yang terlibat adalah 25 orang perempuan dengan beragam latar belakang, pendidikan, dan aktivitas maupun profesi (guru, dosen, relawan KBP, kader pemberdayaan desa, analis kesehatan, fasilitator lapangan, maupun pelajar dan mahasiswa). Bahkan diantara pelajar dan mahasiswa tersebut ada yang aktif sebagai penari dan penyair berprestasi.


Urgensi Kegiatan 
Kegiatan ini menjadi penting, karena momentum Pilkada menjadi tumpuan untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan harapan masyarakat. Namun harus diakui harapan tersebut tidak mudah dipenuhi mengingat hingga saat ini masih sangat sedikit Kepala Daerah yang bertanggung jawab atas semua kebijakan yang dibuatnya. Juga belum banyak Kepala Daerah yang melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, suara masyarakat termasuk suara perempuan masih sering diabaikan dan dianggap tidak penting.

Pada tahun 2023, Rumah KitaB yang tergabung dalam Konsorsium We Lead, bersama dengan 100 perempuan pemimpin dari akar rumput telah berhasil merumuskan 10 Agenda Politik Perempuan untuk dibawa kepada para pengambil kebijakan untuk menjadi perhatian. 10 Agenda Politik Perempuan ini menggambarkan bagaimana masih banyak yang harus diperhatikan pemerintah untuk memperbaiki kehidupan masyarakat, termasuk didalamnya adalah kehidupan perempuan.


Tujuan Kegiatan Temu Perempuan Pemimpin
Tujuan kegiatan temu pemimpin perempuan adalah mengajak para perempuan untuk duduk bersama, membangun ruang aman untuk berbagi pengalaman masing-masing, dan membangun strategi bersama untuk memperkuat kepemimpinan perempuan di akar rumput yang nantinya bisa diteruskan kepada para pengambil kebijakan.


Transformasi Perempuan; Dari Ketidakberdayaan Menjadi Berdaya dan Berkarya
Kegiatan temu perempuan yang berlangsung selama dua hari ini dikemas dalam sesi-sesi yang menarik, interaktif dan mampu memberi inspirasi dan penguatan kepada para peserta. Dimulai dengan sesi perkenalan, berbagi pengalaman dan perasaan melalui ruang aman. Melalui ruang aman ini, para peserta mendapatkan kesempatan untuk menceritakan pengalaman dan perasaannya kepada fasilitator. Pada sesi ini, seluruh aktivitas tidak direkam dan didokumentasikan (foto dan video) untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada para peserta saat bercerita kondisi paling tidak berdaya dalam kehidupannya.

Dari sesi ini, terungkap betapa pelik situasi yang dialami perempuan dalam siklus kehidupannya. Peserta dari kelompok remaja, pelajar dan mahasiswa rata-rata memiliki kesamaan cerita pahit di masa kecilnya. Mereka kehilangan hak mendapatkan pengasuhan dari orang tua, kehilangan rasa aman saat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang tua, maupun pengalaman merasakan kekerasan secara verbal, fisik maupun psikologis. Dari cerita para peserta, ada kecenderungan bahwa para orang tua mudah menghukum anaknya secara fisik ketika berinteraksi. Situasi tersebut didorong karena situasi ekonomi yang sulit maupun imbas dari ketidakharmonisan hubungan di antara kedua orangtuanya. Selain kekerasan fisik, kekerasan juga terjadi terhadap ibu dan anak, karena dipicu oleh kehadiran pihak ketiga dan perselingkuhan sang bapak.

Dari berbagai situasi ini memaksa remaja mengambil alih peran dan tanggung jawab orang tua untuk mengasuh adik-adiknya karena orangtuanya harus bekerja ke luar negeri sebagai buruh migran. Adapun peserta yang sejak kecil diasuh oleh nenek atau kerabat, dan baru merasakan pelukan dari sang ibu saat sudah remaja karena sang ibu yang bekerja di luar negeri.

Diantara peserta remaja ada juga yang mengalami pembatasan terhadap akses pendidikan. Orang tua melarang mereka untuk melanjutkan sekolah di luar kota. Hal itu membuat teman-teman merasa cemas dan trauma. Namun demikian, situasi tersebut tidak membuat para remaja terpuruk, mereka mampu bertahan dalam situasi yang sulit, bahkan beberapa dari mereka berhasil mengukir prestasi dengan memenangi lomba, mendapatkan hadiah, dan lainnya.


Keterbatasan Perempuan Dewasa
Sementara itu, situasi ketidakberdayaan yang dialami peserta dewasa; pertama, isu kesehatan dan kehilangan anak. Bagi ibu, anak adalah sumber kehidupan dan pusat dunia. Kedua, masalah ekonomi. Ketiga, keterbatasan waktu untuk anak. Keempat, penilaian masyarakat karena meninggalkan anak.

Faktor yang Membuat Perempuan Dewasa Berdaya
Sementara yang membuat para perempuan dewasa berdaya adalah; adanya support system—dari suami, keluarga, Kanca KBP yang memberi ruang dan kesempatan untuk saling menguatkan, memberi ruang aman untuk berekspresi sehingga bisa menghasilkan karya; punya prestasi; perbaikan ekonomi; tubuh dan jiwa yang sehat; serta mendorong perempuan bersatu; memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan.


Menciptakan Ruang Aman Bagi Perempuan dan Anak
Terdapat kearifan lokal budaya Lombok yang perlu ditelisik kembali untuk mengatasi persoalan perempuan dan anak. Nursida Syam (Koordinator KBP) menuturkan bahwa terjadi perubahan dalam memaknai tradisi memulang, memaling, dan merarik (perempuan diculik oleh calon suami untuk dinikahi). Menurutnya, tradisi tesebut merupakan simbol bahwa perempuan mempunyai kuasa sendiri untuk memutuskan menikah atau tidak. Dalam tradisi merarik, ketika perempuan memutuskan dan tidak rela keluar rumah untuk bertemu dengan calon mempelai laki-laki, maka proses pernikahan itu tidak akan terjadi.

Namun praktiknya, dalam tradisi memaling/merarik, perempuan dijebak dan kemudian diculik oleh calon suaminya. Menurut Nursida Syam, menjebak perempuan melalui tradisi itu sesungguhnya telah mencederai adat. Tradisi ini sebetulnya mempunyai keberpihakan besar kepada perempuan, namun banyak tokoh adat memilih untuk tidak mengampanyekan keberpihakan dari tradisi ini.

Tradisi lain yang menunjukkan keberpihakan terhadap perempuan dan anak adalah tradisi menenun. Raden Muhammad Rais (Budayawan Sasak) getol menyuarakan bahwa dulu perempuan boleh menikah ketika mampu membuat 144 helai tenun—dengan beragam warna dan motif. Jika dikonversi usia, maka perempuan baru boleh menikah ketika memasuki usia 22 tahun. Mispersepsi yang terjadi terhadap tradisi ini yang menyebabkan kawin anak.


Masalah Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Selain itu, beragam persoalan yang dialami perempuan dan anak adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kekerasan seksual, kekerasan terhadap anak, stunting, bullying, perkawinan anak, judi online, yatim piatu sosial, diskriminasi terhadap perempuan, peredaran narkoba, prostitusi online, tingginya angka bunuh diri, serta depresi.

Akar Masalah
Akar masalah dari beragam persoalan di atas adalah;

  1. Kuatnya budaya patriarki:
    Budaya patriarki mendorong perempuan untuk tidak mendukung atau menjatuhkan perempuan lain. Dalam budaya patriarki, posisi laki-laki berada di atas perempuan. Dalam situasi seperti ini, kita jangan menyalahkan perempuan yang tidak mendukung perempuan karena mereka masih terpapar dengan budaya patriarki. Namun para perempuan yang sudah terpapar oleh isu keadilan gender, perempuan akan mendukung perempuan lain.

    Budaya patriarki juga mempertegas perbedaan karakteristik kepemimpinan laki-laki dan kepemimpinan perempuan. Salah satu karakteristik pemimpin laki-laki adalah one man show. Sementara pemimpin perempuan lebih banyak mengajak perempuan lain untuk membangun kekuatan. Namun, masih banyak juga pemimpin perempuan yang patriarki. Karenanya, kita perlu bernegosiasi dan mengajak para pemimpin laki-laki maupun pemimpin perempuan agar mereka mewakili suara perempuan bukan mewakili dinasti politik.

  2. Kebijakan yang tidak berpihak pada perempuan dan anak:
    Kebijakan yang berpihak pada perempuan dan anak masih sangat sedikit sehingga persoalan-persoalan yang ada tidak bisa diatasi.
  3. Kemiskinan:
    Menjadi akar masalah yang tidak terselesaikan hingga hari ini.

Harapan untuk Masa Depan Perempuan dan Anak
Lantas bagaimana seharusnya kondisi perempuan dan anak yang kita harapkan? Beragam respons muncul dari para peserta. Kondisi perempuan dan anak akan baik-baik saja jika;

  • Perempuan ikut mengubah dunia.
  • Perempuan menjadi pemimpin.
  • Tidak ada diskriminasi.
  • Ruang untuk anak muda berkreasi (youth center).
  • Perempuan dan anak bebas dari kekerasan.
  • Anak tumbuh didampingi orang tua.
  • Perempuan berpartisipasi aktif dalam pembangunan.
  • Perempuan menghargai keberagaman.
  • Hak dasar anak dan perempuan terpenuhi.
  • Berdaya dan mandiri.
  • Perempuan dan anak terlindungi.

Untuk melahirkan itu semua, kita semua harus mengakhiri akar persoalan yang ada, terus berstrategi dan bergerak bersama.

Menakar Suara Perempuan Cianjur Pasca Pilkada

Tahun 2024 merupakan pengalaman pertama Indonesia menyelenggarakan Pemilihan Umum secara serentak, mencakup pemilihan presiden, pemilihan legislatif, hingga pemilihan kepala daerah.

Pada 27 November 2024, rangkaian pemilu serentak telah berakhir, dan pada 15 Desember lalu telah diumumkan hasil final perolehan suara. Mulai bermunculan wajah-wajah baru para pemenang pilkada, seperti Pramono Anung dan Rano Karno di Pilgub Jakarta, Dedi Mulyadi dan Erwan di Pilgub Jawa Barat, serta Andra Soni dan Dimyati Natakusumah di Pilgub Banten.

Para kontestan di Pilpres, Pileg, maupun Pilkada memperebutkan suara yang tersedia di DPT Nasional sejumlah 204,8 juta, di mana setengahnya adalah suara perempuan. Di Jawa Barat, DPT tahun 2024 mencapai 35 juta lebih, sementara DPT Kabupaten Cianjur berjumlah 1,8 juta lebih. Suara perempuan menempati 50 persen dari total DPT Nasional, termasuk di Jawa Barat dan Kabupaten Cianjur.

Selama kepemimpinan Bupati Herman Suherman, Cianjur telah berupaya membangun infrastruktur hukum yang berpihak pada perempuan dan telah berkomitmen mengimplementasikan Revisi UU Perkawinan 16/2019 melalui pengesahan Peraturan Bupati Cianjur Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pencegahan Kawin Anak pada 12 Maret 2020. Regulasi tersebut didorong oleh PHC dan Rumah KitaB atas dukungan Program Berdaya 2 Australia-Indonesia Partnership for Justice (AIPJ) 2.

Pemerintah Kabupaten Cianjur juga telah memperluas kehadiran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), bahkan hingga ke wilayah pedesaan di Cianjur Selatan. Berbagai pelatihan telah dilakukan sejak 2017 hingga 2023 bersama Rumah KitaB untuk perlindungan anak, pencegahan kawin anak, dan penguatan kelembagaan PATBM di Cianjur. Tidak hanya PATBM, Rumah KitaB juga memfasilitasi diskusi pemberdayaan perempuan dalam wacana keagamaan yang melibatkan para tokoh agama dan pemangku kepentingan pesantren di Cianjur. Selain itu, mereka melatih para santri dalam peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi dengan menghadirkan perwakilan Forum Anak Cianjur.

Selain Rumah KitaB, lembaga lain yang bekerja dalam isu perlindungan perempuan dan anak adalah Jaringan Pekka, yang secara konsisten melakukan pemberdayaan terhadap perempuan kepala keluarga, serta IJRS dan LBH yang memberikan pendampingan hukum terhadap perempuan yang berhadapan dengan hukum, khususnya mereka yang tengah memperjuangkan hak-hak pascacerai (hak asuh, nafkah pengasuhan anak, dan hak pendidikan anak), yang sering diabaikan.

Artinya, program perlindungan anak dilakukan secara paralel dengan program pemberdayaan perempuan dan penguatan pendamping perempuan berhadapan dengan hukum untuk mengoptimalkan perjuangan keadilan gender di Cianjur.

Namun, masih terdapat tantangan dalam implementasi regulasi perlindungan anak di Cianjur. Diskriminasi dan kekerasan yang dialami perempuan dan anak, seperti KDRT, TPPO melalui kawin kontrak, masih sering terjadi. Salah satu kasus pada April 2024 melibatkan pelaku perempuan berinisial RN dan LR, dengan puluhan korban perempuan dan anak serta tarif antara Rp30 juta hingga Rp100 juta, selain perkawinan siri yang melibatkan argumentasi keagamaan.

Menurut data Kemen-PPPA, partisipasi perempuan dalam dunia kerja masih sangat rendah. Namun, partisipasi perempuan dalam pekerjaan nonformal sangat tinggi, sekitar 55–66 persen. Pada saat yang sama, sektor perdagangan nonformal di Cianjur tengah mengalami tekanan serius akibat industri pariwisata yang mengedepankan pemilik modal, menggusur peran para pelaku bisnis nonformal seperti perempuan. Akibatnya, puluhan perempuan yang menggantungkan nasib ekonominya pada sektor nonformal bermigrasi ke sektor yang lebih berbahaya. Ratusan dari mereka menjadi korban TPPO melalui praktik perkawinan kontrak atas nama agama.

Suara Serak Perempuan di Tengah Pilkada Cianjur

Pada Pilkada Cianjur, terdapat tiga pasangan calon (paslon) yang saling berkontestasi. Paslon pertama, Herman Suherman dan Mohammad Solih Ibang, mengusung program unggulan keberlanjutan Cianjur Emas, yang meliputi pembangunan sumber daya, penguatan pelayanan kesehatan, penguatan industri pariwisata dan agribisnis, serta pembangunan infrastruktur. Pasangan ini juga menjanjikan penguatan pesantren untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, terintegrasi dengan program DPPKBP3A Kabupaten Cianjur.

Visi dan misi paslon kedua, Wahyu dan Ramzi, berfokus pada pemberian ekonomi mikro, layanan sekolah gratis, bantuan pesantren, dan penguatan industri pariwisata.

Paslon ketiga, Deden Nasihin dan Neneng Efa Fatimah, memfokuskan programnya pada penguatan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan perempuan, termasuk peningkatan anggaran DPPKBP3A yang selama ini sering kekurangan anggaran untuk mengimplementasikan program-programnya.

Pada 31 Oktober 2024, Perempuan Hebat Cianjur (PHC) bersama Rumah KitaB, atas dukungan JASS, menyelenggarakan dialog perempuan dengan tema “Perempuan Cianjur Bersuara”. Kegiatan ini dihadiri oleh 79 tokoh perempuan Cianjur, termasuk Ketua Umum PPRK MUI Cianjur, Ketua PW Aisyiyah Muhammadiyah, Ketua Muslimat NU, Al-Irsyad, Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, ketua-ketua majelis taklim, dan organisasi kepemudaan di Cianjur.

Kegiatan ini dimeriahkan oleh kehadiran Paslon ketiga, Neneng Efa Fatimah, dan Ketua Tim Pemenangan Paslon pertama. Keduanya menjawab pertanyaan yang diajukan dan disuarakan oleh perempuan Cianjur yang hadir dalam dialog tersebut.

Terdapat tujuh agenda politik perempuan yang disampaikan dalam kegiatan ini:

  1. Perlindungan perempuan dan anak,
  2. Penyediaan layanan dasar yang mudah dijangkau,
  3. Infrastruktur yang ramah dan aman bagi perempuan,
  4. Hak pekerja yang layak,
  5. Keadilan ekonomi,
  6. Partisipasi politik,
  7. Perlindungan pembela HAM.

Hj. Rina Mardiyah, Ketua Umum PHC, dalam sambutannya menekankan bahwa kegiatan tersebut murni merupakan upaya perempuan Cianjur untuk menyampaikan suaranya, mengingat kelompok perempuan ini menempati 50 persen dari populasi DPT di Cianjur. Berdasarkan nilai strategis suara perempuan, Rina merujuk pada hasil kegiatan Rembuk Perempuan Cianjur 2023. Dari 10 agenda politik perempuan yang dihasilkan, tujuh di antaranya dianggap penting untuk disuarakan kepada para kontestan Pilkada agar dijadikan pertimbangan dalam program unggulan mereka.

Desti Murdijana dari JASS menyampaikan bahwa 100 perempuan dari berbagai latar belakang, seperti aktivis perempuan, komunitas perempuan disabilitas, aktivis buruh perempuan, dan ulama perempuan, ikut serta dalam Rembuk Perempuan yang diselenggarakan pada 12 Mei 2023. Dengan latar belakang peserta yang beragam, mereka berhasil merumuskan agenda perempuan dan menyampaikannya kepada para kontestan Pilkada melalui dialog-dialog yang difasilitasi oleh PHC Cianjur.

Pemenang Pilkada Cianjur dan Masa Depan Suara Perempuan

Dalam perkembangannya, kontestan pemenang Pilkada adalah pasangan Wahyu dan Ramzi yang dikenal dengan program bantuan pesantrennya. Namun, mereka tidak hadir dalam kegiatan “Perempuan Cianjur Bersuara” dan tidak mengirimkan perwakilan.

Apakah suara perempuan akan kembali redup atau kurang menyala?
PHC Cianjur memiliki pekerjaan rumah yang besar, yakni kembali mengetuk pintu birokrasi untuk menguatkan advokasi pentingnya pemenuhan suara perempuan di Cianjur. Selain itu, mereka harus melanjutkan dan memperkuat infrastruktur hukum yang telah dibangun dalam lima tahun terakhir serta meyakinkan bupati dan wakil bupati terpilih untuk memasukkan tujuh agenda politik perempuan ke dalam program kerja mereka.

Refleksi Kegiatan Public Discussion on Regional Head Election 2024 and Launching of Book Women’s Political Leadership Jurisprudence (FKPP)

Pada hari Jumat, 13 September 2024, kampus STAI Duta Bangsa Bekasi menjadi tuan rumah acara Public Discussion on Regional Head Election 2024 and Launching of Book Women’s Political Leadership Jurisprudence (FKPP). Acara ini bertujuan menggali peran perempuan dalam politik serta memperkenalkan buku Fiqih Kepemimpinan Politik Perempuan. Peserta yang hadir meliputi mahasiswa, akademisi, dan masyarakat umum yang memiliki ketertarikan pada isu kepemimpinan politik perempuan.

Sambutan dan Pidato Kunci

Dalam sambutannya, Ibu Marisa, perwakilan Pemerintah Daerah Kota Bekasi, menekankan pentingnya mendorong generasi muda, terutama perempuan, untuk terlibat aktif dalam politik. Ia mengingatkan bahwa sejarah Islam mencatat kontribusi perempuan dalam berbagai sektor, seperti Khadijah dan Aisyah yang memiliki peran signifikan dalam kemajuan umat. Pesan Ibu Marisa jelas: perempuan harus lebih berani dan aktif dalam proses politik serta kepemimpinan. Semangat ini diharapkan memotivasi perempuan di Bekasi dan seluruh Indonesia untuk mengambil peran penting dalam berbagai bidang, termasuk politik.

Peluncuran Buku Fiqih Kepemimpinan Politik Perempuan

Ibu Erni Agustini, Direktur Program Rumah KitaB, membuka sesi peluncuran buku. Ia menjelaskan bahwa buku ini memberikan panduan teologis mendalam dan menjadi referensi penting untuk memahami peran politik perempuan dari perspektif Islam. Buku ini tidak hanya menyoroti sejarah peran perempuan dalam politik, tetapi juga menyediakan dasar-dasar teologis untuk mendukung keterlibatan perempuan dalam kepemimpinan politik.

Paparan Isi Buku oleh Achmat Hilmi

Achmat Hilmi, perwakilan penulis buku, memaparkan isi buku Fiqih Kepemimpinan Politik Perempuan. Ia menjelaskan bahwa buku ini mencatat dukungan Islam terhadap kepemimpinan politik perempuan dengan mengacu pada berbagai aspek sejarah. Salah satu tokoh yang dibahas adalah Khadijah binti Khuwailid, seorang pengusaha sukses di tengah masyarakat patriarkal yang mematahkan batasan peran domestik perempuan pada masanya. Keberhasilan Khadijah dalam bisnis merupakan bentuk perlawanan terhadap norma patriarki, menunjukkan bahwa perempuan mampu memberikan kontribusi signifikan dalam kehidupan publik.

Buku ini juga mengeksplorasi sejarah dinasti politik seperti Umayyah, Abbasiyah, Ayubiyyah, dan Turki Usmani, serta kontribusi perempuan dalam politik di Asia Tenggara dan Indonesia. Hilmi menegaskan bahwa buku ini memberikan wawasan tentang bagaimana perempuan mempengaruhi jalannya sejarah politik, lengkap dengan dalil-dalil keagamaan yang mendukung kepemimpinan perempuan.

Sesi Diskusi dan Tanya Jawab

Diskusi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dimoderatori oleh Octavia. Vidya, Ketua Bawaslu Kota Bekasi, menjelaskan bahwa keterwakilan perempuan di Bawaslu Kota Bekasi cukup baik, dengan dua perempuan dari lima anggota. Namun, di Jawa Barat yang terdiri dari 27 kabupaten/kota, hanya 20 perempuan yang menjadi penyelenggara di Bawaslu, dan hanya tiga yang menjabat sebagai ketua. Vidya mengingatkan bahwa UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memberikan kuota 30% keterwakilan perempuan dalam penyelenggaraan pemilu, tetapi peluang ini belum dimanfaatkan sepenuhnya.

Relevansi Buku dengan Pilkada 2024

Diskusi ini relevan dengan Pilkada di Bekasi karena membahas bagaimana perempuan dapat mengambil peran strategis dalam pengambilan keputusan. Buku Fiqih Kepemimpinan Politik Perempuan membahas prinsip-prinsip yang mendasari partisipasi perempuan dalam politik, dan acara ini memberikan ruang diskusi yang lebih luas terkait peluang dan hak perempuan dalam politik.

Penutup

Acara ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang peran perempuan dalam politik dan menginspirasi mereka untuk berkontribusi lebih banyak dalam bidang tersebut. Peluncuran buku ini juga menjadi sumber referensi penting bagi kajian lebih lanjut mengenai kepemimpinan politik perempuan dari sudut pandang Islam. Dengan demikian, acara ini tidak hanya menjadi momen refleksi dan pembelajaran, tetapi juga dorongan bagi perempuan untuk lebih aktif dan terlibat dalam proses politik demi kemajuan bangsa dan umat.

Diskusi Publik tentang Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) 2024 dan Launching Buku Fikih Kepemimpinan Politik Perempuan

Jawa Barat – Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB) mengadakan diskusi publik tentang Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) sekaligus meluncurkan buku Fikih Kepemimpinan Politik Perempuan di STAI Duta Bangsa, Desa Kali Baru, Kota Bekasi, pada Jumat, 13 September 2024.

Rumah Kita Bersama, yang lebih dikenal sebagai Rumah KitaB, merupakan lembaga yang berkantor di Perumahan Kintamani Village, Jalan SMP 211, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Rumah KitaB bergerak dalam isu-isu perempuan dan kelompok marjinal. Lembaga ini menjadi tempat perlindungan bagi kaum termarjinalkan sekaligus laboratorium riset literatur tentang problematika perempuan, anak, lingkungan, dan kelompok marjinal.

Lembaga ini mengadakan diskusi publik dengan berkolaborasi bersama Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bekasi, dengan STAI Duta Bangsa sebagai tuan rumah. Diskusi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana memanfaatkan hak pilih dengan bijak serta menyoroti pentingnya peran perempuan dalam pengambilan keputusan publik. Pada acara ini, turut diluncurkan buku Fikih Kepemimpinan Politik Perempuan.

Kegiatan ini diadakan sebagai upaya untuk menegaskan pentingnya peran perempuan dalam kontestasi politik, yang disampaikan oleh perwakilan Pemerintah Kota Bekasi, Ibu Marisa. Dalam sambutannya, beliau mengapresiasi terselenggaranya acara ini.

“Acara ini sangat penting dalam memberikan pemahaman kepada mahasiswa dan masyarakat umum. Dalam sejarah Indonesia, bahkan sejak zaman Nabi, sudah ada perempuan yang menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Tujuannya adalah untuk mewujudkan kemajuan bangsa,” ujar Ibu Marisa.

Beliau juga menekankan bahwa kesuksesan laki-laki sering kali tidak lepas dari peran perempuan, begitu pula sebaliknya. Kerjasama antara keduanya harus terus diperkuat, terutama dalam upaya memajukan bangsa.

Perwakilan penulis buku, Achmat Hilmi, Lc., M.A., menjelaskan bahwa peran kepemimpinan perempuan dalam sejarah Islam sudah dimulai sejak era Nabi, dengan tokoh-tokoh seperti Sayyidah Khadijah, Sayyidah Aisyah, dan para sahabiyah. Kepemimpinan perempuan ini terus berkembang hingga era Dinasti Umayyah, Abbasiyah, Ayyubiyah, Mughal, Safawi, dan Turki Utsmani, dan menyebar ke berbagai penjuru Asia Tenggara serta Indonesia. Buku ini bertujuan untuk meluruskan sejarah yang sering kali disalahartikan serta mengaitkannya dengan relevansi gerakan perempuan dalam Islam dan Indonesia.

Ketua Bawaslu Kota Bekasi, Vidya, menambahkan bahwa terdapat beberapa unsur penting dalam kepemimpinan politik perempuan. Pertama, regulasi. Kedua, partisipasi perempuan. Ketiga, pendidikan politik dan pelatihan bagi perempuan. Keempat, perempuan yang terlibat dalam politik praktis harus memiliki kemampuan untuk menyuarakan keadilan bagi masyarakat. Kelima, kerjasama antar-pemangku kepentingan (stakeholder).

Vidya juga mengingatkan bahwa dalam regulasi, partisipasi perempuan dalam legislatif dan birokrasi diatur dalam UU No. 17 Tahun 2017, yang menetapkan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. Namun, ia mempertanyakan apakah regulasi tersebut sudah dijalankan dengan baik dan benar-benar berpihak pada keterwakilan perempuan. Hal ini penting agar perempuan dapat memperoleh hak-haknya baik di birokrasi maupun legislatif.

Ia juga menyoroti keterwakilan perempuan di Bawaslu, yang masih sangat terbatas. Di satu kabupaten atau kota di Jawa Barat, hanya ada 3 sampai 5 perempuan yang bergabung, dan hanya 3 perempuan yang menjabat sebagai Ketua Bawaslu di seluruh Jawa Barat.

“Di satu kabupaten atau kota, hanya ada 3 sampai 5 perempuan yang bergabung di Bawaslu, dan hanya 3 perempuan yang menjadi Ketua Bawaslu di Jawa Barat,” lanjutnya.

Di era yang semakin dinamis ini, kepemimpinan politik perempuan bukan hanya aspirasi, melainkan kebutuhan mendesak. Kehadiran perempuan dalam pengambilan kebijakan, dengan perspektif khas mereka, dapat menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan adil. Ini juga dapat menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya untuk berpartisipasi aktif dalam proses politik yang lebih berpihak pada perempuan.

Keterlibatan dan kepemimpinan perempuan dalam politik mencerminkan kemajuan masyarakat yang berkeadilan gender. Ketika perempuan duduk di meja pengambilan keputusan publik, suara-suara yang terpinggirkan akan lebih terangkat, dan solusi yang lebih komprehensif serta responsif dapat ditemukan. Namun, perjalanan menuju kepemimpinan politik perempuan masih penuh tantangan. Meski perkembangan signifikan telah dicapai, perempuan masih menghadapi hambatan struktural, stereotip, dan kekerasan berbasis gender.

Kepemimpinan politik perempuan bukan sekadar memenuhi kuota atau menciptakan simbolisme. Ini adalah tantangan untuk membangun bangsa yang lebih adil. Buku Fikih Kepemimpinan Politik Perempuan yang baru diluncurkan adalah salah satu alternatif untuk menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kepemimpinan politik perempuan saat ini.

Fikih Penguatan Penyandang Disabilitas

Rumah KitaB diwakili Achmat Hilmi memenuhi undangan Rumah Alifa, dalam kegiatan “Fiqih Penguatan Penyandang Disabilitas” pada hari Minggu, 4 Februari 2024, berlokasi di Pondok Pesantren Al-Istiqamah Bandung.

Rumah Alifa merupakan organisasi yang secara khusus memiliki perhatian khusus terhadap kelompok berkebutuhan khusus di wilayah Bandung Jawa Barat. Organisasi ini dipimpin oleh Ustadzah Hj. Emma Siti Maryamah Imron, salah seorang ulama perempuan muda yang punya perhatian mendalam pada kelompok berkebutuhan khusus di wilayah Bandung. Saat ini Rumah Alifa telah mengelola keanggotaan lebih dari 200 orang, terdiri dari kelompok berkebutuhan khusus dan para pendampingnya.

Kegiatan ini mendiskusikan problem dan tantangan bagi kelompok berkebutuhan khusus dan para pendampingnya dalam berhadapan dengan praktik hukum (ritual keagamaan) di masyarakat yang belum berpihak pada kelompok berkebutuhan khusus.

Kegiatan ini merupakan salah satu upaya bersama Rumah Alifa dan Rumah KitaB dalam penguatan kelompok berkebutuhan khusus, termasuk bagi para pendamping, di mana keduanya dituntut beradaptasi dengan ritual dan praktik keagamaan yang belum berpihak pada kelompok berkebutuhan khusus. Problem utamanya, karena pembelajaran fikih masih berorientasi pada rumus hukum normalitas, meskipun dalam fikih klasik sebetulnya juga memiliki kekhasan tersendiri terkait fikih disabilitas, tetapi masih belum menempatkan mereka sebagai subjek hukum, hanya sebatas objek hukum yang perlu dibantu.

Kegiatan ini melibatkan 60 persen dari jumlah anggota aktif Rumah Alifa yang saat ini telah mencapai 200 anggota, mereka berdomisili di Kecamatan Pacet Bandung. Mereka yang hadir terdiri dari para pendamping dan pihak yang berkebutuhan khusus rata-rata berusia antara 2 – 10 tahun. Para peserta Rumah Alifa lainnya tidak hadir karena keterbatasan aksesibilitas mereka, mengingat sebagian mereka mengalami lumpuh otak sebagian, stroke ringan hingga stroke berat.

Kegiatan tersebut dimulai pukul 08.30 WIB, dan berakhir pukul 11.15 WIB. Para peserta sangat antusias menghadiri kegiatan tersebut. Penerimaan peserta terhadap kehadiran Rumah KitaB sangat positif. Kegiatan tersebut sangat berpihak pada kelompok berkebutuhan khusus. Selama ini fikih (hukum Islam) secara praktis di masyarakat masih belum berpihak pada kelompok berkebutuhan khusus.[]

Sangat Penting Bagi Remaja Mengenal dan Memahami Tubuhnya

DISKUSI mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas sebenarnya tidak asing bagi dunia pesantren. Kitab-kitab fikih yang dikaji dan diajarkan kepada para santri, yang sebagian besar isinya membahas tentang thaharah (bersuci), munakahat (pernikahan), dan muamalah (interaksi sosial), menunjukkan perhatian besar Islam terhadap dua isu tersebut.

Hal itu disampaikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Al-Masthuriyah, Sukabumi, K.H. Unsul Fuad, dalam sambutannya pada acara “Pelatihan Kecakapan Hak Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas bagi Remaja Muslim“, di Gedung Perpustakaan Pondok Pesantren Al-Masthuriyah, Sukabumi, Kamis, 14 Desember 2023.

Acara yang terselenggara atas kerjasama Yayasan Rumah Kita Bersama Indonesia (Rumah KitaB) dan Yayasan Pondok Pesantren Al-Masthuriyah ini berlangsung selama 3 hari, 14 – 16 Desember. Hadir dalam acara ini para peserta yang terdiri dari sejumlah santri beberapa pondok pesantren di Sukabumi.

“Isu kesehatan reproduksi, dan juga seksualitas, bukan merupakan hal asing di pesantren. Kitab-kitab fikih yang kami pelajari di pesantren sudah membahas banyak soal itu. Meskipun tidak didiskusikan secara bebas karena masyarakat masih mengganggapnya tabu, malu, dan hanya merupakan konsumsi orang-orang dewasa di ruang-ruang privat. Padahal itu sangat baik diketahui untuk kesehatan fisik dan mental remaja dalam memasuki masa-masa pubertas,” jelas Kiai Unsul.

K.H. Achmat Hilmi, Lc., M.A., Direktur Kajian Rumah KitaB, menyampaikan pentingnya penguatan kapasitas kaum remaja terkait pemenuhan hak kesehatan reproduksi dan seksualitas. Menurutnya, masa pubertas adalah masa peralihan dari anak-anak ke remaja. Orang yang sedang berada dalam masa pubertas akan mengalami perubahan fisik seperti menstruasi, mimpi basah, bau badan, pinggul membesar, tumbuh jakun, dan lainnya; dan nonfisik seperti tertarik dengan lawan jenis, suasana hati gampang berubah, dan lain sebagainya. Informasi yang benar terkait semua ini sangat penting diketahui dan dipahami oleh para remaja.

“Ketika seseorang mengalami masa pubertas, organ reproduksinya mulai berfungsi. Ketika teman-teman remaja melakukan hal-hal yang bersifat seksual, itu akan menimbulkan risiko. Berhubungan seksual, meski hanya sekali, tetap berpotensi untuk hamil. Remaja melakukan hubungan seksual karena ia ingin mencoba hal baru setelah menonton video porno. Dalam Islam orang boleh berhubungan seksual ketika mereka sudah melakukan pernikahan yang sah secara agama dan negara,” jelas Hilmi.

Hilmi melanjutkan, memahami tubuh sama pentingnya dengan belajar fikih. Dengan memahami tubuh remaja bisa mengetahui apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan terhadap tubuhnya. Tuhan menciptakan manusia sebagai khalifah. Bagaimana bisa menjadi khalifah kalau manusia tidak bertanggungjawab pada tubuhnya sendiri? Mengenal, memahami, merawat dan menjaga tubuh agar tetap sehat adalah misi kekhalifahan.

“Remaja punya hak dasar sebagai remaja, di antaranya hak informasi tentang akses kesehatan yang layak dan benar. Kesehatan reproduksi dan seksualitas dibahas di dalam fikih. Tubuh kita berkaitan dengan ibadah. Teman-teman remaja yang memahami kesehatan reproduksi dan seksualitas akan punya bekal untuk menjalani hidup dan mencegah terjadinya kekerasan seksual baik terhadap dirinya, teman-temannya atau di lingkungan teman-temannya,” kata Hilmi.

Selama tiga hari para peserta diajak untuk belajar dan memahami seksualitas dan hak-hak mereka terkait kesehatan reproduksi. Seksualitas dan reproduksi bukan hanya soal hubungan badan, tetapi tentang bagaimana manusia mengenal dan memandang tubuhnya, serta bagaimana masyarakat, agama dan negara memandang tubuhnya.[]

Dialog Publik Mengawal Agenda Politik Perempuan dalam Pemilu 2024

CIANJUR, 12 Desember 2023, Rumah KitaB, Perempuan Hebat Cianjur (PHC) dan We Lead menyelenggarakan dialog publik bertajuk “Mengawal Agenda Politik Perempuan dalam Pemilu 2024“.

Dialog ini dihadiri oleh sekitar 50 orang peserta dari berbagai elemen masyarakat, seperti ormas keagamaan, organisasi perempuan, wartawan, dan perwakilan perguruan tinggi.

Dialog publik ini membahas 7 agenda politik perempuan yang menjadi fokus di Cianjur, seperti perlindungan perempuan dan anak, penyediaan layanan dasar yang mudah dijangkau, infrastruktur yang ramah dan aman bagi perempuan, hak pekerja yang layak, keadilan ekonomi, partisipasi berpolitik, dan perlindungan pembela HAM.

Hadir sebagai pananggap dalam acara ini adalah Zulfa Indrawati, S.H., M.H (Calon Legislatif dari Demokrat), Olvida H. Simanjuntak, S. Sos. (Calon Legislatif dari PPP), Muhammad Zulfahmi, S.H. (Calon Legislatif dari Golkar).

Sebagai pembuka dialog, Desti Murdijana (We Lead) menyampaikan bahwa politik dalam kacamata gerakan perempuan tidak semata-mata politik praktis, tetapi bisa juga dengan menyuarakan kepentingan perempuan, misalnya dalam pemenuhan hak-hak dasar. Sebab, selama ini suara perempuan seringkali tidak didengarkan, sehingga perspektifnya tidak dijadikan salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan krusial.

Senada dengan itu, para narasumber yang juga merupakan bakal calon legislatif DPRD Kab. Cianjur mengatakan bahwa isu perempuan tidak boleh dianggap sebelah mata. Sebagaimana disampaikan oleh Olvida bahwa perempuan adalah sumber kehidupan manusia. Pun, dua narasumber lainnya berseapakat dengan itu.

Sesi dialog berjalan dengan hangat karena terjadi interaksi yang dinamis antara penanggap dan audiens. Banyak aspirasi, saran, dan juga data pembuka mata yang disampaikan oleh para audiens atas isu-isu yang sedang dibahas, seperti masih banyaknya kasus kekerasan seksual kepada perempuan, meski sudah ada regulasi. Tetapi implementasinya masih kurang tersosialisasikan. Hal lain yang diungkapkan oleh salah satu peserta adalah, pendidikan dasar (kritis) yang bisa diakses oleh perempuan. Meski sudah ada inisiatif untuk membuat sekolah perempuan, namun dengan sumber daya yang terbatas, perlu dukungan dari pemerintah untuk bisa berkelanjutan.[NA]

Peluncuran Buku “Ada Apa dengan Tubuhku? Perihal Tubuh dan Hal-hal yang Perlu Diketahui pada Masa Remaja”

SABTU, 9 Desember 2023, Rumah KitaB mengadakan peluncuran buku “Ada Apa dengan Tubuhku? Perihal Tubuh dan Hal-hal yang Perlu Diketahui pada Masa Remaja“, di Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta. Beberapa narasumber hadir dalam acara ini, yaitu: Achmat Hilmi, Lc., M.A. (Direktur Kajian Rumah KitaB), Vitria Lazzarini Latief, M.Ps. (Psikolog), Dearsya Saskia Putri (Siswi SMA Al-Izhar Pondok Labu), Zulfa Khaerunnisa (Siswi Pesantren Al-Tsaqafah Jakarta). Acara ini dipandu oleh Reesti MPPS (Aktivis dan Jurnalis Perempuan).

Nurhayati Aida, Direktur Program Rumah KitaB, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Rumah KitaB adalah sebuah lembaga yang mendasarkan kerja-kerjanya pada riset-riset sosial dan kajian-kajian keagamaan klasik dan kontemporer. Umumnya para peneliti Rumah KitaB adalah alumni pesantren yang melanjutkan pendidikannya di Timur Tengah dan beberapa perguruan tinggi di tanah air.

“Rumah KitaB mendasarkan kerja-kerjanya pada riset-riset sosial dan kajian-kajian keagamaan. Kenapa? Karena Rumah KitaB sering melakukan pendampingan kepada komunitas-komunitas di masyarakat. Kami menyebut komunitas-komunitas ini sebagai komunitas-komunitas rentan. Di antaranya komunitas perempuan, anak, dan remaja. Kami meyakini bahwa anak dan remaja memiliki potensi yang luar biasa. Karena mereka adalah wajah masa depan Indonesia. Tetapi kalau hak-hak yang seharusnya mereka miliki tidak dipenuhi, maka mereka berpotensi untuk mendapatkan kerentanan,” kata Aida menyampaikan.

Oleh karena itu, lanjut Aida, hak-hak anak harus dipenuhi. Buku “Ada Apa dengan Tubuhku? Perihal Tubuh dan Hal-hal yang Perlu Diketahui pada Masa Remaja” adalah salah satu ikhtiar dari Rumah KitaB untuk memenuhi hak anak dan remaja, yaitu hak memperoleh informasi dan pengetahuan yang benar terkait dengan kesehatan reproduksi dan seksualitas. Buku ini disusun berdasarkan pengalaman Rumah KitaB berkunjung dan bersilaturrahim ke berbagai pesantren di seluruh Indonesia.

Achmat Hilmi, Lc., M.A., dalam paparannya mengatakan bahwa buku “Ada Apa dengan Tubuhku? Perihal Tubuh dan Hal-hal yang Perlu Diketahui pada Masa Remaja” sangat penting untuk dibaca khususnya oleh para remaja karena buku ini bicara secara jujur mengenai seksualitas dan pengalaman remaja ketika memasuki masa-masa pubertas.

“Buku ini menyajikan informasi dengan sangat jujur, terbuka, dan apa adanya. Pengalaman-pengalaman para remaja, laki-laki dan perempuan, baik biologis dan psikologis yang terkait seksualitas ketika memasuki masa pubertas dibicarakan dengan sangat baik di dalam buku ini. Karena itu, buku ini harus dibaca oleh para remaja.

Zulfa Khaerunnisa berbicara mengenai pengalamannya berproses menjadi remaja di pesantren. Ia mengatakan di pesantren bukan hanya belajar tentang agama, tetapi juga hal-hal yang terkait dengan sosial, bahkan tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas yang bisa didapatkan di dalam kitab-kitab fikih yang memang menjadi pelajaran wajib di pesantren.

“Saya sangat bangga menjalani hidup sebagai remaja di pesantren. Hidup hanya sekali, dan step-stepnya jelas dan masing-masing kita lewati hanya sekali; anak-anak sekali, remaja sekali, dewasa sekali, tua sekali, dan seterusnya. Saya sangat menikmati masa remaja ini. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Di masa ini saya bisa mengeksplor banyak hal dan bisa meng-upgrade diri untuk secara istiqamah menjadi lebih baik meskipun tumbuh di pesantren,” tuturnya.

Dearsya Saskia Putri, yang menjalani masa remajanya di sekolah swasta, menyatakan rasa senangnya menjadi remaja karena di masa ini ia bisa tumbuh dan berkembang dengan mulai memperoleh informasi yang sebelumnya belum pernah didapat atau bahkan tidak boleh diketahui ketika masih di masa kanak-kanak.

“Di masa remaja kita biasanya mau coba ini dan itu atau hal-hal baru yang disuka maupun tak disuka dengan mencari informasi lebih lanjut mengenai semua itu. Di masa ini juga kita mulai merasakan perasaan terhadap lawan jenis, fisik-mental mengalami banyak perubahan. Dan di masa inilah kita mulai memahami pentingnya memilah dan memilih informasi yang kita dapat sehingga kita bisa mengambil langkah yang lebih tepat untuk setiap apa yang ingin kita lakukan. Lebih-lebih jika itu menyangkut seksualitas. Artinya, masa remaja ini benar-benar membuktikan kepada kita bahwa masa itu super-duper important dalam hidup kita,” kata Dearsya menjelaskan.

Vitria Lazzarini Latief, M.Ps. menyampaikan pentingnya remaja mendapatkan informasi dan pendidikan mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas karena masa remaja adalah fase peralihan dari usia anak menuju usia dewasa. Menurutnya, kalau ditinjau dari aspek psikologis, bahwa pada setiap tahapan periode usia tertentu ada tugas perkembangannya. Salah satunya adalah menjaga tubuh agar tetap sehat. Di sinilah pentingnya informasi mengenai kesehatan reproduksi. Karena fungsi reproduksi berjalan baru pada usia remaja.

“Saya sangat senang bisa terlibat dalam diskusi ini. Karena bisanya isu kesehatan reproduksi dan seksualitas itu susah diomongin di depan publik. Tetapi di sini para santri/siswa bebas berdiskusi dan menyampaikan pendapatnya tanpa khawatir. Bagi mereka ini informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas sangat penting. Di masa sebelumnya, atau di masa kanak-kanak, mereka tidak mengalami apapun selain kencing saja. Tetapi begitu memasuki usia remaja, banyak hal terjadi. Laki-laki mulai mimpi basah dan perempuan mulai menstruasi, dan seterusnya,” paparnya.

Vitria menjelaskan, bagi yang tidak punya informasi tentang itu, ketika pertama kali mengalami mimpi basah atau menstruasi, akan merasa telah melakukan sebuah kesalahan dan dosa, “Aku dosa apa ya? Kok bisa aku begini?” Menurutnya hal ini terjadi karena mereka tidak tahu, dan tidak ada percakapan mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas di rumah dan juga sekolah. Oleh karena itu, buku “Ada Apa dengan Tubuhku? Perihal Tubuh dan Hal-hal yang Perlu Diketahui pada Masa Remaja” sangat penting dibaca oleh para remaja untuk membuka percakapan dan diskusi tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas di masa peralihan ini.[]

Pelatihan Kecakapan Hak Reproduksi dan Seksualitas bagi Remaja Muslim

JUM’AT – Minggu, 1 – 3 Desember 2023, untuk kesekian kalinya Rumah KitaB menyelenggarakan pelatihan kecakapan hak reproduksi dan seksualitas bagi remaja muslim. Kali ini diselenggarakan di Pondok Pesantren Al-Istiqomah, Pacet, Bandung. Puluhan santri/santriwati dari sejumlah pesantren di Kabupaten Bandung hadir sebagai peserta dalam kegiatan yang berlangsung selama tiga (3) ini.

K.H. Ahmad Fauzi Imron, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Istiqomah, menyambut baik kegiatan pelatihan yang diinisiasi oleh Rumah KitaB untuk diadakan di pesantren asuhannya. Ia mengatakan bahwa isu kesehatan reproduksi dan seksualitas sebenarnya sangat akrab dengan dunia pesantren. Melalui pengajian kitab-kitab fikih, para santri/santriwati sudah diajarkan dan diberikan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas.

“Secara prinsip para santri/santriwati sudah diajarkan mengenai dasar-dasar kesehatan reproduksi dan seksualitas. Hampir seluruh bab di dalam fikih punya kaitan erat dengan organ-organ reproduksi dan seksualitas. Dalam bab thaharah, ibadah, dan muamalah misalnya, jelas memperlihatkan perhatian fikih (Islam) mengenai masalah ini,” ungkapnya.

Kiyai Fauzi mengapresiasi Rumah KitaB yang menyasar anak-anak remaja Muslim sebagai audience pelatihan, terutama anak-anak remaja di pesantren. Menurutnya, melalui pelatihan ini, dasar-dasar pengetahuan yang sudah dipelajari para santri/santriwati dapat dikembangkan dan perdalam sehingga itu bisa menjadi bekal bagi mereka untuk memasuki dunia pernikahan bila sudah tiba waktunya nanti.

“Harapan saya pelatihan ini dapat membuka dan menambah wawasan para santri/santriwati. Mereka sudah memasuki usia remaja dan tidak lama lagi akan memasuki usia muda. Di masa muda, di saat mereka sudah tidak lagi dianggap sebagai anak, apalagi jika mereka sudah berusia 19 tahun sesuai Undang-Undang berlaku, banyak hal yang mungkin mereka alami, selain mungkin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, bisa jadi mereka akan akan langsung menikah. Bekal pengetahuan dari pelatihan ini akan sangat berarti bagi mereka dalam memasuki pernikahan,” tuturnya.

Roland Gunawan, Staf Kajian Rumah KitaB, dalam sambutannya menekankan pentingnya pelatihan ini bagi remaja Muslim. Ia menegaskan bahwa pengetahuan adalah hak seluruh manusia, baik laki-laki maupun perempuan, di manapun dan kapanpun. Dalam masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas, kaum remaja adalah kelompok yang paling memerlukan pengetahuan ini.

“Para remaja adalah kelompok dengan kejiwaan yang masih labil dan sangat besar rasa ingin tahunya. Kalau rasa ‘ingin tahu’ ini tidak diarahkan kepada hal-hal yang positif, itu bisa berbahaya. Pengetahuan mengenai hak-hak reproduksi dan seksualitas sangat penting bagi para remaja agar mereka mengenal tubuh mereka serta bagaimana seharusnya mereka memperlakukan, menjaga, dan melindungi tubuh mereka,” kata Roland menjelaskan.

Roland mengutip sebuah ucapan kuno yang mengatakan “barangsiapa yang mengenal dirinya niscaya ia dapat mengenal Tuhannya”, bahwa dengan mengenal tubuh dan mengetahui hak-haknya secara baik, maka remaja akan tahu bagaimana merawat, menjaga, melindungi dan memperlakukan tubuhnya sehingga tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang menyimpang. Dan dengan demikian, remaja akan semakin dekat dengan Tuhannya.

“Dalam pelatihan ini para peserta diberikan dua buku materi: pertama, buku ‘Ada Apa dengan Tubuhku?’; kedua, buku ‘Modul Kecakapan Hak Reproduksi dan Seksualitas bagi Remaja Muslim‘. Buku pertama berisi tentang pubertas, perbedaan dan pembedaan antara laki-laki dan perempuan, mitos dan fakta seputar tubuh laki-laki dan perempuan, hak-hak anak, relasi sosial, dan cara berkomunikasi remaja di masyarakat. Sedangkan buku kedua berisi tentang cara dan media yang bisa digunakan dalam proses belajar selama masa pelatihan,” paparnya.[RG]