Jalan Panjang Perjuangan untuk Perlindungan Perempuan
Oleh: Nurasiah Jamil
Setelah Provinsi Aceh, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang paling awal mengeluarkan Perda Syariah sebagaimana tertuang dalam Perda No. 03 Tahun 2006 tentang Gerakan Pembangunan Berakhlakul Karimah atau Gerbang Marhamah.
Di era kemerdekaan, wilayah Cianjur pernah menjadi basis Darul Islam yang berafiliasi dengan Tentara Islam Indonesia yang dikenal dengan DI/TII. Cianjur memiliki tradisi pesantren yang kuat yang berpusat di pedalaman, salah satunya di Cikundul. Salah seorang tokoh kharismatik dari Cikundul adalah Mama Abdullah bin Nuh, salah seorang pendiri HTI yang dideklarasikan di pesantrennya di Bogor. Cianjur juga menamakan dirinya sebagai Kota Santri.
Politik identitas Islam yang menguat pascareformasi di berbagai daerah di Indonesia juga sangat kuat dirasakan di Cianjur. Partai-partai sekuler atau Islam memperebutkan suara dari umat Islam yang di belakangnya memiliki agenda penegakan syariat Islam. Di lain pihak kehidupan modern dengan masuknya para turis asing (Arab, Barat) tinggal di perumahan atau hotel-hotel di wilayah Puncak hingga Cianjur membuat warga mengeras dalam kaitannya dengan cara-cara beragama. Menguatlah nilai-nilai konservatif agama.
Ada kontestasi antar Pemda dengan tokoh masyarakat, para kiai pesantren dalam otoritas terkait pandangan keagamaan dan bagaimana visi-misi pembangunan di Kabupaten Cianjur. Masuknya pengaruh trans-nasional gerakan Islam Salafi dan Wahabi (internasional) turut mewarnai menguatnya politik identitas itu.
Perkembangan sosial politik keagamaan serupa itu berpengaruh besar kepada rancangan visi misi pembangunan di Kabupaten Cianjur. Muncul kebijakan-kebijakan yang tak berdampak luas kepada kesejahteraan masyarakat tetapi populis dan dianggap sangat penting, seperti kewajiban untuk menjalankan salat berjamaah atau kewajiban mengaji setelah magrib. Peraturan ini jelas diskriminatif karena warga Cianjur tak hanya beragama Islam.
Jargon penerapan syariat Islam pada kenyataanya seperti tak terhubung dengan pembangunan manusia di Cianjur. Pada tahun 2020 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Cianjur mencapai 64,62 menempati posisi terendah di Jawa Barat dengan rata-rata IPM 71,30. Angka harapan Sekolah di Jawa Barat mencapai 11,5 tahun, sementara di Kabupaten Cianjur baru mencapai 6,93 tahun.
Korupsi menjadi persoalan akut. Cianjur menjadi pemberitaan luas ketika kepala daerah tertangkap operasi tangkap tangan (OTT) KPK saat transaksi proyek pembangunan di halaman masjid setelah salat subuh berjamaah. Wilayah Cianjur yang luas dan menjadi lokasi proyek-proyek perumahan merupakan lahan subur korupsi. Di sisi lain kawasan Puncak-Cipanas menjadi lokasi pariwisata yang menjadi lahan empuk untuk masuknya transaksi terselubung kawin kontrak.
Atas beberapa temuan fakta data di atas, Rumah KitaB memutuskan mulai mendampingi Cianjur sejak 2018 diawali dengan pintu masuk program pencegahan perkawinan anak. Pemerintah yang saat itu dipegang oleh Plt Bupati dengan seorang Asisten Daerah 1 yang sangat proaktif menjadi kunci awal optimisme adanya daya ungkit yang baik untuk mendukung perubahan di Kabupaten Cianjur.
Kegiatan yang dilakukan adalah pelatihan kepada tokoh formal, non formal dan tokoh pesantren serta ormas keagamaan. Selain sosialisasi bersama untuk pencegahan perkawinan anak yang telah dilakukan setelah pelatihan, melalui pendampingan ini bersama-sama berhasil mendorong regulasi Peraturan Bupati No 10 Tahun 2020 tentang Pencegahan Perkawinan Anak.
Kegiatan sosialisasi, pelatihan serta pendampingan terus dilakukan hingga saat ini melalui berbagai program dalam kerangka perlindungan perempuan dan anak di Cianjur.
Dampak Kawin Kontrak
Pada akhir tahun 2019, dalam asesmen Yayasan Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB) untuk program We Lead, salah seorang mitra perempuan di Cianjur, Rina Mardiyah, perwakilan dari Komisi Pemberdayaan Perempuan Remaja dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (PPRK MUI) menyampaikan perihal fakta mengenai dampak kawin kontrak yang dialami perempuan pada tahun 2001 yaitu dinikahi oleh satu orang namun disetubuhi oleh sembilan orang, dan saat ini korban telah meninggal.
Ia menyebutkan bahwa kasus kawin kontrak di Cianjur sangat menyedihkan. Sejak tahun 2000 ia telah mengupayakan advokasi penyelesaian masalah perkawinan kontrak, namun tidak membuahkan hasil. “Pemerintah tak pernah serius menangani masalah ini,” ungkapnya.
Atas upaya pendekatan para aktivis dan masyarakat di Cianjur, pada tahun 2021 keresahan perihal kawin kontrak tersebut sampai di telinga bupati yang baru yang sebelumnya merupakan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Herman Suherman.
Asisten Daerah (Asda) 1 Asep Suparman mendiskusikan kepada Rumah KitaB bahwa bupati ingin merespons pencegahan kawin kontrak dengan membuat Perbup tersebut dalam target kerja 100 hari bupati. Rumah KitaB dan beserta mitra merespons positif dan mendukung untuk mewujudkan kebijakan tersebut.
Beragam diskusi dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak untuk memastikan kebijakan ini dirasa tepat dalam kerangka perlindungan perempuan di Cianjur.
Persiapan penyusunan Perbup pencegahan kawin kontrak berlangsung pada 3 Juni 2021 dan dipimpin oleh Asda 1 beserta Kepala Bagian Hukum Pemda. Kami mendengarkan masukan dari pada pihak dan semua sepakat perlunya adanya Perbup Pencegahan Kawin Kontrak.
Kemudian, draft Perbup disusun oleh sebuah tim penyusun kecil. Pihak Pemda meminta usulan siapa saja yang harus terlibat dalam tim penyusun. Kami mengusulkan bahwa RumahKitaB dan perwakilan mitra terlibat dalam pengecekan dokumen.
Launching Perbup Pencegahan Kawin Kontrak
Pada Jum’at, 18 Juli 2021 adalah hari yang bersejarah itu. Launching Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Cianjur Nomor 38 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Kawin Kontrak. Kabag Hukum Pemda Cianjur, Muchsin Sidiq Elfatah dalam kata sambutannya memberikan apresiasi kepada seluruh elemen yang telah mendukung proses penyusunan Perbup.
“Perbup ini merupakan upaya perlindungan Pemerintah Cianjur terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Cianjur,” ucapnya.
Testimoni pendamping korban kawin kontrak disampaikan oleh diwakili oleh Ketua PPRK MUI Cianjur, Rina Mardiyah aktivis perempuan Cianjur dan juga mitra Rumah KitaB.
“Permasalahan kawin kontrak bukanlah hal baru di Cianjur. Sejak tahun 2000 saya bersama bersama aktivis perempuan lainnya sudah melakukan advokasi kawin kontrak. Selang dua puluh satu tahun kemudian, perjuangan advokasi kawin kontrak ini melihat titik terang dengan diterbitkannya Perbup,” ucap Rina Mardiyah penuh haru.
Ia juga menyampaikan bahwa aktivis perempuan dan atas dukungan Rumah KitaB siap mengawal implementasi Perbup. “Hal lain yang harus menjadi perhatian adalah perlunya peraturan daerah (Perda) untuk memperkuat Perbup Pencegahan Kawin Kontrak,” lanjutnya.
Bupati Herman Suherman menyebutkan betapa pentingnya posisi perempuan dalam Islam. “Perempuan adalah sumber kehidupan. Tanpa perempuan, kehidupan di dunia ini tidak akan bisa berjalan dengan sempurna. Sebab, seluruh kehidupan lahir dari rahim perempuan,” sebutnya dalam kata sambutan.
Ia menambahkan, bahwa ia bertekad untuk menerbitkan regulasi tentang kawin kontrak sebagai salah satu prioritas kerja di 100 hari pertamanya sebagai bupati.
“Perbup ini bukanlah akhir dari perjuangan dalam pencegahan kawin kontrak. Perbup merupakan babak awal untuk diimplementasikan oleh semua elemen masyarakat,” pungkasnya.
Perbup menjadi sebuah babak baru. Aturan yang diterbitkan oleh Pemkab Cianjur ini merupakan bentuk dari tanggung jawab moral dalam upaya pencegahan dan pelarangan termasuk sebagai payung hukum untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengapresiasi penerbitan Perbup ini. Peraturan ini dinilai sebagai salah satu komitmen Pemerintah Kabupaten Cianjur untuk memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak dari kekerasan termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang salah satu modusnya adalah kawin kontrak.
“Banyak perempuan dan anak yang masih menjadi korban modus kawin kontrak. Penguatan regulasi melalui diterbitkannya Perbup Nomor 38 Tahun 2021 bisa menjadi salah satu pilar dalam memastikan upaya penanganan kasus kawin kontrak bisa diminimalisasi khususnya di Kabupaten Cianjur,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati, dalam Webinar Sosialisasi Perbup Nomor 38 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Kawin Kontrak secara hybrid, Senin (23/5).
Sosialisasi Perbup pun terus digenjot. We Lead dan Rumah KitaB menyediakan bahan kampanye serta melakukan serangkaian sosialisasi, di antaranya sosialisasi pencegahan perkawinan anak yang dilakukan di pengajian Muslimat NU Cianjur pada bulan September 2021, dalam kegiatan PPRK MUI dan Baznas Cianjur untuk enam Kecamatan wilayah Cianjur Utara serta dalam pengajian WSII bagi jemaah WSII di Cianjur 2021.
Empat bulan setelah pengesahan Perbup, Cianjur diguncang oleh berita kematian Sarah (21), perempuan dari Desa Sukamaju, Cianjur yang dianiaya dan disiram air keras oleh suaminya Abdul Latif, seorang warga negara Arab Saudi. Sarah mengalami luka disekujur tubuhnya dan akhirnya meninggal. Sarah dan Abdul Latif menikah siri dengan perjanjian.
Kisah tragis Sarah, yang terjadi pada Sabtu (20/11/2021) tersebut membuka mata bahwa ada situasi tak wajar di Cianjur. Kasus ini yang meresahkan Bupati Cianjur Suherman, hingga saat itu meminta jajarannya bertindak tegas. Kasus Sarah menjadi momen bertambahnya deretan korban kematian dan dampak negatif dari adanya kawin kontrak. Perbup pun menjadi semakin relevan.
Lahirnya Perempuan Hebat Cianjur (PHC)
Rumah KitaB dan mitra di Cianjur masuk dalam struktur satgas pencegahan kawin kontrak di bagian bidang pencegahan. Secara kolaborasi dan mandiri, Rumah KitaB dan mitra seperti PPRK MUI, Badan Kerja Sama Wanita Islam (BKSWI), Muslimat NU dan Wanita Syarikat Islam (WSI) melakukan sosialisasi adanya Perbup tersebut.
Di fase ini PPRK MUI sebagai mitra Rumah KitaB banyak menerima laporan kekerasan seksual, namun tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pendampingan layanan kasus. Lembaga layanan di Cianjur pun sangat jarang dan saat itu sedang berlangsung transisi dari keberadaan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
Hingga akhirnya PPRK MUI merekomendasikan lahirnya Perempuan Hebat Cianjur (PHC) pada Januari 2022. PHC terdiri dari perempuan-perempuan muda yang berlatar belakang pendidikan dan pengalaman berbeda namun memiliki keresahan yang sama untuk membantu sesama perempuan dalam upaya penanganan kasus kekerasan, karena mereka sendiri mengalami hal yang sama.
Anggota PHC berasal dari latar yang beragam. Ada yang berpendidikan SMA hingga sarjana. Ada yang pernah menjadi pekerja migran. Ada yang pernah mengalami kasus kekerasan rumah tangga. Mereka berkumpul dengan nama perempuan hebat bukan karena hebat berprestasi atau jabatan, melainkan hebat karena dengan keterbatasan mereka mau merangkul dan memperjuangkan para perempuan lainnya
Kelahiran PHC tersebut tergolong organik dan merupakan respons dari rasa prihatin atas berbagai bentuk kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di wilayah Cianjur, dan belum adanya lembaga layanan—berperspektif dan memiliki keberpihakan perempuan—yang dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat. Kesadaran akan pentingnya generasi muda terjun langsung di lapangan untuk merespons kasus kawin kontrak, juga menjadi salah satu latar belakang.
Dukungan dari para pihak, termasuk dukungan secara resmi yang diberikan dalam bentuk surat rekomendasi dari MUI untuk bekerjasama dalam isu-isu sosial kemasyarakatan.
Merespons banyaknya kasus, PHC melakukan audiensi dengan Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Cianjur untuk memudahkan koordinasi pelaporan kasus yang diterima oleh PHC yang kemudian perlu ditindaklanjuti oleh Kanit PPA. PHC juga melakukan audiensi kepada Bupati Cianjur untuk menyampaikan aspirasi dan permintaan dukungan dalam rangka penanganan kasus yang sedang diselesaikan.
Peningkatan Kapasitas untuk PHC
Pada 8 Maret 2022 bertempat di ruang rapat Bupati kawasan pendopo Bupati Cianjur, dalam rangka International Women’s Days Rumah KitaB dan We Lead menyelenggarakan audiensi kepada Bupati Cianjur. Pertemuan ini bertujuan menyampaikan dan menguatkan komitmen dukungan Rumah KitaB dan We Lead dalam upaya perlindungan anak dan perempuan di Cianjur terutama pasca lahirnya Perbup No 38 Tahun 2021 tentang pencegahan kawin kontrak.
Sebuah momen penting adalah sebuah workshop Refleksi Mitra We Lead Cianjur yang digelar pada 8 Maret 2022. Beberapa aktivis PHC terlibat di dalamnya. Forum ini membahas perkembangan pendampingan serta melakukan sejumlah refleksi.
Dari refleksi tersebut, lahirlah kebutuhan untuk adanya peningkatan kapasitas. Untuk itu, Rumah KitaB kemudian menyelenggarakan tiga rangkaian Workshop Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan. Workshop pertama adalah penguatan kapasitas terkait isu gender dan masalah apa yang akan diselesaikan dan menyusun roadmap.
Pada workshop kedua adalah untuk menguatkan skill konseling dan pendampingan, diselenggarakan pada 1-3 September 2022. Selama dua hari berproses, peserta dibekali dengan materi teknik konseling, strategi rujukan, dan pembuatan dan pencatatan dokumen pengaduan kasus. Ketiga kemampuan ini penting dimiliki oleh orang atau kelompok yang fokus pada penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan, seperti PHC ataupun Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
Dalam dua hari pelatihan, peserta juga diajak untuk bermain peran penanganan kasus. Ada tiga tema yang dibawakan oleh peserta, yaitu: perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, dan human trafficking. Ketiga kasus ini merupakan adaptasi dari kasus nyata yang dihadapi oleh masyarakat Cianjur. Fasilitator juga memberikan masukan pada teknik konseling dan penyelesaian kasusnya.
Sementara pada hari ketiga dalam pelatihan ini dikhususkan untuk penguatan tim dari PHC. Sebagai sebuah organisasi perempuan yang fokus pada penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, seluruh anggota PHC masih berstatus relawan. Pada sesi ini peserta dipandu oleh Desti Murdijana, Testia Fajar Fitriyanti, dan Nurasiah Jamil.
Proses pelatihan selama tiga hari ini berjalan dengan baik, baik secara proses maupun dalam materi yang disampaikan. Disepakati pertemuan ketiga workshop akan membahas tentang penguatan kapasitas tentang perspektif agama dalam perlindungan terhadap kekerasan perempuan, hukum (alur pelaporan) dan pentingnya branding PHC.
Berbagai pelatihan ini membuat kemampuan para anggota PHC semakin menguat. Mereka semakin percaya diri dalam menerima aduan dan melakukan pendampingan. Sebagai sebuah organisasi perempuan yang fokus pada penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, seluruh anggota PHC masih berstatus relawan.
“Dengan adanya pelatihan pendampingan tersebut, kami menjadi bisa lebih profesional dalam penanganan kasus,” tutur salah seorang anggota PHC. Mereka kemudian terus berjejaring dengan lembaga lainnya, salah satunya dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sehingga enam dari sepuluh anggota PHC sudah tersertifikasi sebagai paralegal.
Sementara itu, di tingkat nasional, sebuah peristiwa penting terjadi. UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS resmi diundangkan pada Senin (9/5/2022) lalu melalui Lembaran Negara Tahun 2022 Nomor 120. Keberadaan UU ini menjadi penguat relevansi perbup pencegahan kawin kontrak karena selama ini belum ada kaitan regulasi di tingkat atas (UU).
Perempuan Membantu Perempuan
21 November 2022, Cianjur dihantam bencana gempa bumi 5.6 magnitudo yang menimpa 16 kecamatan dan 180 desa. Sebanyak 602 korban jiwa meninggal. Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) di lima kecamatan yang terdampak paling parah, total pengungsi yang terdata sebanyak 114,683 orang dengan pengungsi perempuan sebanyak 59.902 orang atau sebesar 52,23 persen lebih banyak dari pengungsi laki-laki.
Sebanyak 23.959 pengungsi adalah kelompok wanita usia subur. Situasi ini dirasa berat oleh siapapun, terutama menjadi beban ganda yang berlipat bagi korban kekerasan yang didampingi oleh PHC. Salah satu situasi yang dialami oleh korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah bertambahnya kekerasan yang diterima oleh suaminya karena ketidakmampuan ekonomi untuk memenuhi keperluan keluarga. Pekerjaan suami hilang, namun kebutuhan harus tetap dipenuhi, hal tersebut menjadikan para perempuan ini berhutang untuk memenuhi kebutuhannya.
Pada saat respons dan pascagempa tersebut, PHC menjadi salah satu mitra utama United Nations Population Fund (UNFPA) dan Yayasan Pulih sebagai organisasi lokal non pemerintah yang fokus pada perlindungan perempuan dan anak di Cianjur.
PHC terlibat mulai dari pendataan terpilah pengungsi dan kebutuhan perempuan dan anak serta disabilitas hingga sosialisasi pentingnya mengenali ragam kekerasan berbasis gender dari posko ke posko pengungsian di lima kecamatan terparah akibat gempa. Selain itu secara lembaga atas bantuan dari berbagai pihak ia menyalurkan bantuan kebutuhan langsung seperti pampers, makanan bayi, matras, alat mandi, dan hygine kit yang diperlukan oleh perempuan di pengungsian.
Sebagai tindak lanjut dari proses bantuan pascabencana tersebut, pada tahun 2023 empat tim PHC dilibatkan secara aktif untuk menjadi fasilitator dalam pemberian cash virtual assistance kepada 36 perempuan korban kekerasan yang telah didampingi PHC. Proses pemberian bantuan dilakukan secara langsung via transfer dan sebagian cash kepada korban dari pemberi dana sebanyak tiga kali dengan nominal Rp.1.000.000,- per termin. Tim pendamping PHC memastikan bantuan tersebut diterima oleh korban dan melakukan pemantauan setelah diberikan bantuan.
Tim PHC tidak menyangka bahwa pendampingan mereka bisa sampai pada penguatan kebutuhan ekonomi korban. Tidak mudah bagi tim PHC untuk bisa meyakinkan para pihak bahwa korban dampingan PHC berhak mendapatkan bantuan tersebut. Namun atas kerja tim 36 korban tersebut dapat diverifikasi untuk mendapatkan bantuan.
Semua penerima bantuan mengalami perubahan dan terbantu dengan adanya bantuan tersebut, terutama dalam pemenuhan kebutuhan sandang pangan keluarga korban dan perempuan korban dianggap bisa berdaya dan menghasilkan pendapatan sehingga mengurangi terhadap terjadinya KDRT yang diterima oleh korban.
Perempuan membantu perempuan, PHC berhasil melakukan hal tersebut beyond dari yang mereka bayangkan sebelumnya.
Selanjutnya, pada tahun 2023, PHC meluncurkan program Perempuan Berani Bicara dan hotline serta melakukan edukasi publik ke sekolah, remaja dan pengajian-pengajian. Hal tersebut guna mendorong keberanian korban melapor dan mencari pertolongan. PHC hadir di tengah masyarakat yang selama ini menganggap kekerasan adalah urusan privat. PHC mampu memberikan pendampingan dan solusi sesuai yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Sejak Januari 2022 hingga Juni 2023, PHC telah menerima laporan sebanyak 52 kasus. Ragam kasus yang didampingi adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), eksploitasi seksual, TPPO dan jenis kekerasan seksual lainnya.
Selama perjalanan penanganan kasus, sudah tentu tak mulus-mulus saja. PHC menghadapi banyak tantangan birokrasi, yang menggerakkan mereka untuk melakukan audiensi khusus kepada Bupati Cianjur dan bermitra dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A), Unit PPA Polres Cianjur dan RSUD Cianjur.
Audiensi dan kemitraan tersebut berupaya mendorong lahirnya sebuah forum perlindungan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Cianjur, guna mempermudah dalam penanganan kasus kekerasan. PHC secara resmi telah melakukan pelaporan kasus yang ditanganinya melalui SIMFONI yang dihimpun oleh UPTD PPA dan DPPKBP3A yang terekam secara nasional melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Perjuangan untuk mewujudkan perlindungan perempuan di Cianjur memang masih panjang, namun akan terus berproses. Draf peraturan bupati tentang forum perlindungan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak telah rampung. Semoga sesuai harapan atas keterlibatan bermakna masyarakat sipil dalam pengambilan kebijakan terutama dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak akan terwujud.[]