Pernikahan Anak dan Perdagangan Manusia di Kamp Pengungsian Rohingya Meningkat Selama Pandemi
PBB merilis studi pada Kamis (17/09) yang menunjukkan tren pernikahan anak dan perdagangan manusia di kamp pengungsian Rohingya di Bangladesh meningkat. Dihentikannya akses pelayanan anak jadi salah satu faktor penyebab.
Menurut sebuah studi yang dirilis PBB pada Kamis (17/09) menunjukkan tren pernikahan anak dan perdagangan manusia di kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh mengami peningkatan setiap harinya.
Bangladesh mengurangi aktivitas bagi kaum muda di kamp-kamp pengungsian semenjak April dan memfokuskan pada pelayanan kesehatan darutat dan penyediaan makanan sebagai upaya mencegah penyebaran virus korona. Para aktivitas relawan pun juga dibatasi.
Akibatnya banyak pelayanan untuk anak-anak terhenti dan membuat mereka semakin sulit mendapatkan bantuan.
Penelitian dilakukan pada bulan Mei dan pejabat PBB mengatakan hal tersebut masih berlangsung hingga kini.
“Sebelum COVID-19 melanda ada aktivitas kemanusiaan yang lebih besar dan … ruang yang ramah. Anak-anak dapat berbicara dengan fasilitator dan berbagi keresahan mereka dengan teman-teman. Pelayanan tersebut tidak tersedia kepada banyak orang sekarang,” kata Kristen Hayes, koordinator sektor Perlindungan Anak yang bekerja di bawah naungan PBB.
“Perkawinan anak meningkat karena tidak adanya tindakan pencegahan,” katanya. “Langkah-langkah (pencegahan) juga disiapkan untuk kasus perdagangan manusia.“
Anak-anak yang jadi korban
Berdasarkan data PBB, dari sekitar 700.000 pengungsi Rohingya yang tiba di Bangladesh pada tahun 2017, lebih dari setengahnya merupakan anak-anak. Mereka melakukan eksodus massal dari Myanmar.
Lebih dari 350 kasus perdagangan manusia Rohingya teridentifikasi tahun lalu, di mana sekitar 15% melibatkan anak-anak.
Bahkan awal bulan ini hampir 300 pengungsi Rohingya dilaporkan tiba di Pantai Ujong Blang, Aceh setelah enam bulan terombang-ambing di atas laut.
POTRET WARGA ROHINGYA RELA BERTARUH NYAWA DI LAUTAN HINGGA TERDAMPAR DI ACEH
Terombang-ambing di lautan
Sebanyak 99 pengungsi Rohingya ditemukan terombang-ambing di atas sebuah kapal di perairan Aceh Utara, Rabu (24/06). Mereka ditemukan oleh nelayan sekitar yang kebetulan sedang melintas di sekitar lokasi. Ini bukan kali pertama sebuah kapal motor bermuatan puluhan bahkan ratusan pengungsi Rohingya terdampar di perairan Aceh Utara.
“Tidak seorang pun dapat mengharapkan adanya kinerja (layanan) normal selama COVID,” ujar Mahbub Alam Talukder, Komisioner Bantuan dan Pemulangan Pengungsi tentang penjelasan pengurangan layanan.
“Tindakan ini membantu kami mengendalikan virus dan menekan angka kematian. Kondisinya saat ini baik. Sekarang kami akan melanjutkan aktivitas normal, dengan protokol kesehatan. ”
Studi ini memicu sejumlah LSM menyerukan akses yang lebih besar terkait perlindungan anak di kamp-kamp pengungsian.
BRAC, sebuah LSM Bangladesh yang beroperasi di kamp, mengatakan bahwa mereka menemukan banyak kasus pernikahan di bawah umur, kekerasan terhadap anak, dan KDRT.
“Untuk saat ini, kami mencoba mengatasi masalah ini melalui konseling online perorangan dengan relawan kami,” papar juru bicara BRAC, Hasina Akhter.
rap/vlz (Reuters)
Sumber: https://www.dw.com/id/perdagangan-manusia-di-kamp-rohingya-meningkat-saat-pandemi/a-54972098
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!