Problem Pernikahan Anak, PPPA: Agama dan Budaya Jadi Dasar

Jakarta – Pemerintah tengah berusaha menghentikan pernikahan anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melihat ada faktor yang mendorong pernikahan usia kelewat dini.

“Mereka lakukan ini biasa karena berdasarkan agama dan budaya. Dalam budaya kita lebih baik kawin cepat cepat lah, setelah itu terserah,” kata Sekretaris Kementerian PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu, di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Minggu (22/7/2018).

Dia berbicara usai perayaan Hari Anak Nasional dalam bentuk kegiatan ‘Suara Anak Genius Berencana’ menggaungkan tanda pagar #StopPerkawinanAnak. Perkawinan anak memang banyak disorot akhir-akhir ini, terakhir ada peristiwa pernikahan anak di Tapin, Kalimantan Selatan, antara anak usia 14 tahun dan 15 tahun.

Menurut Pribudiarta, pernikahan semacam itu mengganggu tumbuh kembang anak itu sendiri. Faktor agama dan budaya dipandangnya turut mendasari sikap masyarakat untuk melaksanakan pernikahan anak. Di samping itu, ada faktor ketidakpahaman anak itu sendiri.

“Anak-anak nggak paham konsekuensinya apabila menikah muda, secara biologis bermasalah, ekonomi akan bermasalah, bermasalah karena belum siap,” kata dia.

Dia memandang faktor adat juga berperan dalam melanggengkan pernikahan anak. Seolah-olah, anak yang menikah itu tidak terpaksa, namun bisa jadi anak-anak itu tidak setuju dengan pernikahan di usia amat dini bila mereka tahu pernikahan semacam itu bisa merenggut hak mereka sendiri.

“Lebih banyak (karena) adat dan orang tua yang membuat mereka menikah dini,” kata Pribudiarta.

Kementerian PPPA berupaya menghentikan pernikahan anak. Mereka bekerjasama dengan Kementerian Agama untuk menangani kasus-kasus itu. “Semua perkawinan anak kalau kami tahu pasti kami akan membatalkan, bekerja sama dengan Kementerian Agama,” kata dia.

Pemahaman soal agama perlu didiskusikan lagi dengan masyarakat, bahwa menikah di usia teramat dini perlulah mempertimbangkan masa depan.

“Dari keluarga, dari orang tua, dari lingkungan, dari agama, kadang-kadang mendorong untuk nikah dini. Tapi ya saya katakan agama nanti bisa dicari lagi bahwa tidak harus menikah dini tapi harus membuat generasi selanjutnya lebih baik, itu yang harus di capai,” kata dia.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 7 ayat (1) dijelaskan, perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Namun, di pasal ini ada dispensasi yang dapat dimintakan ke pengadilan atau penjabat lain oleh pihak orang tua, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2).

Sumber: https://news.detik.com/berita/4127196/problem-pernikahan-anak-pppa-agama-dan-budaya-jadi-dasar

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.