Seri 9 Webinar Muslimah Bekerja: Tantangan dan Peluang Perempuan Pengusaha di Indonesia
Closing Statement: Rinawati Prihatiningsih (Entrepeneur IWAPI dan Komite Anggota Kadin)
Ketika kita berbicara tentang hak, maka kita juga berbicara tentang kewajiban. Hak dan kewajiban adalah dua sisi yang saling berkaitan. Ketika kita berbicara tentang Muslimah Bekerja, maka kita kembali pada pertanyaan yang hakiki: Apakah hakikat manusia itu sendiri? Tantangan kita adalah, apakah pasrah dengan kodrat. Ternyata, kodrat tidak harus tinggal di rumah, tetapi kodrat yang berkaitan dengan hakiki kita sebagai manusia. Dalam Al-Qur’an, manusia adalah basyar (biologis), khalifah, dan bisa bermanfaat bagi sesama.
Tantangan-tantangan kita adalah persoalan sosial, struktural, keterbatasan akses, dan pandemi. Kita harus mengalahkan diri sendiri. Apakah kita memiliki kemauan dan komitmen. Saya bersyukur Rumah KitaB meluncurkan kampanye Muslimah Bekerja. Ini mengingatkan kita tentang keresahan, perdebatan konstruktif, ketertinggalan, dan pencapaian perempuan, serta seruan untuk aksi bersama untuk kesetaraan gender. Masalah gender juga datang dari laki-laki, karena itu laki-laki juga harus dilibatkan untuk menjawab persoalan ini.
Apa yang disampaikan Allaster tentang pentingnya dukungan lingkungan, baik infrastruktur maupun wacana, maka kita perlu mendukung adanya wacana dan aksi Muslimah Bekerja. Ketika dukungan tersedia perempuan bekerja, maka apa yang disampaikan Bu Sinta tentang memilih peluang memanfaatkan kesempatan bisa tercapai. Sebagaimana disampaikan Bu Menteri, perempuan bekerja bisa memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara.
Aksi-aksi saya selalu berangkat dari masalah personal. Saya melihat relasi ibu dan ayah saya di rumah. Ibu saya memiliki akses penuh terhadap keuangan dan memilih bekerja di rumah—karena memiliki anak enam. Dia menerima katering dan jahitan. Ketika perempuan memiliki akses ekonomi, maka perempuan memiliki rasa untuk bisa maju dan setara, serta mampu melihat kodrat hakiki sebagai manusia. Kodrat adalah hak yang diberikan kepada kita sebagai manusia untuk menjalankan hak dan kewajiban, serta bermanfaat bagi sesama.
Peluang-peluang ada di dalam rumah, tempat kerja, komunitas, dan pasar. Ketika kita mengetahui memiliki hak untuk bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat, maka kita bisa melihat peluang-peluang yang ada. Kita tidak bisa keluar menembus pasar kalau kita tidak didukung di dalam rumah kita. Jadi, perlu ada kerja sama antar setiap anggota keluarga di rumah—karena semua berasal dari rumah. Dengan adanya e-commerce, kita juga bisa mendapatkan peluang untuk berusaha dari dalam rumah.
Sebelum berusaha, kita harus melihat peta kekuatan dan kelemahan usaha kita: siapa mitra-mitra kita—apakah suami dan keluarga mendukung; apa kegiatan yang akan dilakukan; bagaimana dengan sumber daya; proposisi nilai konsumen; hubungan customer; segmentasi pasar; channel (komunikasi distribusi, dan penjualan); biaya yang muncul; dan pendapatan.
Untuk sukses, kita harus sehat dan memulai; usaha, komitmen; semangat; efektif dan efisien; serta sabar dan syukur. Modal yang paling besar adalah diri kita sendiri. Selain itu, jaringan juga menjadi sangat penting. Kami memiliki program herventure, sebuah aplikasi pembelajaran mobile untuk pengusaha perempuan.
Sebagai perwakilan delegasi pemerintah Indonesia, mewakili Empower G20, saya mendorong kepemimpinan perempuan di sektor swasta. Kekuatan kita adalah bekerja sama. Usaha yang saya bangun bukan semata-mata untuk mencari keuntungan perusahaan, namun bagaimana kita bisa menyejahterakan masyarakat dan lingkungan untuk keberlanjutan hidup dan kehidupan.
Khadijah binti Khuwailid telah membuat terobosan dan mendobrak konstruksi sosial yang ada. Itu terjadi 1400 tahun yang lalu, dan kenapa saat ini kita masih saja membicarakan perempuan tidak boleh keluar rumah dan tidak boleh bekerja. Khadijah mengikuti tiga hakikat manusia, yaitu makhluk biologis (basyar), makhluk pemikul amanah (insan), dan makhluk sosial (nas). Ketika kita memiliki independensi ekonomi, maka kita memiliki penghargaan atas diri kita dan tidak bergantung pada orang lain sehingga kekerasan terhadap perempuan bisa dieliminasi.
Kesimpulan: Lies Marcoes
Saya mencatat enam kesimpulan dari hasil seminar hari ini. Pertama, masyarakat Muslim Indonesia, sebagaimana warga Indonesia pada umumnya, merupakan masyarakat yang terbuka pada gagasan dan praktik perempuan bekerja. Pemerintah Indonesia terus mengupayakan tersedianya regulasi yang dapat menjamin aksesabilitas dan akseptabilitas perempuan bekerja dalam bidang-bidang yang beragam atas nama pemenuhan hak asasi manusia dan hak asasi perempuan.
Kedua, dalam praktik sehari-hari terdapat upaya yang lebih terbuka bagi perempuan untuk mengembangkan diri, mengembangkan kepemimpinan serta adaptasi terhadap perubahan-perubahan zaman. Terdapat peluang juga tantangan yang salah satunya adalah pandangan keagamaan. Dibutuhkan cara pandang dan metodologi yang mengakomodasi perubahan-perubahan peran perempuan tanpa mengubah hal-hal yang prinsip dalam membangun keluarga, terkait hak dan kewajiban lelaki dan perempuan.
Ketiga, perubahan sosial ekonomi secara global dan cepat memunculkan ekses guncangan, baik menyangkut ajaran maupun praktik relasi gender sehari-hari. Perubahan-perubahan itu memunculkan respons arus balik yang berusaha menarik kembali perempuan ke ruang domestik mereka dengan asumsi sebagai ruang yang paling aman. Namun proses arus balik itu telah memunculkan praktik diskriminasi baik terbuka maupun tersamar yang disebabkan oleh ketidakmampuan dalam merespons dan mengantisipasi perubahan yang dapat menjamin perempuan untuk bekerja di ruang publik secara aman, nyaman, maslahah, dan sesuai dengan status dan peran-peran mereka.
Keempat, karenanya dibutuhkan inovasi dan kreativitas dalam bidang media sosial untuk membuka peluang yang lebih beragam dan inklusif dengan memperlihatkan dukungan infrastruktur dan layanan yang responsif kepada keragaman latar sosial, ekonomi, umur, minat perempuan, khususnya kelompok milenial. Dengan begitu, mereka siap menghadapi perubahan sosial yang berefek besar seperti pada pandemi Covid-19 dan kebutuhan akan teknologi yang menuntut perubahan dan pembaharuan.
Kelima, perempuan sendiri membutuhkan kemampuan untuk membaca tantangan internal dan kemampuan untuk melawan hal-hal negatif berbasis mitos dan stereotip serta norma-norma gender yang membatasi hak-haknya sebagai manusia.
Keenam, dibutuhkan kreativitas dan inovasi dari tokoh-tokoh agama untuk menyediakan metodologi yang terbuka pada perubahan-perubahan sosial ekonomi dan keragaman kiprah perempuan sehingga perubahan-perubahan itu tidak menimbulkan efek negatif, melainkan melahirkan kebaikan dan maslahat, baik bagi kaum perempuan sendiri maupun bagi perkembangan sosial ekonomi Indonesia.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!