Seri 7 Webinar Muslimah Bekerja: Peluang Kampanye “Muslimah Bekerja”

Diar Zukhrufah DA (Penulis di Commcap): Peluang Kampanye ‘Muslimah Bekerja’

Terkait peluang kampanye ‘Muslimah Bekerja’, kita bisa melihat seberapa besar penggunaan media sosial oleh perempuan. Saya akan membicarakan tentang Facebook dan Instagram karena kedua platform ini yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia. Pertama, Facebook. Pengguna Facebook di Indonesia adalah 173 juta (45,1 persennya perempuan). Meski jumlahnya lebih sedikit dari laki-laki, namun Facebook menyoroti perempuan sebagai segmen utamanya. Ada empat segmen yang disoroti Facebook, yaitu profesional muda, pengantin baru, ibu muda, dan ibu berpengalaman.

Menurut saya, kita bisa memanfaatkan segmen profesional muda untuk menyebarkan narasi atau kampanye Muslimah Bekerja. Terlebih, 34 persennya mereka membagikan informasi terkait karier dan kesempatan kerja. Artinya, Muslimah Bekerja sudah ‘memegang’ 34 persen profesional muda di Facebook untuk mempromosikan perempuan bekerja. Rata-rata pengantin baru mencari informasi terkait pernikahan atau rumah tangga. Muslimah Bekerja juga memiliki peluang untuk masuk ke segmen ini—apakah perempuan yang sudah menikah boleh bekerja atau tidak. Itu bisa menjadi bagian dari segmentasi Muslimah Bekerja untuk mempromosikan hak-hak perempuan dalam bekerja.

Ibu muda dan ibu berpengalaman juga bisa menjadi peluang Muslimah Bekerja. Masih banyak perempuan Indonesia yang menempatkan dirinya untuk bekerja di rumah dan itu dianggap sebagai sebuah kewajiban. Muslimah Bekerja bisa menawarkan hak-hak perempuan dalam bekerja di segmen ini. Perempuan bisa mengurus rumah tangga dan sekaligus juga bisa bekerja. Dan itu adalah pilihan, bukan keterpaksaan. Muslimah Bekerja mempromosikan bagaimana perempuan memilih untuk bekerja, bekerja di rumah, atau lainnya.

Kedua, Instagram. Pengguna Instagram adalah 82 juta dan mayoritas penggunanya adalah perempuan (52,6 persen). Terlebih, 63 persen perempuan cenderung aktif di Instagram. Penggunaan media sosial yang aktif ini bisa menjadi pintu masuk Muslimah Bekerja untuk menyuarakan hak-hak perempuan dalam bekerja.

Berdasarkan survei Commcap dan Rumah KitaB, 76 persen aktif mengikuti media sosial keagamaan, 84 persen aktif mencari informasi terkait perempuan di Instagram, 78 persen mendapatkan dua informasi tersebut dari Instagram.

Profil perempuan di ruang publik. Media sosial adalah bagian dari ruang publik. Pertama, Indonesia menduduki rangking kedua sebagai negara paling berbahaya bagi perempuan di Asia Pasifik, setelah India. Kaum patriarki menjadikan ini sebagai alasan untuk mengatakan bahwa perempuan tidak boleh bekerja. Situasi dan kondisi di ruang publik tidak aman bagi perempuan untuk bekerja atau keluar rumah. Yang salah tidak perempuan, namun perempuan selalu disalahkan. Ini menjadi tantangan yang harus dijawab. Untuk menjawab itu, Muslimah Bekerja bisa menyuarakan bahwa ada hal-hal yang harus diselesaikan secara sosial-kultural, dan bahkan berhubungan dengan kebijakan. Ketika negara sudah berpihak pada perempuan, maka perempuan tidak akan merasa tidak aman lagi berada di ruang publik.

Kedua, 53,13 persen tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan di Indonesia. Jumlah ini lebih rendah dari TPAK laki-laki. Kalau TPAK perempuan naik, maka itu bisa meningkatkan PDB nasional. Partisipasi perempuan tidak hanya berimbas pada aktualisasi perempuan, tetapi juga pada negara. Ketiga, 10,6 persen partisipasi aktif perempuan dalam dunia politik (pilkada). Jumlah ini masih sangat rendah. Keempat, 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia sepanjang 2000 ke atas. Patriarki dianggap sebagai salah satu penyebab perempuan merasa tidak aman berada di ruang publik.

Ada beberapa cuplikan pembicaraan di media sosial terkait perempuan, karir, dan rumah tangga. Rata-rata mengatakan, perempuan bekerja tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan finansial tetapi lebih pada aktualisasi diri. Artinya, sudah cukup banyak perempuan yang sadar akan kemampuannya bahwa dia bisa atau harus bekerja. Kata Nawal El-Sadawi, perempuan bekerja bersama tidak hanya menguntungkan perempuan saja, tetapi juga menguntungkan laki-laki-laki. Ini bisa mengubah konsep suatu negara atau peradaban.

Profil Muslimah Bekerja di Indonesia. 93 persen masyarakat Indonesia masih percaya pada agama dan melihat agama sebagai aspek penting dalam kehidupan. Di satu sisi, ini menjadi salah satu tantangan Muslimah Bekerja untuk menyampaikan narasi agama. Namun di sisi lain harus bisa mengakomodasi kebutuhan perempuan untuk bekerja. Kita tidak menggunakan agama sebagai ‘tunggangan’, tetapi menyelaraskannya sebagai media yang informatif yang memberikan pandangan bagi perempuan—bahkan menurut agama perempuan boleh bekerja. Perempuan membutuhkan penguatan itu. Banyak perempuan Indonesia sadar dengan kemampuannya dan hak untuk bekerja, namun mereka memiliki rasa takut ketika berkelindan dengan tafsir-tafsir agama yang menyebutkan perempuan tidak boleh bekerja.

Tingkat pencarian Muslimah Bekerja atau perempuan bekerja di Google cukup tinggi (14,3 juta). Budaya patriarki dan konservatisme agama menghalangi perempuan untuk memenuhi hak mereka, termasuk dalam bekerja.

Ada tiga kampanye gerakan perempuan di dunia yang booming dalam beberapa tahun terakhir. Pertama, #ChallengeAccepted dan #WomenSupportingWomen. Dia mampu menjangkau 4 juta posting di Instagram. Saya melihat, kekuatan #WomenSupportingWomen adalah solidaritas persaudaraan antar sesama perempuan. Perempuan akan bergerak bersama jika mendengar perempuan lainnya mengalami kekerasan. Mereka tidak saling mengenal, tetapi bisa bergerak bersama. Ketika Muslimah Bekerja mampu menyuarakan isu Muslimah atau perempuan yang ingin bekerja dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat, maka kita akan bisa menjangkau lebih banyak masyarakat—tidak hanya Muslimah saja tetapi seluruh perempuan. Kalau unggahan Muslimah Bekerja mewakili perempuan non-Muslim, maka mereka juga bisa menerima dan membagikannya.

Kedua, #HeForShe. Ada 1,2 miliar orang yang terlibat dalam kampanye ini. Yang menarik dari kampanye ini adalah, keterlibatan laki-laki dalam kampanye gerakan perempuan (kesetaraan gender bagi perempuan). Mereka memperlihatkan, tidak ada salahnya laki-laki menjadi feminis dan memperjuangkan hak-hak perempuan. Saat Muslimah Bekerja mempromosikan hak bekerja bagi perempuan, maka kita tidak hanya mengajak kaum perempuan tetapi juga bapaknya, kakak, adik, atau pemimpin perusahaan tertentu.

Ketiga, #AutoCompleteTruth dan WomenShould. Ada 755 juta tampilan di majalah dan situs populer. Yang menarik dari gerakan ini adalah, dia melihat perempuan dari hal-hal terkecil perempuan. Misalnya, seberapa patriarki—kalimat atau artikelnya- kalau kita melakukan pencarian di Google. Kita bis mengadopsi ini. Di Indonesia, patriarki masih ada dalam KBBI. Kalau kita mengetik kata ‘perempuan’ di KBBI, maka contoh-contohnya adalah perempuan binal, perempuan nakal, dan lainnya.

Peluang kampanye Muslimah bekerja. Pertama, tingginya tingkat penggunaan media sosial dan pencarian terkait perempuan bekerja. Ini bisa menjadi potensi yang besar bagi Muslimah Bekerja untuk menjadi ruang yang secara ekspresif dan informatif memberikan kesadaran terhadap kaum perempuan dan laki-laki, bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk mengakses pekerjaan.

Kedua, tren gerakan perempuan dan feminisme di media sosial cukup tinggi saat ini. Kekuatan solidaritas perempuan ini bisa saling mendukung. Namun demikian, ketika ada beberapa akun feminisme yang terkesan eksklusif maka itu menjadi tantangan bagi Muslimah Bekerja. Kita harus bisa mengantisipasi akun-akun yang anti terlebih dahulu ketika mendengar feminisme, padahal mereka belum mengetahui nilai-nilai feminisme. Kita harus mengangkat nilai-nilai feminisme dengan cara yang moderat yang bisa diterima masyarakat.

Ketiga, kampanye tentang perempuan bekerja sudah cukup banyak namun belum ada yang menggunakan pendekatan intertekstual Islam modern. Ini menjadi peluang yang besar bagi Muslimah Bekerja untuk menjelaskan bagaimana Islam menilai perempuan bekerja dan kemudian mengorelasikannya dengan kehidupan sehari-hari.

Keempat, kampanye Muslimah Bekerja sejalan dengan pembangunan berkelanjutan. Ketika perekonomiannya inklusif, maka itu akan meningkatkan produk domestik bruto (PDB). Saat ini, kesenjangan gender merugikan sebesar 15 persen PDB. Kita bisa meningkatkan PDB kalau kita bisa menghapuskan kesenjangan itu. Muslimah Bekerja tidak hanya berkontribusi pada pergerakan perempuan, tetapi juga perekonomian negara.

Perempuan bekerja di Commcap. 50 persen pegawai Commcap adalah perempuan. Itu merupakan komitmen Commcap dalam mendukung kesetaraan gender. Commcap mendukung cuti haid dan melahirkan bagi pegawai perempuan, dan juga mendukung hak cuti ayah—selama 30 hari. Commcap mendukung work-life balance sehingga seluruh pegawai dapat tetap dapat melakukan aktivitas bapak-ibu-anak rumah tangga atau aktivitas lain sambil bekerja. Penggunaan teknologi dalam bekerja turut membantu pegawai Commcap untuk bekerja jarak jauh secara optimal. Ini bisa menjadi kontribusi bagi Muslimah Bekerja, di mana teknologi bisa diangkat sebagai isu yang bisa membantu perempuan bekerja.

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.