Musim Hujan, Alarm Krisis Lingkungan di Jakarta Kembali Berdering

Denting musim hujan baru saja dimulai, tetapi alarm was-was seketika terasa bagi warga Jakarta. Betapa tidak? Hujan sehari tanpa henti sudah lebih dari cukup meluluhlantakkan sendi lalu lintas di kota ini. Ruas jalan protokol langsung menjadi topik hangat warganet yang mengeluhkan parkir berjamaah akibat banjir, seperti di Jalan TB Simatupang pada pertengahan November 2024.

Kondisi warga yang tinggal di dekat Teluk Jakarta lebih parah lagi. Sebagaimana dilaporkan oleh Tempo pada 18 November 2024, banjir rob telah terjadi di lima wilayah Rukun Tetangga (RT) di Jakarta Utara. Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, Isnawa Adji, banjir rob melanda tiga RT di Kelurahan Pluit dan dua RT di Kelurahan Penjaringan. Banjir rob terjadi pada 16 November 2024 dengan ketinggian air 20 hingga 60 cm.

Prediksi Musim Hujan Indonesia oleh BMKG

Dua contoh di atas baru sebagian dari fenomena yang muncul, sementara hujan masih dalam fase awalnya. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), musim hujan 2024/2025 akan mencapai puncaknya pada bulan November dan Desember 2024 di Indonesia bagian barat, sedangkan Indonesia bagian timur akan mengalami puncak musim hujan antara Januari dan Februari 2025.

BMKG, melalui situs resminya, memprediksi potensi fenomena La Niña akibat kemungkinan El Niño-Southern Oscillation (ENSO) pada akhir 2024. ENSO sendiri adalah anomali pada suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi dari rata-rata suhu normal. Dampak ENSO meluas hingga sebagian besar daerah tropis dan subtropis.

La Niña secara umum menyebabkan curah hujan lebih tinggi dengan variasi level yang berbeda di setiap wilayah. Prediksi lainnya adalah musim hujan 2024/2025 kemungkinan akan lebih panjang daripada biasanya di seluruh Indonesia.

Rumitnya Mengurai Masalah Banjir di Jakarta

Hujan yang terus-menerus akan mendatangkan masalah dan kerugian lebih kompleks bagi Jakarta, tanpa bermaksud mengesampingkan dampak hujan berkepanjangan untuk kawasan lain di Indonesia. Meski status ibu kota sudah berpindah, Jakarta masih menjadi pusat bisnis dan investasi nasional. Dampak seperti pada paragraf pertama akan menimbulkan efek domino pada berbagai aspek.

Pada Maret 2024, Isnawa Adji menyebutkan bahwa kerugian akibat banjir di Jakarta mencapai Rp2,1 triliun per tahun. Karenanya, berbagai upaya memitigasi dampak banjir terus dilakukan sepanjang tahun. Contohnya adalah normalisasi sungai hingga gerakan biopori, dari level rumah tangga hingga tingkat kotamadya.

Sayangnya, upaya tersebut tidak sebanding dengan pesatnya pembangunan fisik di kota ini. Contoh terkini adalah gedung Autograph Tower yang rampung pada 2022. Banyaknya proyek infrastruktur menimbulkan dua sisi mata uang. Di satu sisi, pembangunan gedung seperti Autograph membuka banyak lapangan kerja baru dan mendorong aktivitas ekonomi. Di sisi lain, pembangunan infrastruktur menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Penyebabnya adalah tidak semua proyek infrastruktur memberikan ruang hijau yang cukup, yaitu sebesar 30 persen. Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah semakin bertambahnya beton dan besi yang membuat “jalan air” semakin mengecil. Ruang resapan setiap gedung belum tentu memadai. Tidak mengherankan jika hujan lebat sedikit saja sudah membuat banyak jalan terendam air.

Dampak jangka panjang paling buruk adalah turunnya permukaan tanah. Sebagaimana dilaporkan oleh Sistem Data Informasi Geologi dan Air Tanah, permukaan tanah di Jakarta terus menurun. Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Pengendalian Rob dan Pengembangan Pesisir Pantai Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, Ciko Tricanescoro, pada 10 Januari 2024.

Pengamatan sepanjang 2023 pada 255 titik di Jakarta menunjukkan bahwa air muka tanah turun hingga 10 cm dengan rata-rata penurunan 3,9 cm per tahun. Penurunan tanah disebabkan oleh pengambilan air tanah yang terus berlangsung, sebagaimana dipublikasikan oleh Balai Konservasi Air Tanah pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Selain itu, faktor penyebab lainnya adalah beban tanah yang terus bertambah dan kondisi tanah yang terus bergerak.

Alarm Pembangun Segala Pihak

Semua pihak harus bertanggung jawab atas polemik banjir di Jakarta. Bahkan, persoalan ini merupakan klimaks dari kesenjangan ekonomi antara Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia. Magnet ekonomi di Jakarta masih terbukti tinggi bagi para pemudik hingga banyak yang ingin bekerja di kota ini. Karenanya, pembangunan infrastruktur tidak semestinya disetop sama sekali.

Ada hal yang perlu diperhatikan secara serius, yaitu pemenuhan ruang resapan dan ruang terbuka hijau. Standar lingkungan harus dipenuhi oleh setiap pengembang atau perusahaan. Jika melanggar, pemerintah provinsi wajib menindak tegas. Secara paralel, provinsi lain harus giat menciptakan lapangan kerja sehingga mengurangi warganya yang berpindah ke ibu kota. Dengan demikian, beban tanah Jakarta bisa mulai berkurang.

Tentunya, setiap penghuni Jakarta harus sadar diri berkontribusi, misalnya dengan membuang sampah pada tempatnya hingga menguranginya, terutama sampah plastik. Memilih kendaraan umum dapat mengurangi polusi dan kemacetan, khususnya saat musim hujan. Dan pastinya, sejengkal ruang yang dimiliki bisa dimanfaatkan sebagai lahan hijau untuk menyegarkan keluarga dan lingkungan sekitar.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.