Tak Shalat Jumat Karena Takut Corona, Menyoal Sikap Tokoh Agama yang Menolak PPKM Darurat
Oleh: Achmat Hilmi
Melihat ancaman yang tinggi dari penyebaran virus corona varian delta ini, dapat dilihat dari bukti data-data di atas, maka sudah selayaknya dan kewajiban bagi tokoh agama menyerukan kepada umatnya untuk mengikuti peraturan pemerintah.
Pemerintah memberlakukan PPKM Darurat Jawa Bali. Setelah angka kenaikan Covid-19 pada bulan Juli 2021 yang makin meningkat drastis, khususnya di Jakarta dan beberapa provinsi di Indonesia, lima di antaranya, DKI Jakarta (482.264, atau 23,9 persen), Jawa Barat (350.719, atau 17,4 persen), Jawa Tengah (232.839, atau (11,5 persen), Jawa Timur (165.013 atau 8,2 persen), Kalimantan Timur (74.069 atau 3,7 persen).
Kenaikan drastis itu dapat dilihat dari jumlah kenaikan kasus hariannya, seperti yang terjadi pada 7 Juli 2021, tembus di angka 34.379. Berdasarkan angka ini, kasus harian Covid-19 di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia. Jadi benar keterangan pengurus IDI (Ikatan Dokter Indonesia), masuknya covid-19 varian delta ini membuat keadaan di Indonesia tidak sedang baik-baik saja, bahkan sangat mengkhawatirkan. Masuknya virus corona varian delta membuat penyebaran covid sangat cepat, bahkan hanya dengan membuka masker 5 detik virus itu langsung berpindah dengan cepat.
Cara kita memakai masker pun harus berubah, yang sebelumnya menggunakan satu lapis masker, dan kini harus dua masker. Banyak dari mereka yang meninggal diakibatkan karena belum divaksin. Di sisi lain kesadaran masyarakat sangat lemah, proses edukasi yang lambat pada akhirnya tidak membuahkan hasil.
Pemerintah telah memberlakukan PPKM Darurat untuk wilayah Pulau Jawa dan Bali terhitung sejak 3-20 Juli 2021. Semua sektor esensial diperbolehkan WFO seratus persen, sementara sektor non esensial diwajibkan WFH, termasuk penutupan sementara Rumah Ibadah.
Problemnya adalah masih terdapat ragam protes di kalangan masyarakat, terutama dari sebagian kecil tokoh agama menolak penutupan masjid di masa pandemi, yang berkonsekuensi pada peniadaan kegiatan ibadah rutin seperti shalat berjamaah dan shalat Jumat.
Shalat Jumat ditiadakan, bagaimana menurut agama?
Melihat ancaman yang tinggi dari penyebaran virus corona varian delta ini, dapat dilihat dari bukti data-data di atas, maka sudah selayaknya dan kewajiban bagi tokoh agama menyerukan kepada umatnya untuk mengikuti peraturan pemerintah, karena pemerintah telah melakukan berbagai kajian dan telah mendengarkan berbagai ahli kesehatan, dan telah melihat masifnya penyebaran virus corona ini di beberapa provinsi.
Tentu saja rumusan agama tertulis, dan telah ribuan tahun menjadi acuan bagi para pakar hukum Islam, yaitu
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
“Menolak berbagai mafsadah lebih didahulukan ketimbang membela berbagai kemaslahatan”
Didasari oleh hadits kanjeng Nabi,
عن أبي سعيد سعد بن سنان الخدري رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ) لا ضرر ولا ضرار ( ، حديث حسن رواه ابن ماجة والدارقطني وغيرهما مسندا
“Dari Abi Said bin Sinan Al-Khudri (Semoga Allah meridhainya), sesungguhnya Rasulullah Saw telah bersabda, ”Jangan berbuat kemadharatan dan Jangan menempatkan diri dalam bahaya”. (HR. Ibnu Majah dan Ad-Daruquthniy, dan lainnya. Hadits Hasan).
Pada prinsipnya, Syariat Islam memerintahkan meninggalkan kemadharatan. Dalam situasi pandemi Corona varian delta yang tersebar dengan sangat cepat dan dahsyat, dalam beberapa hari saja sudah terlihat angka kenaikan kasus Covid-19 yang masif, angka hariannya naik berkali-kali lipat dibandingkan masa awal pandemi di tahun 2020, maka wajib bagi setiap manusia menghindari Covid-19.
Menghindari Covid-19 merupakan salah satu prinsip dari pemeliharaan kehidupan dalam ”hifdzu al-nafs”. Allah Swt telah memuliakan semua hidup dan kehidupan manusia, tugas manusia hanyalah berikhtiar agar hidupnya menjadi lebih baik, dan pandai menjauhi kemadharatan.
Pertanyaannya bagaimana bila menghindari kemadharatan itu berbenturan dengan perintah beribadah? Sebenarnya tidak ada yang berbenturan, karena keduanya yaitu menghindari madharat dengan perintah ibadah sama-sama perintah syariat. Tujuan keduanya pun juga mendekatkan diri kepada Allah Swt. Seorang yang dalam posisi terancam tertular Covid-19 di tempat tinggalnya, dan kemudian sekuat tenaga menjaga prokes seperti menghindari kerumunan di berbagai tempat termasuk menghindari kerumunan di tempat ibadah, juga merupakan bagian dari pelaksanaan syariat Islam.
Syariat Islam memberikan perintah pelaksanaan ibadah, termasuk kewajiban pelaksanaan shalat Jumat dengan kriteria dan persyaratan tertentu. Pelaksanaan ibadah dilakukan setelah terpenuhi kewajiban perlindungan hidup dan kehidupan (hifdzu al-nafs). Pelaksanaan ibadah dalam Islam juga harus dilakukan di tempat yang mendukung keamanan muslim dan mendukung kekhusyukan ibadah. Dua hal ini harus dipenuhi terlebih dahulu, baru kemudian memenuhi kewajiban ibadah atau menggantinya dengan kewajiban ibadah yang lain.
Dasar argumentasi pelaksanaan shalat jumat, tidak perlu diragukan lagi, hukumnya fardhu ain bagi laki-laki,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ – ٩
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Jumuah : 62:9)
Namun pemberlakuan hukum ini berdasarkan kriteria dan ketentuan yang telah digariskan oleh Syariat Islam, di antaranya adalah tidak bertentangan dengan pelaksanaan perintah melindungi hidup, dan menjauhi marabahaya yang mengancam tubuh, nyawa, dan hidup. Karena meninggalkan kemafsadatan adalah prioritas (dar’u al-mafâsid muqaddamun) di atas semua bentuk klaim kemaslahatan (mashalih).
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“…dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”(Q.S. Al-Baqarah: 2/195)
ولا تجب الجمعة على من في طريقه إليها مطر يبل الثياب, أو حل يشق المشي إليها فيه. إنتهى
“Dan tidak wajib shalat Jum’at bagi orang yang di jalannya terdapat hujan lebat yang membuat pakaian basah kuyup, atau (terdapat) lumpur yang sangat menyulitkan pejalan kaki”. (Al-Mugni, III/218)
Dalam kondisi saat ini, ancaman pandemi di wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur/Madura, sangat mengkhawatirkan, penyebarannya yang cepat, sangat membahayakan bagi jamaah, dan tentunya bagi keluarga jamaah, seperti isterinya, ibunya, ayahnya, atau anak-anaknya. Satu orang jamaah bisa menyebarkan Covid-19 varian delta ke seluruh anggota keluarga.
Pelaksanaan ibadah dalam Islam tidak kaku/rigid, banyak alternatifnya, pelaksanaan shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zuhur di dalam rumah.
يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
”Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”(QS. Al-Baqarah: 2/185)
Bahkan dengan melaksanaan shalat zuhur di dalam rumah pahalanya jauh lebih besar ketimbang pelaksanaan shalat Jumat di tengah pagebluk Covid-19, ada banyak orang yang diselamatkan seperti perempuan, lansia, anak-anak.
Sementara pelaksanaan shalat Jumat yang dipaksakan justru berpotensi besar mendatangkan dosa, bila ternyata dengan pelaksanaan shalat Jumat itu, jamaah membawa Covid-19 ke dalam rumah dan menyebabkan perempuan, lansia, dan anak-anak terancam nyawanya, apalagi bila kemudian Covid-19 itu menyebabkan kematian salah satu anggota keluarga. Dalam Fikih disebut pembunuhan tidak disengaja. (al-qatlu bi ghayri ’amdin), diyatnya mahal, termasuk tindakan kriminal (jinayah) dan dosanya sangat besar. Karena itu, PPKM Darurat sudah sesuai dengan ajaran agama. []
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!