Rumah KitaB Menyelenggarakan Diskusi Buku “Fikih Hak Anak” Bersama Tokoh Agama di Kabupaten Cianjur

FAKTA bahwa Bupati Cianjur telah mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang Pencegahan Perkawinan Anak (No. 10/2020) dan Pencegahan Kawin Kontrak (No. 38/2021) tidak lantas bisa menghapuskan praktik perkawinan anak di Kabupaten Cianjur. Masih banyak ditemukan di berbagai tempat di Cianjur praktik tersebut yang mengakibatkan hak-hak anak terampas, terutama hak mendapatkan pendidikan yang baik.

Hal itu terungkap dalam acara diskusi dan bedah buku “Fikih Hak Anak” bersama para tokoh agama di Kabupaten Cianjur, yang diselenggarakan Rumah KitaB di Aula Pondok Pesantren Nurul Hidayah Al-Khodijiyah, Cianjur, pada Kamis, 31 Agustus 2023, pukul 13.00 – 17.00 WIB.

Hadir sebagai narasumber dalam acara ini Ibu Nyai Dra. Maria Ulfah Anshor, M.Si., pengurus Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) dan K.H. Jamaluddin Mohammad, peneliti senior Rumah KitaB. Sejumlah kiyai, ibu nyai, ustadz/ustadzah dari berbagai pondok pesantren di Cianjur, juga beberapa ketua lembaga dan ormas keagamaan, serta beberapa aktivis/pegiat hak-hak perempuan dan anak diundang Rumah KitaB untuk hadir menjadi peserta diskusi.

Dalam sambutannya, Pimpinan Pesantren Nurul Hidayah Al-Khodijiyah, Kabupaten Cianjur K.H. Deni Ramdhani menyampaikan terima kasih kepada Rumah KitaB yang telah menyelenggarakan kegiatan diskusi di pesantrennya.

“Ungkapan terima kasih kami sampaikan kepada Rumah KitaB yang menginisiasi kegiatan diskusi di pesantren ini. Tentu kami sangat mengapresiasi dan menyambut dengan terbuka setiap kegiatan intelektual untuk menambah wawasan dan membuka pikiran terhadap hal-hal baru yang membawa manfaat bagi kemajuan masyarakat,” tuturnya.

Kiyai Deni mengatakan bahwa buku “Fikih Hak Anak” yang diproduksi Rumah KitaB dapat mengilhami lahirnya diskusi-diskusi baru dalam isu anak guna mendorong berbagai pihak terkait untuk terus meningkatkan upaya pemenuhan hak-hak anak.

Direktur Kajian Rumah KitaB Achmat Hilmi dalam sambutannya menyampaikan bahwa buku “Fikih Hak Anak” lahir melalui proses diskusi panjang yang melibatkan sejumlah peneliti. Dan tujuan dari diskusi ini adalah untuk menggali data dan informasi mengenai hak-hak anak dari berbagai sumber, yaitu hukum internasional, fikih, al-Qur’an dan hadits.

“Buku Fikih Hak Anak ini diterbitkan Rumah KitaB pada awal tahun 2022 kemarin dan sudah dibedah, didiskusikan dan disosialisasikan di berbagai perguruan tinggi Islam dan pesantren di Indonesia. Hal ini akan terus kami lakukan dengan melibatkan berbagai pihak dan para stakeholders untuk memastikan terpenuhinya hak-hak anak. Karena anak adalah harapan masa depan Indonesia, bahkan dunia,” jelasnya.

Menurut Hilmi, buku “Fikih Hak Anak” bisa menjadi sumbangan dari Islam Indonesia untuk dunia mengenai kajian hak-hak anak. Karena buku ini, kendati berjudul “fikih”, tidak hanya membahas hak-hak anak berdasarkan teks-teks Islam, tetapi juga teks-teks di luar Islam, utamanya hukum internasional perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak.

Jamaluddin Muhammad mengatakan bahwa buku “Fikih Hak Anak” merupakan rangkaian dari buku-buku yang diterbitkan oleh Rumah KitaB. Semangat buku ini, menurutnya, adalah semangat hak anak, bukan semangat keinginan orangtua.

“Misalnya, selama ini dispensasi kawin diajukan oleh orangtua, bukan oleh anak. Jadi orangtua datang ke KUA untuk menikahkan anaknya, tetapi KUA kemudian menolak karena si anak masih di bawah umur. Karena orangtua tetap ingin menikahkan anaknya, KUA merekomendasikannya untuk meminta dispensasi kawin dari PA. Artinya, perkawinan anak kerap terjadi karena keinginan orangtua, bukan keinginan anak, dan anak cenderung tidak kuasa melawan kehendak orangtua,” paparnya.

Jamal menambahkan bahwa buku “Fikih Hak Anak” mengkaji hak-hak anak melalui sumber-sumber sekuler dan sumber-sumber keagamaan. Sumber-sumber ini dibaca dengan menggunakan Maqashid Syariah berdasarkan al-dharuriyyat al-khams (lima hak dasar), yaitu: hifzh al-din (hak kebebasan beragama dan berkeyakinan), hifzh al-‘aql (hak mendapatkan pengajaran dan pendidika yang baik), hifzh al-nafs (hak hidup, hak jaminan kesehatan jiwa-raga), hifzh al-nasl (hak pengasuhan untuk tumbuh-kembang yang baik), dan hifzh al-mal (hak jaminan terpenuhinya kebutuhan).

Sementara itu, Maria Ulfah Anshor dalam paparannya menyampaikan data KPAI 2020 tentang kasus kekerasan yang melibatkan anak dan kekerasan terhadap anak. Data ini menyebut kasus yang paling tinggi adalah anak berhadapan dengan hukum. Misalnya anak menjadi pengedar narkoba, menjadi pencuri/rampok/begal, dan menjadi pelaku kekerasan/pembunuhan.

“Kasus-kasus ini terjadi karena pola pengasuhan yang kurang baik. Pengasuhan adalah tanggungjawab ayah dan ibu. Keduanya, bukan salah satu dari keduanya. Terutama di masa sekarang di mana gadget seolah sudah menjadi kebutuhan wajib, bahkan bagi anak. Anak menjadi kecanduan pornografi, menjadi teroris, menjadi kecanduan narkoba itu melalui gadget. Ketika orangtua bercerai yang menjadi korban tentu adalah anak,” ungkapnya.

Kasus lainnya, menurut Maria, adalah kekerasan berbasis gender di dunia pendidikan, dan yang paling tinggi adalah di perguruan tinggi, kemudian di pesantren, dan kemudian di sekolah berasrama. Dari semua kasus ini yang paling tinggi adalah kekerasan seksual.

“Kasus kekerasan seksual berbasis gender ini adalah salah satu kasus yang sulit dicegah. Di antara hambatannya adalah impunitas pelaku kekerasan, penundaan berlarut proses hukum karena regulasi, dan tidak adanya SOP untuk perlindungan korban kekerasan seksual. Selain itu, korban sering dipersalahkan, tidak diakui kesaksiannya, dan bahkan dilaporkan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik,” imbuhnya.

Maria melanjutkan bahwa di antara akar masalah terjadinya kekerasan seksual berbasis gender adalah: pertama, faktor budaya patriarkhi; kedua, relasi kuasa yang timpang; ketiga, pemahaman keagamaan di mana teks-teks agama seringkali dipahami; keempat, kebijakan yang bias gender, ditemukan ada sekitar 400-an Perda yang diskriminatif terhadap perempuan, dan; kelima, diskriminasi dan subordinasi terhadap perempuan.[RG]

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.