Respons Al-Qur’an Ketika Sahabat Nabi Menebang Pohon Kurma

Dalam salah satu riwayat sirah nabawiyah, saat kaum muslimin sedang mengupayakan pemblokiran terhadap benteng dari kaum Yahudi Bani Nadlir, seorang sahabat Nabi menebang dua pohon kurma. Ketika itu, orang-orang Yahudi berkata:

“Hai, Nabi Muhammad! Engkau katanya datang untuk melakukan perbaikan? Engkau katanya datang untuk memelihara lingkungan? Mengapa engkau menebang pohon-pohon kurma itu?”

Saat kejadian tersebut, sebetulnya sahabat menebang dua pohon kurma bukan atas perintah Nabi. Melainkan inisiatif sahabat sendiri yang ingin mendapatkan tempat yang lebih lapang untuk mempermudah jalan pasukan menuju lokasi. Pada sisi yang lain, terdapat penjelasan yaitu untuk menjengkelkan orang Yahudi sehingga mereka yang selalu memelihara hartanya, takut ditebang, sehingga mereka segera menyerah dan melakukan perundingan.

Menanggapi pertanyaan seorang Yahudi tersebut, turunlah ayat dari QS. Al-Hasyr ayat 5 berikut, “Apa yang kamu tebang di antara pohon kurma (milik Yahudi Bani Nadir) atau yang kamu biarkan berdiri di atas pokoknya, (itu terjadi) dengan izin Allah dan (juga) karena Dia hendak menghinakan orang-orang fasik”.

Dalam tafsir ayat tersebut, Prof. Quraish Shihab menjelaskan bahwa tidak boleh ada perusakan lingkungan walaupun dalam keadaan perang, kecuali yang telah diizinkan oleh Allah. Beliau menambahkan bahwa yang diizinkan antara lain untuk menyukseskan, tetapi dalam saat yang sama bertujuan untuk menjaga lingkungan. Dalam kata lain, yang diizinkan adalah untuk tujuan perang yang murni, tetapi tanpa mengorbankan dengan luas lingkungan yang ada di sekitar.

Apa yang dijelaskan oleh Prof. Quraish Shihab sebetulnya adalah penolakan terhadap upaya untuk membumihanguskan sebuah daerah. Kalau pun ada perusakan (misalnya penebangan pohon) itu pun dalam bentuk-bentuk yang terbatas dengan seizin Allah dan harus mengutamakan nilai kemaslahatan yang lebih besar.

Perusakan Lingkungan dengan Kesengajaan

Saya yakin, kita pernah melihat atau mendengar kabar bagaimana pihak-pihak tertentu melakukan penebangan pohon di hutan. Alasannya banyak, bisa jadi untuk penambangan, pembukaan lahan pertanian, dan masih banyak yang lainnya. Namun, pembukaan hutan sering kali dibabat habis tak bersisa. Di sisi lain, minim sekali upaya penanaman kembali sebagai kompensasi penggundulan hutan.

Bahkan, yang lebih miris ialah ketika pemerintah yang menurunkan kebijakan untuk penggundulan hutan tanpa menimbang kemaslahatan yang lebih besar. Beberapa waktu yang lalu, kita bisa mendengar Menteri Kehutanan yang berbicara mengenai penebangan 20 juta hektar hutan untuk kepentingan energi. Hal itu tentu mendapatkan banyak penolakan dari masyarakat. Masih banyak cara yang lain yang dapat diterapkan tanpa perlu menghabisi hutan.

Terlebih lagi, total 20 juta hektar hutan yang rencananya akan ditebang hampir seluas pulau Jawa. Mari kita bayangkan, berapa banyak masyarakat adat, hewan, dan tanaman yang akan kehilangan tempat tinggalnya? Apalagi, dampak krisis iklim semakin menjadi. Upaya penggundulan hutan tanpa memikirkan kemaslahatan lingkungan dan kehidupan manusia, hewan, serta tumbuhan adalah hal yang haram untuk dilakukan.

Al-Hasyr ayat 5 telah menyampaikan, bahwa perusakan hanya boleh dilakukan atas seizin Allah. Dalam praktiknya pun, tidak boleh ada yang membumihanguskan sebuah daerah (termasuk hutan). Mereka yang berani dalam kegiatan penggundulan hutan, patut dipertanyakan keimanannya terhadap ayat-ayat suci Al-Qur’an? Terlebih lagi pemimpin-pemimpin muslim yang sebelum menjabat disumpah melalui Al-Qur’an, bagaimana bisa membuat kebijakan yang justru menentang Al-Qur’an?

Sudah cukup seharusnya bagi kita yang telah merasakan dampak dan bencana alam atas perbuatan kaum kita sendiri. Banjir, longsor, kemiskinan, penyakit menular yang mematikan, kehilangan tempat tinggal, hingga kelangkaan pangan harusnya sudah menjadi alarm untuk berefleksi. Sejauh mana kita telah menyayangi lingkungan?

Maka, sudah menjadi kewajiban kita sebagai warga negara untuk menolak kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada nilai-nilai ekologis dan lingkungan. Sering kali, kebijakan-kebijakan yang dibuat hanyalah menguntungkan pihak-pihak tertentu, sedangkan masyarakat lebih banyak tidak dipedulikan. Oleh karenanya, kekuatan suara kita dalam melawan kebijakan yang tidak ramah lingkungan dapat menjadi senjata untuk menggagalkan ancaman bencana yang lebih besar.

Sesungguhnya, Allah mencintai kebaikan dan membenci kerusakan. Jangan sampai kita malah menjadi hamba yang melakukan apa yang Allah benci. QS. Al-Hasyr ayat 5 selalu mengingatkan kita bahwa perusakan lingkungan yang dilakukan secara sengaja adalah bentuk menentang perintah Allah. Wallahu a’lam bisshawab.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses