Membangun Sensitivitas Media dalam Pemberitaan Kasus Kekerasan Seksual

Sebagai instrumen komunikasi yang mampu menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat, media massa mempunyai peran strategis yang teramat vital. Sepanjang ini, media sering kali dipandang sebagai sarana utama untuk memperoleh informasi dan mengikuti perkembangan fenomena di sekitar kita.

Sebagai saluran penyebar pesan, arus media mampu berakselerasi mengirimkan informasi secara efektif, cepat dan tanpa henti kepada beragam audiens. Dampaknya pun sangat besar, mempengaruhi pandangan, pola pikir, opini publik dan perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam upaya pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) di masyarakat, media massa juga mempunyai posisi yang tak dapat dikesampingkan. Media mampu menjangkau publik secara menyeluruh, terlebih jika mereka mengedepankan perspektif gender yang seimbang. Ini penting supaya informasi atau berita yang disebarluaskan tidak terperangkap dalam bias atau keberpihakan yang tidak adil, yang justru dapat memarjinalkan kelompok rentan atau minoritas.

Dalam setiap pendistribusi informasi, media juga perlu memperhatikan cara penyajian informasi, terutama dalam berbagai kasus kekerasan seksual. Sebagai contoh, sering kali pemberitaan kurang berpihak pada korban kekerasan seksual, bahkan tak jarang justru makin memperkeruh keadaan mereka.

Tidak sedikit berita yang mengambil sudut pandang yang merugikan kondisi korban, sehingga menambah beban emosional mereka, dan menciptakan luka traumatis yang semakin mendalam. Meskipun tidak semua media bersikap demikian, penting juga bagi mereka untuk menyadari akan dampak yang ditimbulkan dari cara mereka mempublikasikan informasi.

Harapan kita, tidak hanya mengutamakan objektifitas dan akurasi, media juga harus menyentuh aspek psikologi dan perasaan korban yang juga diperhatikan. Harus ada langkah untuk meminimalisir stigma dan diskriminasi terhadap mereka, serta memberikan akses pemahaman yang lebih sensitif terhadap hak-hak mereka. Alhasil, pemberitaan dapat lebih berperan dalam membentuk masyarakat yang lebih adil dan peka terhadap isu kekerasan seksual seperti ini.

Misalnya, dalam salah satu publikasinya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan bahwa sejumlah media massa telah melanggar kode etik dalam memberitakan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh salah seorang oknum guru terhadap muridnya di Gorontalo.

Dalam laporan tersebut, sejumlah media ini secara terang-terangan memuat nama korban, bahkan menyebutkan nama sekolah dan organisasi tempat korban berkegiatan. Tindakan ini jelas memperlihatkan minimnya sensitivitas media terhadap pentingnya perlindungan identitas korban yang semestinya diproteksi dengan sangat hati-hati.

Lebih buruk lagi, sejumlah media bahkan menyiarkan potongan rekaman video yang memperlihatkan peristiwa kejahatan tersebut. Kendati diburamkan, penayangannya tetap mengungkapkan ketidakpedulian media terhadap keadaan korban.

Keputusan untuk menyiarkan rekaman semacam itu justru akan menambah beban psikologis bagi korban yang sudah terperangkap dalam kondisi trauma yang mendalam. Pemberitaan seperti ini tidak hanya melanggar etika jurnalistik, tetapi juga bertentangan dengan prinsip fundamental dalam perlindungan anak dan perempuan yang semestinya dijunjung tinggi oleh media.

Media massa seharusnya tidak terbuai pada hasrat untuk memperoleh popularitas dan viralitas semata ketika memberitakan kasus kekerasan seksual. Sebaliknya, media harus melaksanakan perannya sebagai penjaga etika, yang tidak hanya berperan untuk menyebarluaskan informasi, tetapi juga melindungi hak dan kondisi korban.

Media mempunyai imperatif moral dan tanggung jawab untuk merawat empati terhadap korban kekerasan seksual dan mengedukasi publik supaya lebih bijak serta peka dalam memahami isu-isu semacam  ini. Melalui cara demikian, media dapat berperan tidak hanya sebagai sumber informasi, tetapi juga sebagai agen perubahan yang mendukung terciptanya kesadaran kolektif dan proses pemulihan bagi korban.

Cara media massa mempublikasikan kasus kekerasan seksual mempunyai dampak yang signifikan terhadap bagaimana masyarakat memposisikan dan memahami risiko kekerasan seksual. Ketika media mengedepankan pemberitaan yang hiperbolis dan sensasional mengenai kasus kekerasan seksual, hal ini justru beresiko semakin mengakarnya pandangan negatif tentang kasus kekerasan seksual dalam masyarakat. Penyajian berita yang berlebihan dapat menciptakan ketakutan yang tidak proporsional, meskipun mungkin tidak menggambarkan kenyataan dengan akurat.

Ketidakseimbangan dalam pemberitaan, seperti sudut pandang yang berlebihan pada kasus tertentu atau tendensi pada elemen sensasional, seringkali dapat menyebabkan informasi yang tidak akurat. Pada gilirannya, hal ini dapat memantik ketidaknyamanan dalam masyarakat. Misalnya, pemberitaan yang menonjolkan detail-detail mengerikan atau memvisualisasikan kekerasan seksual, bisa membuat individu merasa cemas berlebihan akan kemungkinan terjadinya kekerasan seksual di lingkungan sekitar mereka.

Meskipun kewaspadaan terhadap potensi bahaya sangat penting, rasa takut yang berlebihan dan tak seimbang juga dapat menyebabkan depresi dan kecemasan yang tidak perlu. Hal ini memperlihatkan betapa pentingnya kedudukan media dalam mendesain pandangan masyarakat secara objektif dan bertanggung jawab.

Karena media massa mempunyai kekuatan besar dalam membentuk pandangan publik tentang risiko ancaman kekerasan seksual, mereka mesti menyadari dampak yang ditimbulkan baik positif maupun negatif dari cara mereka mempublikasikan isu tertentu. Maka dari itu, media perlu memastikan pemberitaannya adil, berimbang dan akurat, tanpa melebih-lebihkan, mendramatisir atau menyelewengkan fakta, agar dapat mendistribusikan pemahaman yang lebih komprehensif kepada masyarakat dan mencegah terjadinya ketakutan yang tidak mendasar.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses