Pelatihan Penguatan Kapasitas Fasilitator dan Calon Pengurus Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) untuk Pencegahan Perkawinan Anak di Wilayah Kota Banjarmasin

PADA 7 Agustus 2023, bertempat di Favehotel Ahmad Yani Banjarmasin, Rumah KitaB bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Banjarmasin telah menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Penguatan Kapasitas Fasilitator dan Calon Pengurus PATBM untuk Pencegahan Perkawinan Anak di Wilayah Kota Banjarmasin. Kegiatan tersebut dapat terselenggara atas dukungan AIPJ2.

Kegiatan pelatihan berlangsung selama tiga hari, sejak 7 Agustus hingga 9 Agustus 2023. Pada acara pembukaan hari pertama pelatihan dihadiri oleh 24 orang peserta, terdiri dari fasilitator PATBM DP3A Kota Banjarmasin, PATBM Kecamatan Banjarmasin Timur, PATBM Kecamatan Banjarmasin Selatan, PATBM Kecamatan Banjarmasin Tengah, dan Satgas PPA Kota Banjarmasin. Juga hadir secara langsung Plt. Kepala DP3A Kota Banjarmasin, yaitu M. Helfiannor. Selain itu, hadir juga perwakilan KPPPA dan Bappenas yang hadir secara online via zoom meeting, yaitu Rohika Kurniadi Sari, S.H. M.Si (Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan KPPPA), dan Yosi Diani Tresna (Plt. Direktur KPAPO Bappenas).

Achmat Hilmi (Direktur Kajian Rumah KitaB) dalam sambutannya menyampaikan ucapan terima kasih kepada para peserta dan undangan yang telah hadir pada kegiatan pelatihan. Hilmi juga menyampaikan bahwa pemilihan Kota Banjarmasin bukan tanpa sebab, beliau mengungkapkan bahwa pemilihan Kota Banjarmasin merupakan rekomendasi dari Bappenas dan KPPPA. Selain itu, Kota Banjarmasin merupakan pilihan prioritas karena Kalimantan Selatan termasuk dalam 10 besar angka perkawinan anak di Indonesia. Oleh karenanya, pelatihan ini menjadi salah satu upaya untuk memberikan penguatan kapasitas pada para fasilitator yang bergerak pada isu perlindungan dan pencegahan perkawinan anak di Kota Banjarmasin.

Dalam sambutannya, M. Helfiannor (Plt. Kepala DP3A Kota Banjarmasin) menyampaikan bahwa kegiatan pelatihan ini sangat bermanfaat bagi para fasilitator PATBM dari DP3A, satgas PPA, dan para pengurus PATBM kecamatan di Kota Banjarmasin. Berkaitan dengan pencegahan dan penurunan angka perkawinan anak di Kota Banjarmasin, beliau menuturkan bahwa hal ini merupakan tugas semua pihak, sehingga harus saling terkoordinasi dalam pencegahan perkawinan anak serta kekerasan yang rentan terjadi baik pada perempuan maupun anak di Kota Banjarmasin.

Agar kegiatan ini terhubung dengan pihak nasional, Rohika Kurniadi Sari perwakilan KPPPA menyampaikan terkait pencegahan perkawinan anak sebagai upaya pemenuhan hak anak untuk mewujudkan kota atau kabupaten layak anak di Indonesia. Menurut beliau fakta di lapangan masih ada orang tua yang menikahkan anaknya yang masih di bawah umur. Meskipun data menunjukkan adanya penurunan angka perkawinan anak di Kota Banjarmasin (130 kasus). Menurutnya, perlu terjalin kerja sama semua pihak, dan lintas sektor dalam pencegahan kawin anak.

Selain itu, penting juga peran dan keterlibatan PATBM dalam implementasi dan pencapaian target stranas pencegahan perkawinan anak pada tahun 2024. Hal tersebut disampaikan oleh Yosi Diani Tresna (Plt. Direktur KPAPO Bappenas). Ia memberikan apresiasi kepada semua pihak di Kalimantan Selatan yang telah berhasil menurunkan angka prevalensi perkawinan anak, yaitu dari 15,3 (2021) menjadi 10,53 (2022). Ia juga menyampaikan bahwa pelatihan penguatan kapasitas para fasilitator ini merupakan perwujudan Indonesia layak anak melalui penguatan sistem perlindungan anak yang responsif terhadap keragaman dan karakteristik wilayah anak untuk memastikan anak menikmati haknya.

Kegiatan pelatihan berjalan dengan lancar selama 3 hari. Adapun tantangan para pihak dalam pencegahan perkawinan anak, yaitu muncul keragaman kasus yang ditemukan terkait perkawinan anak dan kekerasan terhadap perempuan di Kota Banjarmasin yang disampaikan oleh para peserta. Misalnya tekait kasus kekerasan terhadap anak yang sudah terjadi sejak lama, namun baru terungkap karena anak korban kekerasan sudah berani melapor dan ia mendapatkan kekerasan selama 5 tahun terakhir.

Pada kasus lain, pihak PUSPAGA kewalahan ketika mengadakan pertemuan dengan salah satu keluarga yang ingin mengajukan dan meminta rekomendasi dari PUSPAGA agar memberikan izin melakukan perkawinan di bawah umur. PUSPAGA bersama dengan DP3A kemudian melakukan negosiasi terkait kasus tersebut, namun pemohon membawa tokoh agama (Tuan Guru) yang memiliki pengaruh yang cukup kuat di Kota Banjarmasin. Oleh karenanya, pihak PUSPAGA dan DP3A tidak berdaya untuk menghentikan perkawinan anak tersebut.

Salah seorang peserta pelatihan menyampaikan bahwa status tokoh agama di Banjarmasin merupakan posisi yang sangat sentral dalam memberikan dampak positif ketika bersinggungan langsung dengan masyarakat, terlebih Kota Banjarmasin merupakan wilayah yang agamis, kental dengan tradisi agamanya. Ketika posisi tersebut sebaliknya digunakan terhadap sesuatu yang negatif, maka akan berdampak juga dengan pemahaman masyarakat setempat.

Tiga hari pelatihan juga menunjukkan bahwa masyarakat dan para remaja masih perlu mendapatkan pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi yang baik dan benar. Dari beberapa kasus yang disampaikan oleh para peserta, penyebab perkawinan anak lebih banyak disebabkan karena kehamilan tidak direncanakan (KTD), sehingga pilihannya adalah dinikahkan.  Hal lain juga disampaikan oleh para peserta bahwa implementasi pengajaran terkait kesehatan reproduksi di lembaga pendidikan masih sangat minim, sementara transfer pengetahuan terkait kesehatan reproduksi di dalam rumah juga dianggap tabu. Selain itu, anak juga sudah bisa mengakses informasi terkait seks melalui media digital dan dapat diakses dengan mudah tanpa pengawasan orang dewasa.

Tantangan dan pembelajaran yang didapatkan selama tiga hari pelatihan menunjukkan bahwa pencegahan perkawinan anak di Kota Banjarmasin merupakan tugas semua pihak. Karenanya, semua pihak perlu terus berkolaborasi agar angka perkawinan anak di Kota Banjarmasin terus menurun, dan mengawinkan anak di bawah umur bukanlah solusi terbaik bagi anak. [Abqari]

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.