Laporan Seminar Strategi dan Inovasi Pencegahan Perkawinan Anak Rumah Kita Bersama, 28 Agustus 2019 “Ragam Inovasi membutuhkan dukungan Negara”

Bertempat di Crowne Plaza Hotel Semanggi Jakarta, Rumah KitaB  menyelenggarakan seminar dengan tema Ragam Inovasi dan Strategi Pencegahan Perkawinan Anak, 28 Agustus 2019. Acara ini dihadiri 146 peserta dari yang semula direncanakan 100 orang. Acara ini diselenggarakan dalam dua format yang mengkombinasikan ceramah dan diskusi.  Seminar dibuka dengan pidato sambutan Shane Flanagan, DFAT Political Counselor, sambutan KPPPA, Ibu Lenny Rosalin, pidato kunci dari Ibu Woro Srihastuti Sulistiyaningrum, Bappenas, dan pemantik diskusi Dr. Mardi CHandra dari Mahkamah Agung. Acara juga dimeriahkan dengan tarian dari komunitas warga dampingan Rumah KitaB di Cilincing dan shalawat dari santri  putri Pesantren Kebon Jambu. Dalam kegiatan ini diluncurkan dua  buah buku karya terbaru Rumah KitaB; Fikih Perwalian: Membaca Ulang Hak Perwalian Untuk Perlindungan Perempuan dari Kawin Paksa dan Kawin Anak, Mengapa Islam Melarang Kawin Anak, dan 5 leaflet infografis buku Fikih Perwalian.

Setelah penyampaian pengarahan dan pemantik diskusi oleh Pak Mardi Chandra, acara dilanjutkan dengan diskusi tematik yang dibagi ke dalam empat tema: inovasi untuk pelibatan remaja, inovasi dalam pelibatan perempuan dan komunitas, inovasi untuk tokoh agama dan ormas, serta inovasi dalam kelembagaan negara.

Dalam acara pleno  yang menampilkan  kesimpulan- kesimpulan  hasil diskusi tematik, para narasumber dari masing-masing kelompok menyampaikan butir-butir kesimpulan.  Dari kelompok Agama, Dr. Nur Rofiah, menyampaikan bahwa perkawinan tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja, misalnya untuk perkawinan di usia anak. Meski dalam fikih, perkawinan hukum asalnya adalah sunnah, tetapi status hukum itu tidak tetap dan bisa berubah dalam kasus perkawinan anak. Katakanlah, perkawinan anak itu diperbolehkan, misalnya, atau halal, tetapi itu tidak serta merta bisa menjadi justifikasi diperbolehkannya perkawinan anak. Harus dilihat dulu, apakah yang halal itu juga memuat kebaikan (thayib) bagi kelangsungan hidup si anak? Dan halal dan thayib belum cukup untuk melihat kemadharatan perkawinan anak. Harus juga melihat apakah perkawinan  itu halal, thayib, dan maslahat (maruf).

Dalam isu perkawinan anak yang cukup tinggi di Indonesia, tantangan yang dihadapi oleh oleh kelompok masyarakat dan pemerintah pergiat pengurangan angka perkawinan anak adalah,  konservatisme dalam agama dan budaya yang disebabkan oleh makin sulitnya ekonomi, makin kerasnya ancaman terhadap stabilitas keluarga tradisional akibat perubahan sosial, dan makin terbukanya pergaulan yang berdampak kepada pergeseran nilai-nilai tradisional, hal-hal mana berujung pada pemahaman  atas agama yang semakin kaku.

Indonesia, menurut  statistik sebagaimana disampaikan Woro Srihastuti Sulistyaningrum, ST, MIDS, Direktur KPAPO Bappenas, menempati posisi ketujuh dunia dan kedua di ASEAN sebagai negara dengan kasus perkawinan anak yang tinggi. Tingginya perkawinan anak di Indonesia ini menyumbang pada rendahnya  indeks pembangunan manusia Indonesia.

Hal senada juga dikhawatirkan oleh Shane Flanagan, Political Counselor for Indonesian Embassy, DFAT Australia. Perkawinan anak merupakan bagian dari pelanggaran hak anak. Di antara hal yang dilanggar adalah pendidikan. Karena bisa dipastikan anak-anak yang menikah di usia anak akan memilih atau dipaksa keluar dari sekolah. Dengan keadaan seperti ini, Indonesia di masa depan akan menghadapi ancaman kekurangan SDM yang berkualitas.

Lenny Rosalin, M.Sc., M.Fin,. Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menyoroti bahaya kesehatan yang mengancam perempuan yang menikah di usia anak. Alat reproduksi mereka belum siap untuk mengalami proses hamil dan melahirkan.  Kehamilan dan proses melahirkan di usia anak berpotensi tinggi pada kematian ibu dan memiliki kerentanan pada kesehatan bayi.

Perkawinan anak ini, menurut Woro Srihastuti Sulistyaningrum, tidak bisa diselesaikan hanya dengan UU. Oleh karenya, strategi dan inovasi dari berbagai pihak menjadi penting untuk diidentifikasi untuk diambil pengalaman dan pembelajaran baiknya.

Lies Marcoes, Direktur Eksekutif Rumah KitaB, menyatakan bahwa dalam rangka pertanggung jawaban publik, Rumah KitaB merasa perlu mengadakan seminar ini guna menyampaikan laporan dan pertanggung jawaban kepada publik atas berakhirnya program Pencegahan Perkawinan Anak, BERDAYA. Dalam Seminar ini Rumah KitaB menyampaikan empat jenis inovasi yang dikembangkan secara kreatif selama kegiatan berlangusng dari 2017 -2019. Keempat inovasi itu adalah: 1) Menggunakan pendekatan sosial keagamaan; 2) Penggunaan analisis gender; 3) Bekerja di tiga ranah (hukum, sosial, kegamaan; 4) bekerja di tiga level (nasional, daerah, akar rumput), dan di tiga wilayah (Cilincing, Cirebon, Makassar) serta dengan tiga kelompok (remaja, orang tua , tokoh formal dan non-formal).

Dalam laporan pleno, Misiyah, Direktur Kapal Perempuan, menyebut bahwa kasus perkawinan anak ini setidaknya bisa  masuk melalui pintu ekonomi, pendidikan, kesehatan reproduksi, gender, dan SDGs. Dan dengan berbagai tantangan dan keragaman karakter yang ada di masyarakat itu, dibutuhkan strategi dan inovasi dalam pencegahan perkawinan anak.

Lembaga seperti Kapal Perempuan, misalnya, menggunakan pendekatan komunitas belajar untuk menguatkan pemahaman perempuan-perempuan miskin yang selama ini tak terjangkau dengan program sekolah perempuan. Inovasi yang lain juga dilakukan oleh Yayasan Kesehatan Perempaun yang melakukan pencegahan perkawinan anak melalui penyuluhan kesehatan reproduksi di sekolah. Dan tentu masih banyak lagi inovasi dan strategi untuk menghentikan praktik perkawinan anak.

Aditya Septiansah yang memimpin Pleno kelompok remaja menyimpulkan, inovasi terpenting yang dibangun remaja dalah membangun jaringan dan menfasilitasi ragam aktivitas kreatif remaja yang harus difahami dan diakomodasi oleh pengambil kebijakan.

Lia Anggiasih dari Koalisi Perempuan Indonesia yang mewakili kelompok Pemerintah menyampaikan hasil plenonya. Ia menyatakan  bahwa  banyak inovasi telah dibangun oleh pemerintah atas dukungan berbagai kelembagaan lain. Antara lain lahirnya JR peninjauan batas usia anak. Tersedianya data, kesediaan lembaga-lembaga strategis untuk mengambil langkah legal formal dalam mengatasi persoalan hukum. Meskipun begitu diakui bahwa upaya yang dilakukan pemerintah banyak yang masih dalam proses, juga mengalami banyak kesulitan baik karena terkendala oleh aturan-aturan dalam penyusunan regulasi maupun karena birokrasi antar lembaga.

Catatan dari kelompok tematik ini menunjukkan telah banyak inovasi dalam pencegahan perkawinan anak, namun inovasi itu bersifat terbatas jangkauannnya. Oleh karena itu untuk mereplikasi dan menduplikasikanya dibutuhkan langkah strategis dari pemerintah, antara lain melalui RAN  KPPPA dan Stranas yang sedang disusun oleh Bappenas [] (Lies/ Aida)

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.