Hari Raya Penuh Warna

Hari Raya Idul Fitri yang penuh kegembiraan dan kasih sayang mempertemukan umat Muslim di seluruh dunia, baik mereka yang tinggal di negara mayoritas Muslim atau tidak, di kampung halaman atau di luar negeri. Idul Fitri menjadi kesempatan untuk mengambil nafas dari beratnya beban kehidupan dan hari-hari, berkumpul bersama orang-orang terkasih, dan mengenang mereka yang terlebih dahulu telah menghadap-Nya. Idul Fitri merepresentasikan kenangan yang tak terlupakan bagi anak-anak, seiring mereka bertumbuh menjadi ibu dan ayah yang berusaha menciptakan kenangan baru bagi anak-anaknya agar keceriaan berkeluarga tetap terjalin tanpa terputus.

Umat ​​Muslim di seluruh dunia memiliki beberapa ritual dan tradisi hari raya, seperti berkumpul dalam jumlah besar untuk melaksanakan shalat Idul Fitri, membersihkan rumah, mengenakan pakaian baru, memberikan permen atau uang kepada anak-anak, dan menyantap makanan bersama keluarga. Namun setiap negara mempunyai ritualnya masing-masing, yang menjadikan Idul Fitri memiliki warna tersendiri dan cita rasa khas yang tidak ada bandingannya di negara lain, sehingga Idul Fitri dipenuhi warna-warni dengan keberagaman umat dan suku.

 

Hari Raya dengan Cita Rasa Sejarah
Manifestasi perayaan hari raya dan tradisi yang terkait dengannya bukanlah hal baru dalam sejarah Islam. Pada masa Bani Abbasiyah, misalnya, hari raya tidak hanya terbatas pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha saja, melainkan mencakup musim-musim lain seperti Nowruz dan hari raya Persia kuno lainnya.

Wujud hari raya semakin meluas khususnya pada masa Kekhalifahan Fathimiyah, dan mencakup hari-hari lain seperti Maulid Nabi dan bulan Ramadhan, karena banyak tradisinya yang masih hidup hingga sekarang berasal dari zaman itu.

Di era Abbasiyah dan Fathimiyah, pembagian manisan adalah hal yang umum, dan dikenal sebagai “Fitrah” yang mengacu pada Idul Fitri. Meskipun masyarakat Mamluk menyajikan hidangan dengan manisan dan dinar di tengahnya, hidangan tersebut dikenal sebagai “Jamkiyah”, dan disajikan oleh sultan kepada para pangeran dan tentara senior. Kebiasaan ini masih dipertahankan oleh banyak keluarga di mana para orangtua sangat antusias untuk memberikan uang, mainan, dan permen kepada anak-anak mereka. Di beberapa negara, ini disebut “Idiyah”, dan di beberapa negara lain disebut “al-Khurjiyah”, diambil dari kata “kharj” yang merupakan tas untuk menyimpan uang.

 

Satu Hari Libur, Banyak Warna
Dengan beragamnya lidah dan bahasa serta beragamnya adat istiadat dari suatu negara ke negara lain, maka cara merayakan hari raya pun berbeda-beda, begitu pula masakannya pun berbeda-beda, karena eratnya keterkaitan antara perayaan sosial, keagamaan, dan makanan tidak bisa diabaikan begitu saja, terutama pada hari raya seperti Idul Fitri yang datang setelah sekian lama berpuasa dari makanan dan kenikmatan.

Di banyak negara, perayaan Idul Fitri dikaitkan dengan persembahan manisan, bahkan di Turki disebut “Seker Bayram” yang berarti “Hari Raya Gula”. Masyarakat Turki sangat menghormati orang lanjut usia ketika mereka menyapa dan mengucapkan selamat Idul Fitri dengan mencium tangan kanan orang tua dan menempelkannya di dahi. Anak-anak berpindah dari satu pintu ke pintu lain di lingkungan mereka, mengucapkan selamat Idul Fitri kepada tetangga mereka, dan menerima permen dan potongan coklat.

Di Kerajaan Arab Saudi, memakan kurma dengan kopi khas Arab dianggap sebagai ritual Idul Fitri, selain manisan seperti “maamoul”, “harissa”, dan lainnya.

Sedangkan di Yaman, “bint al-sahn” adalah manisan paling terkenal yang diasosiasikan dengan hari raya dan acara-acara pada umumnya, yaitu kue bundar yang terbuat dari wafer dari adonan tepung, air, mentega dan telur dengan sedikit gula dan dimaniskan dengan madu.

Di Tunisia, masing-masing negara bagian mempunyai hidangan khas. Hidangan yang paling terkenal adalah hidangan “charmoula”, yaitu pasta yang terbuat dari kismis dan bawang bombay berbumbu yang dimasak dengan minyak zaitun dan dimakan dengan ikan asin, selain makanan penutup seperti “mahkukah”, “rakhimiyah”, dan “rafisah”.

Meskipun orang Maroko menyantap hidangan seperti “ka’b al-ghazal”, “briouat”, dan “maissalat”, mereka lebih suka mengenakan pakaian tradisional seperti “jilbab torbus” dan “jabadur” dengan “fasian balgha”.

Sedangkan hari raya di Mesir tidak akan terasa manis tanpa kue, hidangan “petit four” dan “ghariba”, serta hidangan ikan serta ikan asin dan asap.

Di India dan Pakistan hidangan mie bihun manis yang disebut “sheer khurma” sangat populer, sedangkan di Rusia “pangsit tradisional” menjadi hidangan utama.

 

Cinta dan Welas Asih
“Mudik” atau “pulang kampung” merupakan fenomena di Indonesia pada saat Idul Fitri yang dikenal dengan “lebaran”, di mana Indonesia menjadi saksi pergerakan internal masyarakat terbesar seiring dengan kembalinya banyak orang ke keluarganya di desa asal mereka untuk menghabiskan Idul Fitri bersama, dan mereka bersemangat untuk mengenakan pakaian baru yang disebut “baju baru”.

Ritual terkenal lainnya di Yogyakarta, Indonesia, adalah acara yang disebut “Grebeg Syawal”, di mana Sultan mempersembahkan hadiah-hadiah yang disusun dalam bentuk piramida dan warga berlomba untuk mendapatkan bagiannya, dalam sebuah tradisi yang diyakini membawa berkah. Meriam kayu berukuran besar juga ditembakkan di tepian Sungai Kapuas di Pontianak untuk merayakan hari raya.

Makanan Idul Fitri yang populer di Indonesia antara lain adalah hidangan yang disebut “ketupat”, yaitu nasi yang dibungkus daun kelapa dan dimasak dengan santan, serta hidangan daging pedas yang disebut “rendang”, dan hidangan penutup seperti kue “nastar” yang terbuat dari adonan nanas, tepung, gula, dan kue keju yang disebut “castangel”.

Cita rasa Idul Fitri di Indonesia belum lengkap tanpa kue “lapis legit” yang merupakan salah satu makanan penutup paling terkenal yang dibuat dari banyak lapisan dan membutuhkan keahlian tinggi.

Anak-anak diberikan amplop warna-warni berisi uang sebagai hadiah dari kerabat, dan sebagian besar masyarakat Indonesia mengenakan pakaian tradisional pada Hari Raya Idul Fitri. Dan seperti banyak umat Muslim di seluruh dunia, beberapa dari mereka juga antusias mengunjungi makam orang tercinta yang telah tiada di momen kegembiraan Idul Fitri.

Cinta dan kasih sayang tidak hanya terbatas pada sanak saudara dan keluarga saja. Di Senegal, misalnya, para tetangga dengan senang hati menyantap potongan makanan di rumah seorang di antara mereka, kemudian mereka pindah ke rumah berikutnya, mengajak pemilik rumah untuk makan lebih banyak, demikian seterusnya hingga semua orang saling mencicipi makanannya.

Minoritas Muslim di negara-negara seperti Inggris, Australia, Amerika Serikat, dan banyak negara Eropa merayakan Idul Fitri dengan menghadiri shalat Id di masjid-masjid dan pusat-pusat Islam setempat. Mereka biasanya berkumpul dengan teman-teman, dan ekspatriat di antara mereka berkumpul dengan teman-temannya. Mereka menyiapkan makanan yang mengingatkan akan kampung halaman, dan menghabiskan hari raya Idul Fitri dengan cara tradisional.

 

Permainan dan Semangat Liburan
Bermain dan bersenang-senang adalah sesuatu yang tidak pernah hilang dari semangat Idul Fitri. Di saat banyak keluarga Muslim di seluruh dunia ingin mengunjungi taman hiburan, sejumlah negara memiliki keunikan dengan permainan dan tradisi khusus. Di Afganistan, misalnya, anak-anak hingga orang dewasa menyukai permainan memecahkan telur, yaitu mewarnai dan menggunakan telur rebus dengan tujuan memecahkan telur lawan dan kembali dengan jumlah telur terbanyak.

Di banyak negara, sebagian besar keluarga menginginkan anak-anaknya mengunjungi taman hiburan dan kebun binatang, yang biasanya ramai dikunjungi saat musim liburan. Beberapa juga memilih memanfaatkan liburan untuk berwisata ke pantai.

Di Malaysia, rumah-rumah dihiasi dengan lampu minyak tradisional yang dikenal sebagai “pelita”, dan hidangan tradisional seperti panekuk nasi juga disajikan. Tradisi Malaysia yang paling terkenal saat Idul Fitri adalah membuka pintu rumah bagi semua orang, tanpa memandang agama atau golongan. Jadi semua orang bisa menikmati makanan dan kebersamaan.

Di Singapura, umat Muslim merayakan Idul Fitri, atau disebut “Hari Raya Aidilfitri”, dan perayaannya terutama dirayakan di “Geylang Serai”, yang dihiasi dengan lampu dan warna-warni yang menakjubkan. Masyarakat juga menikmati makanan tradisional yang ditawarkan oleh pedagang seperti permen teh, bubble tea, dan banyak lagi.

Di banyak negara Teluk, serta di India dan Pakistan, perempuan sangat antusias menghiasi telapak tangan mereka dengan henna, yang merupakan ritual kuno dan diwariskan. Perempuan biasa berkumpul di rumah keluarga untuk ritual dekorasi berkelompok, dan ada juga yang pergi ke salon untuk melakukannya.[]

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.