Hakikat Puasa

Bicara tentang puasa memang tidak ada penjelasan memuaskan dari siapa pun, terutama tentang hakikat dan hikmahnya. Sedangkan manfaatnya bagi tubuh, bahwa ia sebagai obat dan pintu siasat dalam pengelolaan tubuh, para dokter telah menyelesaikan penelitian tentangnya; seolah-olah hari-hari di bulan yang penuh berkah ini tidak lebih dari tiga puluh pil yang diminum setahun sekali untuk menguatkan lambung, mencuci darah, dan melindungi jaringan tubuh.

Islam memberikan banyak inspirasi dan menyediakan aturan-aturan hukum untuk kebijakan realitas di bumi yang kecil, yang mengupayakan kelanjutan gagasan manusia di dalamnya, agar jiwa tidak berubah-ubah seiring dengan perubahan dan pergantian peristiwa yang berlangsung terus-menerus.

Di antaranya kemukjizatan al-Qur`an adalah ia menyimpan di dalam setiap lafazhnya kebenaran-kebenaran yang tidak diketahui setiap zaman, dan kemudian mengungkapkannya pada saatnya di mana ilmu pengetahuan penuh dengan labirin dan kebingungan. Al-Qur`an menantang sejarah dan masyarakat yang memandang rendah agama dengan menunjukkan fakta-fakta empiris.

Kalau kita merenungkan hikmah puasa dalam Islam, kita akan melihat bulan Ramadhan sebagai sistem praktis yang paling kuat dan inovatif. Sebab puasa merupakan “kemiskinan” yang dipaksakan oleh syariat kepada manusia agar mereka setara secara internal (batin), baik mereka yang memiliki uang triliunan, mereka yang hanya memiliki satu rupiah, atau mereka yang tidak memiliki apa-apa. Sama seperti semua orang setara dalam hilangnya kesombongan kemanusiaan melalui shalat yang diwajibkan Islam bagi setiap Muslim, atau hilangnya ketimpangan sosial dalam ibadah haji yang diwajibkan bagi mereka yang mampu.

“Kemiskinan” yang dipaksakan, dengan praktik yang jelas, dimaksudkan untuk membuat jiwa manusia merasa bahwa kehidupan yang benar itu berada di luar kehidupan dan bukan di dalamnya, dan hanya dapat dicapai sepenuhnya ketika orang-orang setara dalam rasa, bukan saat mereka berbeda, dan ketika mereka bersimpati dengan satu rasa sakit, bukan saat mereka bertengkar dengan perasaan yang berbeda-beda.

Kita dapat melihat bahwa manusia tidak berbeda dalam hal kemanusiaan karena akal, garis keturunan, pangkat, atau apa yang mereka miliki. Sebaliknya, mereka berbeda karena perut yang kemudian mempengaruhi akal dan emosi; jika perut dan otak berbeda kebutuhannya, maka perut akan mensuplai pasokan tenaga pencernaannya sehingga tidak ada yang tersisa.

Oleh karena itu, puasa mengatasinya dengan halus, disiplin, dan pelatihan, serta menjadikan manusia setara di dalamnya: mereka semua hanya mempunyai satu perasaan, satu indera, dan satu sifat. Puasa menghalangi materi untuk masuk ke dalam perut, menahan ujung-ujung saraf di seluruh tubuh, mencegahnya menerima makanan dan kenikmatan bahkan dari kepulan asap.

Dengan demikian, puasa menempatkan seluruh umat manusia dalam keadaan psikologis tunggal yang menyelimuti jiwa. Puasa mengeluarkan suara ruh yang mengajarkan belas kasih dan menyerukannya. Rasa lapar dan dahaga dalam puasa memunculkan gagasan kesetaraan antara si kaya dan si miskin. Dari gagasan ini, “kesetaraan”, hidup menjadi damai karena rukunnya jiwa-jiwa yang dipertemukan dalam satu rasa yang sama.

Salah satu aturan jiwa adalah rahmat muncul dari rasa sakit, dan ini adalah salah satu rahasia besar puasa. Puasa melakukan tindakan keras dan menaruh perhatian besar dalam menjauhkan makanan dari perut dan sekitarnya untuk jangka waktu tertentu hingga energi habis. Inilah cara praktis untuk membangkitkan rasa welas asih di dalam jiwa.

Dan ketika welas asih dari orang lapar yang kaya kepada orang lapar yang miskin tercapai, kata-kata batiniah manusia akan memiliki otoritas yang efektif di mana dorongan psikologis akan menguasai materi. Orang kaya mendengar dalam hati nuraninya suara orang miskin yang berkata: “Berilah padaku.” Orang kaya tidak mendengar kalimat ini sebagai permintaan harapan, melainkan permintaan perintah yang harus dipenuhi dan ditanggapi maknanya. Sama seperti orang yang menderita menghibur seseorang yang mengalami penderitaan yang sama dengannya.

Kemukjizatan reformasi apakah yang lebih ajaib dari mukjizat puasa, yang seolah-olah telah menetapkan bahwa sejarah perut dihilangkan dari seluruh umat manusia selama tiga puluh hari setiap tahunnya, untuk digantikan dengan sejarah jiwa? Terdapat perbandingan matematis yang menjadi hikmah dalam berpuasa sebulan penuh dari setiap dua belas bulan, dan perbandingan itu terlihat dalam pengaruh jiwa terhadap raga, dan pengaruh raga terhadap jiwa. Seolah-olah ini adalah bulan kesehatan yang ditetapkan oleh pengobatan setiap tahun untuk istirahat, penyembuhan, dan perubahan hidup, untuk mewujudkan pemulihan saraf dalam tubuh.[]

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.