Belajar dari Kehidupan Lebah

Manusia adalah hewan yang berpikir, demikian definisi yang dikenal dalam ilmu logika. Pernyataan tersebut menegaskan perbedaan utama antara manusia dan hewan adalah pada rasionalitas. Manusia dapat berpikir. Karenanya pula, dalam Al-Quran, Allah swt. Sering mengajak manusia untuk berpikir merenungkan ciptaan Tuhan. Salah satunya adalah hewan.

Kisah Fabel dalam Al-Quran

Al-Quran sering mengangkat kisah-kisah binatang atau yang sering disebut fabel. Kisah tersebut menjadi pelajaran berharga bagi manusia. Sayangnya, selama ini kita merasa bahwa hanya manusia yang hidup di dunia, padahal kita menghirup udara, berbagi ruang dengan kehidupan hewan dan tumbuhan yang ada. Dalam Al-Quran Surat Al-An’am ayat 38, Allah Swt telah menegaskan hal tersebut:

…وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا طٰۤىِٕرٍ يَّطِيْرُ بِجَنَاحَيْهِ اِلَّآ اُمَمٌ اَمْثَالُكُمْ

Tidak ada seekor hewan pun (yang berada) di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat (juga) seperti kamu…

Ada satu hal yang menarik yang ditegaskan dalam ayat tersebut yaitu bahwa kehidupan hewan yang ada di bumi disejajarkan dengan kehidupan manusia yang merupakan satu umat. Sebagaimana kehidupan kita, hewan pun memiliki kehidupan individual dan sosial sesuai dengan sifat dan cerminan perilakunya.

Mengapa hewan juga memiliki kehidupan yang “mirip” dengan manusia? Salah satu jawabannya adalah agar manusia dapat belajar kehidupan dari makhluk jelata yang sering tak dianggap ada. Juga agar manusia tidak berlaku semena-mena terhadap makhluk Allah yang lain.

Lebah dan Keteladanan bagi Orang Beriman

Salah satu hewan yang memberikan hikmah mendalam bagi manusia adalah lebah. Dalam Al-Quran surat al-Nahl ayat 68, Allah swt. berfirman:

وَاَوْحٰى رَبُّكَ اِلَى النَّحْلِ اَنِ اتَّخِذِيْ مِنَ الْجِبَالِ بُيُوْتًا وَّمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُوْنَۙ ثُمَّ كُلِيْ مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِ فَاسْلُكِيْ سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًاۗ يَخْرُجُ مِنْۢ بُطُوْنِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ اَلْوَانُهٗ ۖفِيْهِ شِفَاۤءٌ لِّلنَّاسِۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, “Buatlah sarang-sarang di pegunungan, pepohonan, dan bangunan yang dibuat oleh manusia. 69. Kemudian, makanlah (wahai lebah) dari segala (macam) buah-buahan lalu tempuhlah jalan-jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Dari perutnya itu keluar minuman (madu) yang beraneka warnanya. Di dalamnya terdapat obat bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Ayat tersebut diperkuat dengan hadis Nabi saw. berikut:

وَالَّذِي نَفْسُ ‏ ‏مُحَمَّدٍ ‏ ‏بِيَدِهِ إِنَّ مَثَلَ الْمُؤْمِنِ ‏ ‏لَكَمَثَلِ النَّحْلَةِ أَكَلَتْ طَيِّبًا وَوَضَعَتْ طَيِّبًا وَوَقَعَتْ فَلَمْ تَكْسِر ولم تُفْسِد

Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya perumpamaan mukmin itu bagaikan lebah yang selalu memakan yang baik dan mengeluarkan yang baik. Ia hinggap (di ranting) namun tidak membuatnya patah dan rusak (HR Ahmad).

Kedua dalil tersebut menegaskan pentingnya manusia, terutama orang beriman untuk belajar dari lebah. Satu hal yang dapat dipelajari dari kehidupan lebah adalah caranya membangun rumah. Dalam ayat tersebut, Allah swt. memberikan wahyu kepada koloni lebah untuk memilih lingkungan yang tepat untuk tinggal.

Falsafah Rumah Lebah

Rumah adalah persoalan penting, bukan hanya untuk lebah, terlebih lagi bagi manusia. Sayangnya, kita sering kali luput untuk memikirkan rumah tempat berdiam diri. Dengan populasi manusia yang terus meningkat, bagaimana menyiapkan rumah yang aman bagi keluarga?

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 284,44 juta jiwa, meningkat dari 255,59 juta jiwa pada tahun 2015. Artinya ada kenaikan sampai 30 juta jiwa selama satu dekade terakhir. Kalau dihitung rata-rata, setiap tahun bertambah 3 juta jiwa atau 8.219 jiwa setiap hari.

Populasi yang terus meningkat, tanpa dibarengi dengan kapasitas keluarga menuju sakinah, maka yang terjadi justru pintu masuk kerusakan umat. Permasalahan rumah tak bisa diselesaikan dengan sebatas tepuk sakinah. Perlu pemahaman lebih mendalam seputar rumah dan itu sudah ditekankan oleh prinsip hidup lebah.

Dalam ayat tersebut, Allah mengilhamkan pada lebah untuk membuat sarang di pegunungan, pepohonan atau bangunan tinggi. Mengapa perlu tinggi dan jauh, agar tidak mudah dirusak. Rumah perlu berdiri kokoh, bukan hanya fisiknya, tetapi juga nilainya.

Lebah yang Lebih Manusiawi

Kehidupan lebah menyiratkan perjuangan menghidupi nilai yang luar biasa. Mulai dari apa yang dimakan oleh lebah, semua adalah unsur kebaikan. Lebah hanya mengisap sari putik bunga dengan kualitas tinggi. Ini menjadi pengingat bagi manusia yang sering kali lupa dengan apa yang masuk ke dalam mulutnya. Semua dimakan, semua dilahap. Halal dan haram ditabrak begitu saja. Lebih parah lagi, yang dilarang itu pun diberikan kepada keluarga yang ada di rumah. Lebah jauh lebih mulia daripada kehidupan manusia.

Bukan hanya yang masuk, bahkan yang keluar dari lebah semuanya memberikan manfaat. Baik madu maupun sengatan lebah, semua menjadi obat. Berbeda dengan manusia, apa yang keluar dari mulut maupun dubur, lebih banyak tak berfaedah. Sudah yang masuk hal yang terlarang, apa yang keluar pun menyakitkan orang.

Puncaknya, lebah tak pernah merusak di mana pun ia hinggap. Ketika ia mengambil sari makanan dari bunga yang bermekaran, tak sedikit pun lebah merusak tangkainya. Lagi-lagi, manusia amat jauh dari teladan lebah. Bahkan kehadiran manusia sering kali menjadi benalu bagi masyarakat sekitar.

Rumah yang didirikannya, bukan hanya merusak alam, tak memperhatikan lingkungan sekitar, tetapi dari rumahnya pun menyebar berbagai penyakit sosial masyarakat. Kehadiran orang semacam ini sama sekali tak memberikan keamanan dan kenyamanan bagi tetangga. Padahal hadis Nabi jelas menegaskan bahwa seorang Muslim adalah yang memberikan rasa aman bagi saudaranya.

Berkaca dari kehidupan lebah, masihkah kita bisa angkuh? Melihat kondisi hari ini, rasanya lebah jauh lebih bermakna daripada manusia yang bergelar sarjana.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses