Workshop Pendampingan Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Untuk Mitra (Bagian Ketiga)

RABU-Jum’at, 19-21 Oktober 2022, Rumah KitaB kembali mengadakan pendampingan ketiga kepada mitranya di Cianjur. Acara yang diberi judul Workshop Pendampingan Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan Untuk Mitra di Cianjur ini dihadiri oleh 19 peserta (2 laki-laki dan 17 perempuan) dari PHC, Dinas DPPKB, dan perwakilan dari MUI.

Pada pendampingan ketiga ini secara khusus membahas tiga tema. Pertama, mengenai penggunaan media, baik media online atau offline, dalam kampanye pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Kedua, tentang pandangan Islam terhadap perempuan. Ketiga, pendekatan hukum dalam penanganan kasus. Hadir dalam sebagai narasumber sekaligus fasilitator dalam acara ini adalah Pandu Padmanegara (Digital Campaign Comcap), K.H. Imam Nahe’i (Komisioner Komnas Perempuan & Pengajar di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo), Ratna Batara Munti (Direktur LBH APIK Jawa Barat).

Pada setiap sesi dibawakan oleh narasumber secara interaktif, sehingga peserta bisa langsung bertanya, mengonfirmasi atau berdiskusi mengenai topik atau kasus tertentu. Pada sesi media, Pandu menyampaikan materi bagaimana media sosial bisa digunakan sebagai salah satu medium berkampanye pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Selain media sosial, Pandu juga menjelaskan pendekatan offline yang bisa digunakan untuk mendistribusikan informasi terkait dengan pencegahan atau penanganan kasus terhadap perempuan. Para peserta juga diajak secara langsung untuk mendesain kampanye pencegahan kekerasan terhadap perempuan.

Sementara pada sesi Islam dan hak-hak perempuan, Imam Nahe’i memulainya dengan menyusur kembali sejarah Islam lewat Nabi Muhammad Saw. Setelah itu, ia juga mulai mengupas satu persatu teks-teks keagamaan, seperti al-Qur`an dan hadits terkait dengan perempuan, misalnya terkait dengan menstruasi, pernikahan anak, kebolehan memukul pasangan, dan poligami. Paparan yang disampaikan oleh Imam Nahe’i bertumpu pada pendekatan maqâshid al-syarî’ah (tujuan-tujuan syariat) yang memperhatikan 5 dasar prinsip utama yaitu: hifzh al-‘aql (menjaga akal), hifzh al-dîn (menjaga agama), hifzh al-nafs (menjaga jiwa), hifzh al-nasl (menjaga keturunan), hifzh al-mâl (menjaga harta). Pada sesi ini, peserta juga diminta untuk berdiskusi kelompok untuk membahas empat kasus yang marak terjadi di Cianjur, seperti kawin kontrak, kawin anak, KDRT, dan kekerasan seksual.

Dan pada hari terakhir, peserta diajak untuk membahas bagaimana menangani kekerasan yang dialami perempuan dalam ranah hukum. Ratna Batara Munti mengajak peserta untuk belajar mengidentifikasi jenis kasus-kasus sesuai dengan KUHP, KUHAP, UU TPKS, atau UU PKDRT. Menurut Ratna, pendamping korban penting untuk mengetahui jenis-jenis kasus dan cantolan hukumnya supaya korban bisa mendapatkan keadilan. Setelah mengetahui jenis-jenis kasus dan rujukan hukumnya, peserta diajak Ratna untuk bermain peran mengenai alur pelaporan adanya kasus sejak dari pendampingan sampai masuk dalam proses peradilan.

Selama tiga hari berproses bersama, ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh peserta, di antaranya pada sesi media, misalnya, ada peserta bukan digital native sehingga memerlukan waktu dan usaha yang lebih untuk bisa memahami materi yang disampaikan. Pun di sesi agama dan hukum, meski bahasan yang disampaikan cukup berat dan membutuhkan konsentrasi yang tinggi, tetapi peserta tetap antusias dalam mengikuti acara. Pasalnya, pada sesi agama ada beberapa istilah keagamaan yang barangkali baru pertama didengar atau pernah didengar, tetapi belum memahaminya dengan baik, seperti metode maqâshid al-syarî’ah. Atau pada sesi hukum, peserta dipaksa untuk melihat satu per satu pasal yang berkaitan dengan kasus-kasus yang dihadapi perempuan dan anak.[NA]

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.