Pos

Refleksi Kegiatan Public Discussion on Regional Head Election 2024 and Launching of Book Women’s Political Leadership Jurisprudence (FKPP)

Pada hari Jumat, 13 September 2024, kampus STAI Duta Bangsa Bekasi menjadi tuan rumah acara Public Discussion on Regional Head Election 2024 and Launching of Book Women’s Political Leadership Jurisprudence (FKPP). Acara ini bertujuan menggali peran perempuan dalam politik serta memperkenalkan buku Fiqih Kepemimpinan Politik Perempuan. Peserta yang hadir meliputi mahasiswa, akademisi, dan masyarakat umum yang memiliki ketertarikan pada isu kepemimpinan politik perempuan.

Sambutan dan Pidato Kunci

Dalam sambutannya, Ibu Marisa, perwakilan Pemerintah Daerah Kota Bekasi, menekankan pentingnya mendorong generasi muda, terutama perempuan, untuk terlibat aktif dalam politik. Ia mengingatkan bahwa sejarah Islam mencatat kontribusi perempuan dalam berbagai sektor, seperti Khadijah dan Aisyah yang memiliki peran signifikan dalam kemajuan umat. Pesan Ibu Marisa jelas: perempuan harus lebih berani dan aktif dalam proses politik serta kepemimpinan. Semangat ini diharapkan memotivasi perempuan di Bekasi dan seluruh Indonesia untuk mengambil peran penting dalam berbagai bidang, termasuk politik.

Peluncuran Buku Fiqih Kepemimpinan Politik Perempuan

Ibu Erni Agustini, Direktur Program Rumah KitaB, membuka sesi peluncuran buku. Ia menjelaskan bahwa buku ini memberikan panduan teologis mendalam dan menjadi referensi penting untuk memahami peran politik perempuan dari perspektif Islam. Buku ini tidak hanya menyoroti sejarah peran perempuan dalam politik, tetapi juga menyediakan dasar-dasar teologis untuk mendukung keterlibatan perempuan dalam kepemimpinan politik.

Paparan Isi Buku oleh Achmat Hilmi

Achmat Hilmi, perwakilan penulis buku, memaparkan isi buku Fiqih Kepemimpinan Politik Perempuan. Ia menjelaskan bahwa buku ini mencatat dukungan Islam terhadap kepemimpinan politik perempuan dengan mengacu pada berbagai aspek sejarah. Salah satu tokoh yang dibahas adalah Khadijah binti Khuwailid, seorang pengusaha sukses di tengah masyarakat patriarkal yang mematahkan batasan peran domestik perempuan pada masanya. Keberhasilan Khadijah dalam bisnis merupakan bentuk perlawanan terhadap norma patriarki, menunjukkan bahwa perempuan mampu memberikan kontribusi signifikan dalam kehidupan publik.

Buku ini juga mengeksplorasi sejarah dinasti politik seperti Umayyah, Abbasiyah, Ayubiyyah, dan Turki Usmani, serta kontribusi perempuan dalam politik di Asia Tenggara dan Indonesia. Hilmi menegaskan bahwa buku ini memberikan wawasan tentang bagaimana perempuan mempengaruhi jalannya sejarah politik, lengkap dengan dalil-dalil keagamaan yang mendukung kepemimpinan perempuan.

Sesi Diskusi dan Tanya Jawab

Diskusi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dimoderatori oleh Octavia. Vidya, Ketua Bawaslu Kota Bekasi, menjelaskan bahwa keterwakilan perempuan di Bawaslu Kota Bekasi cukup baik, dengan dua perempuan dari lima anggota. Namun, di Jawa Barat yang terdiri dari 27 kabupaten/kota, hanya 20 perempuan yang menjadi penyelenggara di Bawaslu, dan hanya tiga yang menjabat sebagai ketua. Vidya mengingatkan bahwa UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memberikan kuota 30% keterwakilan perempuan dalam penyelenggaraan pemilu, tetapi peluang ini belum dimanfaatkan sepenuhnya.

Relevansi Buku dengan Pilkada 2024

Diskusi ini relevan dengan Pilkada di Bekasi karena membahas bagaimana perempuan dapat mengambil peran strategis dalam pengambilan keputusan. Buku Fiqih Kepemimpinan Politik Perempuan membahas prinsip-prinsip yang mendasari partisipasi perempuan dalam politik, dan acara ini memberikan ruang diskusi yang lebih luas terkait peluang dan hak perempuan dalam politik.

Penutup

Acara ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang peran perempuan dalam politik dan menginspirasi mereka untuk berkontribusi lebih banyak dalam bidang tersebut. Peluncuran buku ini juga menjadi sumber referensi penting bagi kajian lebih lanjut mengenai kepemimpinan politik perempuan dari sudut pandang Islam. Dengan demikian, acara ini tidak hanya menjadi momen refleksi dan pembelajaran, tetapi juga dorongan bagi perempuan untuk lebih aktif dan terlibat dalam proses politik demi kemajuan bangsa dan umat.

Diskusi Publik tentang Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) 2024 dan Launching Buku Fikih Kepemimpinan Politik Perempuan

Jawa Barat – Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB) mengadakan diskusi publik tentang Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) sekaligus meluncurkan buku Fikih Kepemimpinan Politik Perempuan di STAI Duta Bangsa, Desa Kali Baru, Kota Bekasi, pada Jumat, 13 September 2024.

Rumah Kita Bersama, yang lebih dikenal sebagai Rumah KitaB, merupakan lembaga yang berkantor di Perumahan Kintamani Village, Jalan SMP 211, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Rumah KitaB bergerak dalam isu-isu perempuan dan kelompok marjinal. Lembaga ini menjadi tempat perlindungan bagi kaum termarjinalkan sekaligus laboratorium riset literatur tentang problematika perempuan, anak, lingkungan, dan kelompok marjinal.

Lembaga ini mengadakan diskusi publik dengan berkolaborasi bersama Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bekasi, dengan STAI Duta Bangsa sebagai tuan rumah. Diskusi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana memanfaatkan hak pilih dengan bijak serta menyoroti pentingnya peran perempuan dalam pengambilan keputusan publik. Pada acara ini, turut diluncurkan buku Fikih Kepemimpinan Politik Perempuan.

Kegiatan ini diadakan sebagai upaya untuk menegaskan pentingnya peran perempuan dalam kontestasi politik, yang disampaikan oleh perwakilan Pemerintah Kota Bekasi, Ibu Marisa. Dalam sambutannya, beliau mengapresiasi terselenggaranya acara ini.

“Acara ini sangat penting dalam memberikan pemahaman kepada mahasiswa dan masyarakat umum. Dalam sejarah Indonesia, bahkan sejak zaman Nabi, sudah ada perempuan yang menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Tujuannya adalah untuk mewujudkan kemajuan bangsa,” ujar Ibu Marisa.

Beliau juga menekankan bahwa kesuksesan laki-laki sering kali tidak lepas dari peran perempuan, begitu pula sebaliknya. Kerjasama antara keduanya harus terus diperkuat, terutama dalam upaya memajukan bangsa.

Perwakilan penulis buku, Achmat Hilmi, Lc., M.A., menjelaskan bahwa peran kepemimpinan perempuan dalam sejarah Islam sudah dimulai sejak era Nabi, dengan tokoh-tokoh seperti Sayyidah Khadijah, Sayyidah Aisyah, dan para sahabiyah. Kepemimpinan perempuan ini terus berkembang hingga era Dinasti Umayyah, Abbasiyah, Ayyubiyah, Mughal, Safawi, dan Turki Utsmani, dan menyebar ke berbagai penjuru Asia Tenggara serta Indonesia. Buku ini bertujuan untuk meluruskan sejarah yang sering kali disalahartikan serta mengaitkannya dengan relevansi gerakan perempuan dalam Islam dan Indonesia.

Ketua Bawaslu Kota Bekasi, Vidya, menambahkan bahwa terdapat beberapa unsur penting dalam kepemimpinan politik perempuan. Pertama, regulasi. Kedua, partisipasi perempuan. Ketiga, pendidikan politik dan pelatihan bagi perempuan. Keempat, perempuan yang terlibat dalam politik praktis harus memiliki kemampuan untuk menyuarakan keadilan bagi masyarakat. Kelima, kerjasama antar-pemangku kepentingan (stakeholder).

Vidya juga mengingatkan bahwa dalam regulasi, partisipasi perempuan dalam legislatif dan birokrasi diatur dalam UU No. 17 Tahun 2017, yang menetapkan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. Namun, ia mempertanyakan apakah regulasi tersebut sudah dijalankan dengan baik dan benar-benar berpihak pada keterwakilan perempuan. Hal ini penting agar perempuan dapat memperoleh hak-haknya baik di birokrasi maupun legislatif.

Ia juga menyoroti keterwakilan perempuan di Bawaslu, yang masih sangat terbatas. Di satu kabupaten atau kota di Jawa Barat, hanya ada 3 sampai 5 perempuan yang bergabung, dan hanya 3 perempuan yang menjabat sebagai Ketua Bawaslu di seluruh Jawa Barat.

“Di satu kabupaten atau kota, hanya ada 3 sampai 5 perempuan yang bergabung di Bawaslu, dan hanya 3 perempuan yang menjadi Ketua Bawaslu di Jawa Barat,” lanjutnya.

Di era yang semakin dinamis ini, kepemimpinan politik perempuan bukan hanya aspirasi, melainkan kebutuhan mendesak. Kehadiran perempuan dalam pengambilan kebijakan, dengan perspektif khas mereka, dapat menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan adil. Ini juga dapat menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya untuk berpartisipasi aktif dalam proses politik yang lebih berpihak pada perempuan.

Keterlibatan dan kepemimpinan perempuan dalam politik mencerminkan kemajuan masyarakat yang berkeadilan gender. Ketika perempuan duduk di meja pengambilan keputusan publik, suara-suara yang terpinggirkan akan lebih terangkat, dan solusi yang lebih komprehensif serta responsif dapat ditemukan. Namun, perjalanan menuju kepemimpinan politik perempuan masih penuh tantangan. Meski perkembangan signifikan telah dicapai, perempuan masih menghadapi hambatan struktural, stereotip, dan kekerasan berbasis gender.

Kepemimpinan politik perempuan bukan sekadar memenuhi kuota atau menciptakan simbolisme. Ini adalah tantangan untuk membangun bangsa yang lebih adil. Buku Fikih Kepemimpinan Politik Perempuan yang baru diluncurkan adalah salah satu alternatif untuk menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kepemimpinan politik perempuan saat ini.

Merebut Tafsir: Reformasi Hukum Keluarga sebagai Basis Perubahan Hukum untuk Keadilan bagi Perempuan.

Oleh Lies Marcoes

Bersama P2KK LIPI dan atas dukungan Oslo Coalition, 12 Juli 2018, Rumah Kita Bersama ( Rumah KitaB) meluncurkan Buku terjemahan Reformasi Hukum Keluarga Islam: Perjuangan Menegakkan Keadilan Gender di Berbagai Negeri Muslim.
Dalam pengantar diskusi ini Lies mengatakan “Reformasi hukum keluarga merupakan sebuah keniscayaan karena keadilan di ruang domestik akan berpengaruh kepada pencapaian keadilan perempuan di ruang publiknya. Dengan mengutip pendapat Lena Larsen, Lies menyatakan bahwa dari Indonesia, negara-negara Muslim dapat belajar bagaimana reformasi hukum keluarga bisa dilakukan karena 1) Indonesia memiliki pengalaman menghadirkan perempuan sebagai subyek dan obyek hukum; 2) Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar dan terdepan dalam perkembangan pemikiran gender dan agama.
Acara ini, seperti diakui Lena Larsen dan Nelly van Doorn merupakan kegiatan penutup dari serangkaian kegiatan akademik yang diselenggarakan OSLO Coalition di Indonesia. Ini menjadi puncak kegiatan yang paling mengesankan bagi mereka.
Acara Seminar ini dihadiri oleh 120 peserta – dari rencana 75 orang, dan karenanya mohon maaf bagi yang tidak kebagian buku.

Penyampaian pemikiran tentang hadits sebagai arena perjuangan keadilan gender diantarkan dengan sangat runtut, argumentatif dan advokatf oleh Dr. Faqihuddin A Kodir. Berangkat dari kritik Faqih kepada para aktivis feminist Muslim yang “malas” memakai argumen hadis karena hadis populer dan mainstream seringkali merendahkan dan menista perempuan, Faqih mengajak untuk memakai hadits sebagai arena perjuangan, bukan saja karena kalangan salafi dan wahabi memakai hadits untuk mensubordinasikan perempuan tetapi juga karena peluang advokasi untuk keadilan gender sangat luas terdapat dalam hadits. Bagi Faqih Abdul Kodir kita kurang peduli pada hadits-hadist yang pada kenyataannya bersifat advokatif tapi kurang populer. Dalam isu kekerasan, poligami, misalnya banyak hadits yang melampaui pandangan Quran( yang seringkali dianggap ambigu) secara tegas melarang kekerasan dan menolak poligami. Karenanya menurut Faqih, pengalaman perempuan dan pengetahuan perempuan sebagai rijaalul hadits seharusnya diperdalam dan dijadikan rujukan utama; demikian juga dalam menentukan kriteria perawi hadits, perilaku orang yang meriwayatkan hadist harus diteliti kehidupannya sehari-hari terkait sikapnya kepada perempuan: pembohong kepada istri coret, pelaku kekerasan kepada istri, coret dan seterusnya.

Dr Aicha Hajami dari Maroko mengemukakan pengalaman Maroko dalam melakukan reformasi. Mereka berhasil melahirkan UU kawin anak, batasan dan bahkan larangan poligami. Hal yang terpenting adalah konsistensi dalam menggunakan hukum nasional sebagai perangkat untuk pemenuhan keadilan di mana para ulama pun tunduk pada aturan tersebut.

Prof Khalid Masud membahas tentang metodologi untuk mengatasi dispute antara hukum fiqh yang bersifat normatif dengan hukum universal yang merupakan hasil ijtihad untuk penegakan hak-hak perempuan dan bersifat aplikatif.
Dr Nina Nurmila menjelaskan startegi penafsirkan ayat-ayat yang tampaknya bias gender dengan menggunakan pendekatan hermeneutika termasuk kritik bahasa. Dan kyai Ulil Abshar Abdalla menjelaskan dari perspektif yang lebih luas tentang tantangan reformasi hukum keluarga ini, yaitu menguatnya corak keagamaan yang menggunakan identitas agama sebagai alat pembeda antara mereka dan kita. Sementara isu-isu yang terkait dengan pemenuhan hak perempuan seperti larangan poligami, larangan kawin anak digunakan sebagai pembeda ideologi oleh mereka. Karenanya advokasi harus dilakukan melampai pendekatan teknokratik atau pendekatan teknis (seperti tuntutan perubahan menaikan usia kawin) yang bersifat parsial tanpa menyentuh persoalan yang paling mendasar soal menguatnya penggunaan isu perempuan sebagai identitas keagamaan oleh kalangan salafi dan Wahabi.

Tanggapan para peserta, yang terdiri dari praktisi hukum seperti hakim, aktivis perempuan, Ibu Rumah Tangga, dosen dan peneliti cukup beragam, tapi intinya ini adalah upaya yang sangat baik dan membantu kerja -kerja mereka di lapangan. Akhirnya para peserta menghendaki kegiatan serupa diperluas dan training bagi para hakim agama yang memberi pencerahan dan keterampilan dalam reformasi hukum keluarga harus segera dilakukan! Hayuuuk

Bravo Rumah Kita Bersama!

Faqihuddin A Kodir

Dr Sri Hartiningsih

Faqihuddin A Kodir dan Khalid Masud

Khalid Masud

Lena and Aicha El Hajjami

Lies Marcoes

Prof Dra Hj Nina Nurmila

Ulil-Abshar-Abdalla

Widjajanti-Santoso