Merebut Tafsir: Sekarat Kurang
Oleh Lies Marcoes
Sekarat kurang adalah istilah yang saya dengar dari Ibu menggambarkan orang yang rakus utamanya terhadap makanan. Biasanya ditujukan kepada orang yang tak bisa mengukur kesanggupan diri dalam mengkonsumsi makanan dan karenanya terus mengumpulkannya padahal sudah kekenyangan sampai mau sekarat.
Ibuku sering mengatakan kita harus mengambil makanan secukupnya tak boleh berlebihan. Karenanya ia menasihati jangan mengumpulkan (memesan) makanan ketika sedang lapar karena makanan akan berlebih-lebihan dan terbuang sia-sia. Mungkin istilah yang tepat yang dikenal saat ini, lapar mata.
Malam ini saya diajak makan di luar oleh anak-anak. Kami memilih di hotel terdekat yang menawarkan Rp xx all you can eat. Untung tadi pagi sudah booking jadi masih bisa mendapatkan meja. Rupanya banyak keluarga berbuka di sana. Meja over booked. Tampaknya para ART mereka banyak yang sudah mudik atau sekedar menikmati bukber dengan keluarga di akhir Ramadan.
Selain makanan utama, terdapat ragam makanan pembuka, minuman dan menu khusus hidangan ala Timur Tengah dan makanan lokal.
Sebagaimana yang lain kami mengambil beberapa jenis makanan untuk takjil dan minuman. Setelah berbuka kami memilih makanan utama ditutup dengan kue dan buah.
Dan begitulah seperti kalap orang hilir mudik menangguk macam-macam makanan yang terhidang berpuluh macam jenis. Menjelang Isya kami keluar dengan meja yang kembali relatif bersih. Karena kami kebagian di ujung, tentu kami melintasi meja-meja makan. Pemandangan yang mencengangkan sekaligus membuat bersungut adalah, makanan bertumpuk di meja tak termakan dikelilingi orang-orang yang kekenyangan. Sebagain masih utuh menggunung sebagian sudah terlanjut diacak-acak. Niscaya itu semua akan berakhir ke kantong sampah!
Bulan Puasa ini saya sangat bersyukur bisa berpuasa dengan Dr. amina wadud. Kami shalat tarawih bersama dan sesekali jalan pagi. Salah satu disiplin yang saya tiru darinya adalah mengukur makanan yang akan kita santap. Jangan bersisa, jangan ada yang terbuang! Ia benar-benar nervous kalau ada makanan tersisa dan akan berakhir di kantong sampah. Ia menyebutnya telah berbuat zalim kepada alam dan kehidupan.
Malam ini, saya menyaksikan hal yang sungguh mencengangkan untuk tidak dikatakan menyebalkan. Makanan bertumpuk di meja hanya karena lapar mata dan sikap rakus- sekarat kurang.
Saya hanya bisa membatin, benar itu memang uangmu, dengan uang itu all you can eat. Tapi makanan yang terbuang karena sekarat kurang hanya menunjukkan uang itu tak berguna untuk mengangkat derajat seseorang sebagai manusia!
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!