Kebudayaan Bungkus Korek Api
Oleh Hairus Salim
Presiden Jokowi untuk kesekian kali tampil dalam upacara kenegaraan dengan mengenakan pakaian adat. Dalam seminggu ini sudah dua kali. Tapi entah mengapa saya melihat tampilan Jokowi dengan kostum adat itu tidak menarik. Bukan karena pakaiannya, kostumnya, yang sungguh sangat indah dan perbawa, tapi lebih karena konteksnya. Mohon maaf.
.
Dengan penggunaan ini, Jokowi masih memainkan pola dan gaya komunikasi politik dan kebudayaannya pada periode pertama. Kala itu, saya –dan mungkin banyak orang juga– memandangnya bagus sekali. Ada semangat pengakuan sekaligus dorongan utk mengembangkan pemikiran mengenai keberagaman dan memperjuangkan nasib masyarakat pinggiran di dalamnya. Strategi ini sependek pengetahuanku tidak pernah dilakukan SBY, Gus Dur, Megawati, bahkan seorang Soeharto.
.
Namun pada periode kedua, strategi seperti itu sudah tidak memadai. Pada periode kedua, orang lebih membutuhkan aksi dan pemenuhan janji-janji yang riil, serta pemihakan yang nyata. Karena itu pola komunikasi budaya seperti itu jadi dipandang hanya basa-basi. Tidak ada progresi sama sekali.
.
Ditengok lebih mendalam, strategi penampilan baju-baju adat memperlihatkan kebudayaan lebih dipandang sebagai jati diri, dengan demikian sangat esensialis. Kebudayaan ditatap lbh sebagai citra, pantulan saja, bukan sesuatu yang sehari-hari dan nyata. Pakaian adat Kan tidak dipakai sehari-hari dan kajian budaya juga menunjukkan pada hakikatnya pakaian-pakaian adat seperti itu lebih menampilkan aspirasi elit aristokrasi. Orang biasa umumnya memakai pada acara mantenan, untuk menjadi raja sehari, itu pun kalau ada duit.
.
Jelas sekali kebudayaan seperti ini hanya ada dalam brosur pariwisata dan bungkus korek api tempo dulu. Dan dalam hal ini, pemilik perusahaan korek api sudah lebih dulu dan lebih maju.
.
Kebudayaan sesungguhnya adalah pergumulan hidup sehari-hari. Masyarakat adat yang berjuang melawan korporasi yang menjadikan lahan adat dan lingkungan mereka sebagai hutan sawit atau tambang ekstraktif, dan tradisi leluhurnya tak aman untuk diamalkan. Masyarakat desa yang bertahan dari gempuran industrialiasasi. Para petani yang dicekik para tengkulak dan dihajar harga hasil produksi pertanian impor. Para buruh yang diintai oleh taring omnibus law…. Dan juga kalangan minoritas yang masih sering mengalami kekerasan dan diskriminasi…
Hal-hal itulah yang perlu disentuh dan dibela. Dan di hadapan hamparan masalah yang nyata seperti itu, penampilan dengan pakaian adat, adat mana pun, jadi menggelikan, Pak!
.
Dan sekarang kita telah 75 tahun merdeka, masa masih saja mengacu pada kebudayaan bungkus korek api, sementara korek api seperti ini sudah tak banyak dipakai lagi.
(Foto: koleksi pribadi)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!