Halaqah Fikih Peradaban, Hasilnya Menguap ke Mana?

Oleh: K.H. Jamaluddin Mohammad, Pengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon

 

DELAPAN tahun setelah Turki Utsmani tumbang akibat kalah dalam perang dunia pertama, tepatnya 1926 Nahdlatul Ulama (di)lahir(kan). Tumbangnya Turki Utsmani menandai berakhirnya Kekhalifahan Islam. Wilayah-wilayah yang dulunya menjadi bagian dari Turki Utsmani dikapling-kapling oleh negara Eropa sebagai pemenang perang. Imperium besar Islam yang sudah berumur 600 tahun itu harus kehilangan banyak wilayah kekuasaan dan hanya bisa diselamatkan dengan “bunuh diri”—membubarkan Kekhalifahan Islam.

Peristiwa sejarah ini, kata Gus Yahya (GY) dalam bukunya “PBNU: Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama”, menandai babak sejarah baru relasi antarnegara dan antarbangsa. Dunia sedang menyusun ulang. Peradaban baru mulai dirintis. Menurut kaca mata Gus Yahya, pendirian NU yang berselang dengan runtuhnya kekhalifahan Islam bukanlah peristiwa kebetulan. Ini menunjukkan cita-cita pendirian NU adalah cita-cita peradaban.

Saya suka sekali dengan penafsiran sejarah Gus Yahya. Selama ini saya hanya disuguhi narasi sejarah kelahiran NU dari Komite Hijaz yang dibentuk para ulama untuk merespon rencana pembongkaran makam Nabi Muhammad Saw. oleh rezim Wahabi.

Melalui narasi sejarahnya itu, Gus Yahya menginginkan NU terlibat dalam persoalan-persoalan besar dunia. Tidak cukup hanya berkhidmah pada persoalan sosial kemasyarakatan di tingkat lokal maupun nasional.

Terbukti, tak lama setelah dilantik Gus Yahya langsung menyusun seri Halaqah Fikih Peradaban yang disebar ke 250 titik dengan melibatkan ribuan kiyai/nyai. Tema besarnya membahas fikih siyasah dalam konteks negara bangsa, meliputi pembahasan status kewarganegaraan, kedudukan minoritas hingga kaidah pokok dalam pergaulan internasional.

Pada momen pertemuan G20, Gus Yahya juga menggagas acara berskala internasional, yaitu R20. Tokoh agama dunia dikumpulkan untuk membicarakan persoalan-persoalan kemanusiaan. Mereka diajak umtuk menjadikan agama sebagai solusi bukan sumber masalah bagi kebuntuan peradaban umat manusia yang diakibatkan oleh tafsir dan pemahaman keagamaan

Sebagai pamungkas dari rentetan Halaqah Fikih Peradaban, NU menggelar Muktamar Internasional Fikih Peradaban. Sekali lagi, acara ini untuk membranding serta meneguhkan peran global NU. NU mendunia! Namun, di luar ekspektasi saya, dari rangkaian projek ambisius itu, hasil rekomendasinya “sederhana” sekali: Menolak Khilafah dan Mendukung PBB. Jadi, hasil dari ratusan halaqah itu menguap ke mana? Wallahu a’lam bi al-shawab

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.