Pos

Perempuan dan Tulang Rusuk dalam Perspektif Mubadalah untuk Kebahagiaan Pasutri

Oleh Faqih Abdul Kodir

Dalam al-Qur’an, manusia itu diciptakan dari unsur air (QS. 25: 54) dan tanah yang kemudian menyatu dalam sperma dan indung telur (QS. 23: 12-14). Esensi penciptaan manusia adalah satu dan sama (QS. 4: 1). Tidak ada satupun ayat yang menyatakan bahwa perempuan, atau Siti Hawa as, diciptakan dari laki-laki atau Nabi Adam as. Tidak ada. Tetapi pandangan masyarakat sudah kadung meyakini demikian, bukan karena atau dari al-Qur’an. Tetapi, bisa jadi, mungkin karena pemahaman yang kurang cermat terhadap dua teks hadits berikut ini:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَىْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ

Dari Abu Hurairah ra, berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Saling bernasihatlah kalian semua (untuk kebaikan) perempuan. Karena sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk. Dan sesungguhnya bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah atasnya. Jika kamu luruskan, akan patah. Dan jika kamu biarkan, maka ia akan tetap bengkok. Maka (sekali lagi), saling bernasihatlah di antara kalian (untuk kebaikan) perempuan”. (Sahih Bukhari, no. 3366).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «المَرْأَةُ كَالضِّلَعِ، إِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ»

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Istri itu (terkadang) seperti tulang rusuk (yang bengkok dan keras). Jika kamu luruskan, kamu bisa mematahkannya. Jika kamu (biarkan, dan tetap) menikmatinya, maka kamu menikmati seseorang yang ada kebengkokan (kekurangan) dalam dirinya”. (Sahih Bukhari, no. hadits:  5239).

 

Di atas adalah masih terjemahan literal. Dalam terjemahan itu, kedua teks ini tidak bicara Hawa as tercipta dari Adam as, tidak juga perempuan dari laki-laki. Tetapi “perempuan diciptakan dari tulang rusuk” di teks pertama. Sementara di teks kedua, “perempuan seperti tulang rusuk”. Tentu saja “diciptakan dari” harus diartikan “seperti”, karena secara faktual tidak ada perempuan yang tercipta dari tulang rusuk dan ayat-ayat al-Qur’an juga (seperti disinggung di atas) menyebutkan penciptaan dari air, tanah, sprema, dan indung telur. Bukan dari tulang rusuk. Dalam metodologi tafsir, suatu makna yang berlawanan dengan teks-teks sumber, fakta realitas, atau akal pikiran, harus ditarik menjadi makna kiasan.

Karena itu, pernyataan “ tecipta dari tulang rusuk” di teks pertama harus dipahami dengan teks kedua “seperti tulang rusuk”. Artinya, hal ini harus dipandang sebagai kiasan (majaz) mengenai relasi suami istri. Makna kiasan ini menjadi sangat korelatif karena di awal maupun di akhir teks hadits pertama, ada penekanan norma untuk berbuat baik kepada perempuan.

Makna kiasan “seperti tulang rusuk” adalah kiasan tentang “seseorang yang kaku dan keras kepala”, yang jika “dipaksakan akan patah, tetapi jika dibiarkan akan tetap keras dan kaku seperti tulang”. Jadi, bukan soal penciptaan yang faktual perempuan dari tulang rusuk laki-laki. Melainkan kiasan metaforis tentang karakter perempuan/istri dan relasinya dengan laki-laki/suami dalam kehidupan rumah tangga, seringkali kaku, tidak sabar, dan mudah marah.

Makna kiasan ini juga, dengan qira’ah mubadalah, bisa tentang laki-laki/suami yang karakternya juga bisa kaku dan keras kepala ketika berelasi dengan sang istri. Sehingga, sang istri juga harus tenang, hati-hati, dan tidak terburu-buru merusak, apalagi meminta cerai.

Dalam perspektif mubadalah, persoalan karakter yang buruk bisa terjadi dari pihak perempuan dan bisa jadi dari pihak laki-laki. Ketika hal ini terjadi, maka pihak lain diharapkan untuk tenang dan mencari solusi, bukan malah larut dalam percekcokan. Jika istri yang berperilaku buruk, suami yang dituntut untuk bersabar. Dan sebaliknya, jika suami yang buruk, sang istri juga dituntut untuk bersabar dan tenang. Ini semua agar biduk rumah tangga tidak cepat oleng dan pecah. Baik suami maupun istri, dalam perspektif mubadalah, dituntut untuk menjaga bersama-sama ikatan pernikahan.

Jadi, jika dengan perspektif mubadalah, teks hadits pertama di atas, seharusnya diartikan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah makna literal (yang kiasan tentang perempuan saja) dan makna kedua yang mubadalah (tentang pasangan istri dan suami atau perempuan dan laki-laki):

Dari Abu Hurairah ra, berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Saling bernasihatlah kalian semua (untuk kebaikan) perempuan. Karena sesungguhnya perempuan itu seperti tulang rusuk bagian atas yang bengkok (yang kaku dan keras). (Berhati-hatilah dalam memperlakukan istrimu yang kaku dan keras itu), karen jika kamu luruskan (secara paksa), akan patah. Tetapi jika kamu biarkan saja (tanpa perbaikan apapun), maka ia akan tetap bengkok (keras dan kaku). Maka (sekali lagi), saling bernasihatlah di antara kalian (untuk kebaikan) perempuan”. (Makna Pertama).

Dari Abu Hurairah ra, berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Saling bernasihatlah kalian semua (wahai suami dan istri) untuk kebaikan. Karena sesungguhnya pasanganmu itu bisa jadi seperti tulang rusuk bagian atas yang bengkok (yang kaku dan keras). (Berhati-hatilah dalam memperlakukan pasanganmu yang kaku dan keras itu), karen jika kamu luruskan (secara paksa), akan patah. Tetapi jika kamu biarkan saja (tanpa perbaikan apapun), maka ia akan tetap bengkok (keras dan kaku). Maka (sekali lagi), saling bernasihatlah di antara kalian untuk kebaikan bersama”. (Makna Kedua).

Demikian, semoga bisa membantu untuk mewujudkan cara pandang yang positif antara laki-laki dan perempuan, terutama suami dan istri, sehingga tidak saling merendahkan. Sebaliknya, saling menghormati satu sama lain, bekerja sama untuk mewujudkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[]

Sumber: https://mubaadalah.com/2018/07/perempuan-dan-tulang-rusuk/