Tokoh Agama Inspiratif Perlindungan Anak
PEMILIK nama lengkap Baginda Hambali Siregar, M.Pd., disapa akrab Ustadz Hambali, merupakan warga keturunan Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan. Ayahnya menetap di Jakarta pada tahun 1960, dan Ustadz Hambali sendiri dilahirkan di Jakarta pada 29 Mei 1980.
Ustadz Hambali mengenyam pendidikan formal dari SD hingga SMA di Jakarta. Pendidikan S1 dan S2 ditempuhnya di UIN Syarif Hidayatullah Tangerang Selatan. Ia juga pernah nyantri di Pondok Pesantren Darus Sunnah Ciputat yang diasuh langsung oleh Alm. Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Ya’qub, mantan Imam Besar Masjid Istiqlal. Selain itu, ia juga pernah nyantri di Pesantren Riyadlul Mubtadi’in Pandeglang, Banten.
Beberapa pendidikan non formal lainnya yang pernah diikuti, yaitu pelatihan dakwah calon mubaligh Yayasan At-Taufiq Jakarta, Madrasah Diniyah Ula dan Madrasah Diniyah Tsani di Yayasan At-Taqwa Jakarta.
Di Kalibaru Ustadz Hambali adalah tokoh agama yang popular. Santri pengajiannya berjumlah ratusan orang, yang terdiri dari jamaah perempuan, kaum muda, remaja, dan anak-anak. Ketokohannya diakui oleh masyarakat Kalibaru. Kendati demikian, ia tidak tergoda untuk aktif di dalam kepengurusan salah satu ormas keagamaan seperti kebanyakan tokoh agama lainnya di Kalibaru.
Sebagai jalan dakwahnya, ia lebih memilih aktif dalam kegiatan-kegiatan di luar ormas keagamaan, di antaranya menjadi pengurus RW. 006 Kelurahan Kalibaru, pengurus PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) Kelurahan Kalibaru, pembina remaja masjid di RW. 006 Kelurahan Kalibaru, pengurus DKM masjid, serta pengajar Taman Pendidikan Al-Qur`an Kalibaru dan SMAN 73 Jakarta.
Dalam sektor usaha dan entrepreneur, Ustadz Hambali bersama istri mengelola dan mengembangkan butik di Kelurahan Kalibaru.
Selama bekerja di dunia pendidikan, Ustadz Hambali giat mendakwahkan pentingnya pendewasaan usia pendidikan kepada para anak didiknya untuk meningkatkan kualitas masa depan anak-anak dan remaja di Jakarta Utara.
Kini, dakwahnya terkait pendewasaan usia pendidikan semakin bertambah seiring dengan keterlibatannya dalam kepengurusan PATBM Kelurahan Kalibaru yang dibentuk paska pendampingan Rumah KitaB, dan ia dipercaya memimpin Divisi Pencegahan Kekerasan dan Perlindungan Anak.
Berbagai kegiatan terkait perlindungan anak telah ia lakukan, baik dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap anak maupun penanganan anak yang menjadi korban kekerasan. Sosialisasi dan edukasi ia lakukan di berbagai komunitas, termasuk di level Kecamatan Cilincing yang meliputi 7 kelurahan: Kalibaru, Cilincing, Marunda, Sukapura, Rorotan, Semper Timur, dan Semper Barat. Sosialisasi juga ia di level komunitas terkecil yaitu komunitas remaja/pelajar, serta komunitas orangtua di Kelurahan Kalibaru.
Sejak tahun 2019, Ustadz Hambali bekerja dengan komunitas dalam penanganan anak korban kekerasan, bekerjasama dengan P2TP2A Jakarta Utara dan PPA Polres Metro Jakarta Utara, baik sebelum dan sesudah tergabung dalam kepengurusan PATBM Kelurahan Kalibaru.
“Keikutsertaan saya dalam PATBM bukan karena saya merasa sebagai aktivis organisasi, tetapi semata-mata sebagai bentuk pengabdian saya di jalan dakwah dan sebagai ibadah untuk menyebarkan syiar agama,” kata Ustadz Hambali.
Menurut Ustadz Hambali, ibadah itu tidak saja berupa tindakan spiritual individu, tetapi justru harus lebih banyak diejawantahkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial yang berkontribusi positif menghindarkan masyarakat dari kemafsadatan serta membantu mereka meraih kemaslahatan, misalnya terlibat dalam upaya perlindungan anak dan pencegahan perkawinan anak demi menyelamatkan masa depan anak itu sendiri.
Tantangan dan hambatan dalam upaya pencegahan perkawinan anak dan penanganan korban kekerasan kerap dihadapi Ustadz Hambali. Pertama, masih adanya tokoh agama yang menolak pencegahan perkawinan usia anak dan membutuhkan waktu proses advokasi yang tak sedikit. Kedua, tidak adanya dukungan anggaran dari pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sehingga para penggerak seperti dibiarkan bergerak sendiri. Ketiga, masih maraknya praktik kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan keluarga terdekat. Keempat, tidak tersedianya ruang bermain anak yang menyebabkan tindakan pencegahan terjadinya kekerasan semakin sulit.[AH]