Pos

Tau Nina Kanca Anak Berdaya: Perempuan dan Anak Berdaya

Oleh: Erni Agustini

Kegiatan Temu Perempuan Pemimpin di Lombok Utara, yang diselenggarakan pada 9-10 November 2024, dapat terlaksana berkat kerja sama antara Rumah KitaB, JASS, dan Klub Baca Perempuan (KBP). Salah satu tujuan utama kegiatan ini adalah untuk menelaah kehidupan perempuan melalui pengalaman-pengalaman masing-masing peserta. Dari pengalaman tersebut, para peserta merumuskan strategi bersama untuk memperkuat kepemimpinan perempuan di akar rumput.

Salah satu sesi penting dalam kegiatan ini adalah sesi mengenali tubuh sendiri. Dalam sesi ini, peserta diajak untuk memahami bagian tubuh mana yang sering menderita sakit, jenis sakit yang dirasakan, serta bentuk-bentuk kekerasan seksual yang dapat dialami oleh perempuan. Penting bagi setiap perempuan untuk mengenali tubuh mereka sendiri, memahami potensi penyakit yang dapat menyerang, dan mencari solusi penanganan yang tepat. Fasilitator memandu peserta untuk berkelompok dan menggambar tubuh perempuan, yang memungkinkan mereka memberi tanda pada potensi penyakit dan kekerasan seksual yang mungkin dialami. Sesi ini sangat relevan mengingat pada tahun 2024, Lombok Utara mencatatkan 127 kasus kekerasan, dengan kekerasan seksual menjadi kasus tertinggi (SIMFONI-PPA).

Secara umum, para peserta berhasil mengenali tubuh dan alat reproduksi perempuan, serta mengidentifikasi potensi penyakit dan kekerasan seksual yang mungkin terjadi. Selain itu, peserta diajak untuk lebih memahami kesehatan reproduksi perempuan, bentuk-bentuk kekerasan seksual, dampaknya, serta sistem dukungan yang dibutuhkan perempuan dan anak. Dengan demikian, peserta memperoleh pemahaman lebih dalam tentang tubuh mereka, ruang aman bagi perempuan, dan pentingnya pemberdayaan perempuan.

Perempuan Berdaya, Bersatu, dan Bergerak Bersama

Klub Baca Perempuan (KBP) berperan sebagai wadah potensial bagi pemimpin perempuan komunitas di Lombok Utara untuk berkontribusi dalam menyelesaikan masalah perempuan dan anak. Sebanyak 11 lembaga yang bergerak dalam isu perlindungan perempuan dan anak turut mendampingi masyarakat di Lombok Utara. Keterlibatan KBP dalam perlindungan perempuan dan anak meliputi partisipasi dalam penyusunan naskah akademik Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Anak. Melalui keterlibatan ini, perempuan di akar rumput dapat mengawal proses pembuatan regulasi hingga implementasinya, agar perempuan dan anak di Lombok Utara memperoleh perhatian khusus.

KBP juga turut mendorong predikat Kabupaten Layak Anak yang berhasil diraih oleh Lombok Utara. Pada tahun 2017, 10 orang remaja yang tergabung dalam Kanca/KBP dilibatkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), di mana mereka menyampaikan aspirasi untuk prioritas pembangunan youth center sebagai rumah bersama para pemuda. Proyek ini diharapkan dapat direplikasi di berbagai tempat di Lombok Utara.

Keterlibatan pemimpin muda komunitas dalam berbagai momentum pengambilan kebijakan di Lombok Utara merupakan upaya penting untuk mempertegas hak warga negara dalam mengawal kebijakan, sekaligus menjadi wujud perempuan yang berdaya di Lombok Utara. Gerakan bersama yang melibatkan pemimpin perempuan di akar rumput diperlukan untuk terus mendorong disahkannya regulasi yang berpihak pada perempuan dan anak. Bahkan setelah disahkan, regulasi tersebut harus terus diawasi dan disuarakan pelaksanaannya.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh pemimpin perempuan komunitas, melalui Kanca/KBP, adalah terus melakukan kampanye menggunakan seni dan budaya—seperti tari, musik, dan kampanye di media sosial. Anggota muda yang tergabung dalam Kanca dan KBP telah melakukan hal luar biasa untuk merespons budaya patriarki dan kemiskinan. Langkah selanjutnya adalah terus memperkuat kerjasama dan persaudaraan agar perempuan dan anak di Lombok Utara dapat terus berdaya.

Temu Perempuan Pemimpin Komunitas Lombok Utara

Oleh Erni Agustini

Pada 9-10 November 2024, di penghujung momen pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di seluruh Indonesia, Rumah KitaB bekerja sama dengan JASS dan Klub Baca Perempuan (KBP), telah melaksanakan kegiatan Temu Perempuan Pemimpin Komunitas di Kabupaten Lombok Utara. Dalam kegiatan tersebut, yang terlibat adalah 25 orang perempuan dengan beragam latar belakang, pendidikan, dan aktivitas maupun profesi (guru, dosen, relawan KBP, kader pemberdayaan desa, analis kesehatan, fasilitator lapangan, maupun pelajar dan mahasiswa). Bahkan diantara pelajar dan mahasiswa tersebut ada yang aktif sebagai penari dan penyair berprestasi.


Urgensi Kegiatan 
Kegiatan ini menjadi penting, karena momentum Pilkada menjadi tumpuan untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan harapan masyarakat. Namun harus diakui harapan tersebut tidak mudah dipenuhi mengingat hingga saat ini masih sangat sedikit Kepala Daerah yang bertanggung jawab atas semua kebijakan yang dibuatnya. Juga belum banyak Kepala Daerah yang melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, suara masyarakat termasuk suara perempuan masih sering diabaikan dan dianggap tidak penting.

Pada tahun 2023, Rumah KitaB yang tergabung dalam Konsorsium We Lead, bersama dengan 100 perempuan pemimpin dari akar rumput telah berhasil merumuskan 10 Agenda Politik Perempuan untuk dibawa kepada para pengambil kebijakan untuk menjadi perhatian. 10 Agenda Politik Perempuan ini menggambarkan bagaimana masih banyak yang harus diperhatikan pemerintah untuk memperbaiki kehidupan masyarakat, termasuk didalamnya adalah kehidupan perempuan.


Tujuan Kegiatan Temu Perempuan Pemimpin
Tujuan kegiatan temu pemimpin perempuan adalah mengajak para perempuan untuk duduk bersama, membangun ruang aman untuk berbagi pengalaman masing-masing, dan membangun strategi bersama untuk memperkuat kepemimpinan perempuan di akar rumput yang nantinya bisa diteruskan kepada para pengambil kebijakan.


Transformasi Perempuan; Dari Ketidakberdayaan Menjadi Berdaya dan Berkarya
Kegiatan temu perempuan yang berlangsung selama dua hari ini dikemas dalam sesi-sesi yang menarik, interaktif dan mampu memberi inspirasi dan penguatan kepada para peserta. Dimulai dengan sesi perkenalan, berbagi pengalaman dan perasaan melalui ruang aman. Melalui ruang aman ini, para peserta mendapatkan kesempatan untuk menceritakan pengalaman dan perasaannya kepada fasilitator. Pada sesi ini, seluruh aktivitas tidak direkam dan didokumentasikan (foto dan video) untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada para peserta saat bercerita kondisi paling tidak berdaya dalam kehidupannya.

Dari sesi ini, terungkap betapa pelik situasi yang dialami perempuan dalam siklus kehidupannya. Peserta dari kelompok remaja, pelajar dan mahasiswa rata-rata memiliki kesamaan cerita pahit di masa kecilnya. Mereka kehilangan hak mendapatkan pengasuhan dari orang tua, kehilangan rasa aman saat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang tua, maupun pengalaman merasakan kekerasan secara verbal, fisik maupun psikologis. Dari cerita para peserta, ada kecenderungan bahwa para orang tua mudah menghukum anaknya secara fisik ketika berinteraksi. Situasi tersebut didorong karena situasi ekonomi yang sulit maupun imbas dari ketidakharmonisan hubungan di antara kedua orangtuanya. Selain kekerasan fisik, kekerasan juga terjadi terhadap ibu dan anak, karena dipicu oleh kehadiran pihak ketiga dan perselingkuhan sang bapak.

Dari berbagai situasi ini memaksa remaja mengambil alih peran dan tanggung jawab orang tua untuk mengasuh adik-adiknya karena orangtuanya harus bekerja ke luar negeri sebagai buruh migran. Adapun peserta yang sejak kecil diasuh oleh nenek atau kerabat, dan baru merasakan pelukan dari sang ibu saat sudah remaja karena sang ibu yang bekerja di luar negeri.

Diantara peserta remaja ada juga yang mengalami pembatasan terhadap akses pendidikan. Orang tua melarang mereka untuk melanjutkan sekolah di luar kota. Hal itu membuat teman-teman merasa cemas dan trauma. Namun demikian, situasi tersebut tidak membuat para remaja terpuruk, mereka mampu bertahan dalam situasi yang sulit, bahkan beberapa dari mereka berhasil mengukir prestasi dengan memenangi lomba, mendapatkan hadiah, dan lainnya.


Keterbatasan Perempuan Dewasa
Sementara itu, situasi ketidakberdayaan yang dialami peserta dewasa; pertama, isu kesehatan dan kehilangan anak. Bagi ibu, anak adalah sumber kehidupan dan pusat dunia. Kedua, masalah ekonomi. Ketiga, keterbatasan waktu untuk anak. Keempat, penilaian masyarakat karena meninggalkan anak.

Faktor yang Membuat Perempuan Dewasa Berdaya
Sementara yang membuat para perempuan dewasa berdaya adalah; adanya support system—dari suami, keluarga, Kanca KBP yang memberi ruang dan kesempatan untuk saling menguatkan, memberi ruang aman untuk berekspresi sehingga bisa menghasilkan karya; punya prestasi; perbaikan ekonomi; tubuh dan jiwa yang sehat; serta mendorong perempuan bersatu; memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan.


Menciptakan Ruang Aman Bagi Perempuan dan Anak
Terdapat kearifan lokal budaya Lombok yang perlu ditelisik kembali untuk mengatasi persoalan perempuan dan anak. Nursida Syam (Koordinator KBP) menuturkan bahwa terjadi perubahan dalam memaknai tradisi memulang, memaling, dan merarik (perempuan diculik oleh calon suami untuk dinikahi). Menurutnya, tradisi tesebut merupakan simbol bahwa perempuan mempunyai kuasa sendiri untuk memutuskan menikah atau tidak. Dalam tradisi merarik, ketika perempuan memutuskan dan tidak rela keluar rumah untuk bertemu dengan calon mempelai laki-laki, maka proses pernikahan itu tidak akan terjadi.

Namun praktiknya, dalam tradisi memaling/merarik, perempuan dijebak dan kemudian diculik oleh calon suaminya. Menurut Nursida Syam, menjebak perempuan melalui tradisi itu sesungguhnya telah mencederai adat. Tradisi ini sebetulnya mempunyai keberpihakan besar kepada perempuan, namun banyak tokoh adat memilih untuk tidak mengampanyekan keberpihakan dari tradisi ini.

Tradisi lain yang menunjukkan keberpihakan terhadap perempuan dan anak adalah tradisi menenun. Raden Muhammad Rais (Budayawan Sasak) getol menyuarakan bahwa dulu perempuan boleh menikah ketika mampu membuat 144 helai tenun—dengan beragam warna dan motif. Jika dikonversi usia, maka perempuan baru boleh menikah ketika memasuki usia 22 tahun. Mispersepsi yang terjadi terhadap tradisi ini yang menyebabkan kawin anak.


Masalah Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Selain itu, beragam persoalan yang dialami perempuan dan anak adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kekerasan seksual, kekerasan terhadap anak, stunting, bullying, perkawinan anak, judi online, yatim piatu sosial, diskriminasi terhadap perempuan, peredaran narkoba, prostitusi online, tingginya angka bunuh diri, serta depresi.

Akar Masalah
Akar masalah dari beragam persoalan di atas adalah;

  1. Kuatnya budaya patriarki:
    Budaya patriarki mendorong perempuan untuk tidak mendukung atau menjatuhkan perempuan lain. Dalam budaya patriarki, posisi laki-laki berada di atas perempuan. Dalam situasi seperti ini, kita jangan menyalahkan perempuan yang tidak mendukung perempuan karena mereka masih terpapar dengan budaya patriarki. Namun para perempuan yang sudah terpapar oleh isu keadilan gender, perempuan akan mendukung perempuan lain.

    Budaya patriarki juga mempertegas perbedaan karakteristik kepemimpinan laki-laki dan kepemimpinan perempuan. Salah satu karakteristik pemimpin laki-laki adalah one man show. Sementara pemimpin perempuan lebih banyak mengajak perempuan lain untuk membangun kekuatan. Namun, masih banyak juga pemimpin perempuan yang patriarki. Karenanya, kita perlu bernegosiasi dan mengajak para pemimpin laki-laki maupun pemimpin perempuan agar mereka mewakili suara perempuan bukan mewakili dinasti politik.

  2. Kebijakan yang tidak berpihak pada perempuan dan anak:
    Kebijakan yang berpihak pada perempuan dan anak masih sangat sedikit sehingga persoalan-persoalan yang ada tidak bisa diatasi.
  3. Kemiskinan:
    Menjadi akar masalah yang tidak terselesaikan hingga hari ini.

Harapan untuk Masa Depan Perempuan dan Anak
Lantas bagaimana seharusnya kondisi perempuan dan anak yang kita harapkan? Beragam respons muncul dari para peserta. Kondisi perempuan dan anak akan baik-baik saja jika;

  • Perempuan ikut mengubah dunia.
  • Perempuan menjadi pemimpin.
  • Tidak ada diskriminasi.
  • Ruang untuk anak muda berkreasi (youth center).
  • Perempuan dan anak bebas dari kekerasan.
  • Anak tumbuh didampingi orang tua.
  • Perempuan berpartisipasi aktif dalam pembangunan.
  • Perempuan menghargai keberagaman.
  • Hak dasar anak dan perempuan terpenuhi.
  • Berdaya dan mandiri.
  • Perempuan dan anak terlindungi.

Untuk melahirkan itu semua, kita semua harus mengakhiri akar persoalan yang ada, terus berstrategi dan bergerak bersama.

rumah kitab

Merebut Tafsir: Sebongkah Asa dari Lombok Utara

Oleh Lies Marcoes

Subuh ini, kembali saya dibuat haru oleh anak-anak remaja dari kelompok Kanca ( Kanaq Pecinta Baca). Ini adalah kumpulan remaja dampingan Nursyida Syam dari Klub Baca Perempuan (KBP), Desa Perwira, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara.

Sekumpulan anak remaja berbaju putih tampil dalam video yang mereka buat sendiri. Mereka menyajikan olah seni tari modern dengan pesan yang mereka gali dari kebiasaan di lingkungan mereka. Aksi seni ini berisi pesan gugatan atas cara orang dewasa yang memperlakukan beda anak lelaki dan anak perempuan.

Osi, remaja pegiat seni baca puisi, menohok kesadaran kita di ujung puisi yang dibacanya. “Atau.. Tuhankah lelaki itu?” Osi dan teman-temannya adalah pegiat literasi di Kanca yang lahir dari rahim KBP. Energi mereka menggelegak. Mungkin seperti remaja-remaja lain di banyak daerah di Indonesia. Namun hanya di rumah yang terbuka, yang demokratis dan menerapkan nilai kesetaraan, kaum remaja dapat menemukan kebebasan ekspresinya. Dan di Lombok Utara saya melihatnya sejak lebih dari 10 tahun lalu.

Dalam kerja-kerja penelitian, secara impulsif saya sering ngaprak ke segala penjuru negeri ini. Hingga suatu hari sampai juga ke rumah Nursyda Syam. Ia telah memulai kegiatannya dibantu Lalu Badrul, suaminya, membuat perpustakaan kampung. Gagasan itu muncul setelah ia memulainya dengan membacakan buku bagi kedua anaknya Eca dan Ara di beruga mereka (gubug di depan rumah tempat keluarga bercengkrama). Nursyida adalah anak seorang jurnalis. Ia sendiri juga menekuni bidang jurnalistik. Sejumlah anak dari para TKI/W di sekitar rumahnya kerap ikut mendengarkan dongeng dan bacaan Ida.

Ida pun kemudian mengajak Ibu-ibu mantan pekerja migran untuk mengasuh anak-anak yatim piatu sosial itu; Kak Tuan Uci salah satunya yang saya kenal. Ide Ida tak terbendung. Suaminya, Lalu Badrul, mengimbanginya dengan kesabaran tanpa batas. Tanpa tergesa-gesa, tanpa rekayasa, semuanya mengalir menumbuh kembangkan anak agar tak tergoda berumah tangga di usia muda. Ida dengan gagasan Klub Baca Perempuan itu ingin agar anak-anak percaya bahwa buku adalah jendela dunia.

Tak mulus semuanya mengalir: kadang menabrak batu, tersumbat sampah dan lunglai diterpa gosip. Harap diingat desa adalah satuan wilayah terkecil tempat “suara” diperebutkan. Ida sekuatnya bertahan tetap independen. Namun independensi juga beresiko bagi para penganjur partisan. Ida geming. Air kehidupan itu harus terus mengalir. Jadilah kini sebuah lembaga dengan kegiatan yang begitu dinamis, bersahaja dan tetap memberi kebebasan bagi anak-anak dan remaja untuk berkreasi.

Atas sumbangan para penderma dari negeri tetangga, Ida dipecaya mengelola amanah amaliah. Di musim kemarau, Ida dan suaminya mengawal pembagian air di desa-desa kerontang. Air memang tak dibeli, namun perlu truk angkut dan tenaga untuk memindahkan air dari telaga. Bantuan donatur dari Singapura mengatasi problem biaya angkut itu.

Ketika bencana gempa berturut-turut mengguncang Lombok Utara Juli dan Agustus tahun 2018, rumah Ida ikut hancur. Begitu juga perpustakaan yang dibangun secara swadaya. Namun tak terlalu lama tertegun Ida segera membuka posko. Perpustakannya yang rubuh dibangun kembali atas bantuan arsitek berbahan bambu tahan gempa, Bang Togu Simorangkir dari Samosir.

Sejak KBP berdiri, disusul bencana, banyak tangan terulur. Tapi Ida, Badrul tak berubah gaya hidup, pun rumah mereka yang tetap sederhana dan terbuka bagi siapa saja.

Setahun setelah gempa, covid-19 datang tak terduga. Diawali dengan keterkejutan yang membuat KBP dan Kanca istirahat dari kegiatan, Ida dan Lalu Badrul tak terlalu lama termangu. Mereka segera bergerak lagi. Dimulai dengan memanfaatkan kain perca, bahan baju yang belum dijahit ia mengajar ibu-ibu mantan TKW yang di rumahnya mempunyai mesin jahit untuk membuat masker daur ulang. Mereka mulai memikirkan hal-hal yang tak terpikiran sebelumnya dalam mengatasi covid-19 itu. Melalui jaringannya Ida membantu sejumlah Puskesmas agar para Nakes lebih dulu terlindungi.

Inisiatif lain susul menyusul muncul ketika banyak keluarga tak memiliki akses ke pasar dan pangan. Kambali Ida mengumpulkan bantuan untuk sembako atas dukungan banyak pihak. Tak berhenti di sana ia pun melihat tanah- tanah kosong milik para pemodal industri wisata yang tuannya tinggal di kota lain dan membiarkan lahannya terbengkalai. Dengan mengantongi izin pemanfaatan lahan, Ida dan keluarga serta anggota KBP dan Kanca merintis kebun pangan. Hasilnya, dalam tiga bulan telah melimpah ruah. Kebetulan masa panen itu dibarengi dengan kemarau. Ida pun mengirimkan bantuan air bersama hasil kebun pangannya.

KBP buat saya adalah oase tempat saya menemukan harapan dan semangat. Sebagai pegiat penguatan lembaga akar rumput, saya sedikitpun tak tergoda untuk mendesak mereka menjadi lembaga terstandar pengorganisasian dalam ukuran baku. Sebab, pada KBP dan Kanca terdapat pengetahuan dan praktik pengorganisasian yang ternyata bisa tumbuh berkembang sebagai sebuah gerakan yang genuine. Dan saya bangga telah menjadi saksi dari tumbuh kembangnya lembaga ini.

 

# Lies Marcoes, 13 Desember 2020.

MENGHADIRKAN PARA PIONIR PENCEGAHAN PERKAWINAN ANAK

Rabu, 22 Juli 2020, Rumah KitaB menyelenggarakan seminar nasioanl dengan tajuk Peran Para Pelopor Pencegahan Perkawinan Anak di Wilayah Terdepan (Pionir dari Frontier). Acara yang dilakukan secara daring ini cukup diminati, terbukti ada 180 orang terdaftar dari berbagai unsur, mulai dari rekan NGO, pemerintah –baik pusat atau daerah, akademisi, dan para mitra dampingan Rumah KitaB. Dengan kapasitas Zoom yang hanya menampung 100 orang, Rumah KitaB menyiarkan acara ini secara langsung via kanal Youtube Rumah KitaB untuk menjangkau peserta yang tak bisa masuk dalam ruangan Zoom.

 

Acara ini dibuka oleh Dr. Hari Nur Cahaya Murni, PLH Dirjen Bangda Kemendagri RI, dan diantarkan oleh Lanny N. Rosalin, M.sc., M. Fin., Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak KPPA RI. Hadir pula dalam acara ini Adyani Widiowati, Program Assisstant Ford Foundation. Bertindak sebagai moderator seminar adalah Lies Marcoes, Direktur Eksekutif Rumah KitaB, dengan narasumber Nurasiyah Jamil –Program Officer Program Berpihak di Cianjur, Nursyida Syam –Program Officer Program Berpihak di Lombok Utara,  Nurul Sugiyati –Program Officer Program Berpihak di Sumenep, Asep Suparman –Asisten Pemerintah dan Kesejahteraan Rakyat Kab. Cianjur, dan Bagiarti –Angota DRPD Lombok Utara.

 

Seminar ini, sebagaimana disampaikan oleh Fadilla Putri, program manager Rumah KitaB, dalam laporannya merupakan bagian dari program Berpihak. Berpihak adalah salah satu program yang dijalankan oleh Rumah KitaB dalam upaya pencegahan perkawinan anak di tiga wilayah: Cianjur, Sumenep, Lombok Utara atas dukungan Kementerian Dalam Negeri RI melalui Ford Foundation. Tiga kota dari tiga provinsi dengan angka perkawinan yang cukup tinggi di Indonesia. Berangkat dari data itu pula, Rumah KitaB mendesain program “pemantik” untuk ketiga wilayah tersebut untuk pencegahan perkawinan anak. Data adalah pijakan pertama untuk menuju tangga perubahan yang lebih tinggi, yaitu adanya perubahan kebijakan.

 

Dalam seminar ini, Rumah KitaB meluncurkan tiga laporan daerah yang berisi tentang pelaksanaan kegiatan dan profil para pionir. Ketiga buku itu adalah Budaya untuk Berdaya: Pendekatan Budaya untuk Pencegahan Kawin Anak (Pioner dari Frontier Kabupaten Sumenep), Upaya Bersama Cegah Kawin Tak Terencana (Pioner dari Frontier Kabupaten Cianjur), Menjaga Remaja Pasca Bencana ((Pioner dari Frontier Kabupaten Lombok Utara)

 

Adyani Widiowati, dalam sambutannya, mengapresiasi kerja-kerja yang telah dilakukan oleh Rumah KitaB dalam program Berpihak, terutama saat tetap memilih Lombok Utara sebagai lokasi program, meski saat itu Lombak dalam masa recovery pasca bencana. Bahkan, menurut Adyani, mempertahankan Lombok sebagai lokasi program adalah pilihan tepat. Sebab, pada masa-masa pasca bencana, anak-anak yang berada di barak-barak pengungsian lebih rentan mendapatkan kekerasan dan haknya sering terabaikan.

 

Senada dengan itu, Lenny  N. Rosalin menyebut dalam pengantar kuncinya bahwa perkawinan anak merupakan pelanggaran hak asasi anak yang sekaligus juga melanggar hak asasi manusia. Perkawinan anak, menurut Lanny, sering dianggap masalah kecil, padahal dengan angka perkawinan anak yang tinggi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) wilayah dan target SDGS Indonesia takkan bisa tercapai.

 

Hari Nur Cahya Murni, dalam sambutan pembukaan acara, menyatakan bahwa angka perkawinan anak di Indonesia adalah yang tertinggi keempat di Asia dan ketujuh di dunia. Ini artinya, tugas pemerintah untuk terus berupaya menurunkan angka perkawinan anak di Indonesia. Komitmen pemerintah untuk menekan angka perkawinan, menurut Hari, terlihat dengan dinaikkan batas usia kawin bagi anak perempuan, yang awalnya 16 tahun menjadi 19 tahun.

 

Dalam pengantar seminar, Lies Marcoes sebagai pemandu menjelaskan bahwa berbeda dari seminar nasional pada umumnya yang biasanya menghadirkan tokoh-tokoh nasional, dalam acara ini dihadirkan para pionir dari wilayah. Sebab, sesungghnya merekalah ujung tombak, yang berdiri paling depan dengan kesuksesan upaya pencegahan kawin anak. Para Pionir itu bisa tokoh adat, tokoh agama, tokoh penggerak remaja dan perempuan, atau remaja itu sendiri. Namun, para pionir ini bisa bergerak jika pemerintah daerah menjamin keberlanjutan upaya yang telah dirintis oleh lembaga seperti Rumah KitaB.

 

Lalu siapakah para pionier itu? Tiga wilayah ini memperlihatkan pembelajaran. Tak ada cetakan yang sama untuk melahirkan seorang pionier. Setiap wilayah dalam kelahiran para pionier pencegahan perkawinan anak, begitu ujar Lies Marcoes. Sebab , setiap wilayah memiliki keunikan, konteks sosial politik dan ciri yang menentukan upaya pencegahan perkawinan anak itu.

 

Cianjur, misalnya, menurut Nurasiyah Jamil pendekatan sosio-agama menjadi penting. Sebab, Cianjur adalah salah satu wilayah di Indonesia yang secara kultural cukup ketat dalam hal agama. Meski begitu, angka perkawinan anak di Cianjur tertinggi pertama di Jawa Barat. Tantangan yang cukup berat di Cianjur adalah revitaliasi budaya supaya lebih ramah pada perempuan dan anak. Keterlibatan tokoh agama, penggerak desa dan kelompok perempuan menjadi penting. Pun tak jauh berbeda dengan Sumenep, budaya tantangan sendiri dalam upaya pencegahan perkawinan anak.

 

Upaya pencegahan perkawinan anak di Kab. Cianjur, menurut Asep Suparman, diperlukan sinergi yang holistik dari semua pihak. Oleh karena itu, pemerintah Kab. Cianjur mencoba menggandeng seluruh elemen masyarakat, termasuk remaja, dalam sosialisasi Perbub No. 10 Tahun 2020 Tentang Pencegahan Perkawinan Usia Anak.

 

Anak tidak hanya dijadikan obyek advokasi, tetapi juga sebagai subyek aktif advokasi.Itu pula yang disampailan oleh Nursyida Syam yang mengatakan bahwa anak-anak di Lombok Utara rentan menjadi yatim piatu secara sosial, karena sistem perlindungan secara budaya semakin terkikis oleh perubahan tatanan sosial. Tak pelak, anak-anak yang menjadi korban pernikahan anak akan menanggung baban ganda dan tanpa pertolongan yang memadai. Oleh karena itu, sebagai salah satu strategi, Nursyida secara aktif melibatkan anak-anak sebagai “juru bicara” dalam pencegahan kawin anak pada sebayanya. “ Melibatkan anak artinya, kita harus berani memberi “ruang suara” dan “ ruang dengar” bagi suara anak-anak dan remaja. Namun, hal yang terpenting adalah “merebut kepercayaan mereka” dengan menepati janji atas rencana – rencana yang telah disepakati bersama mereka!.

 

Di akhir, seminar ini ditutup dengan pembacaan sebuah puisi dari Sapardi Djoko Damono oleh anggota Kanca (Kanak Pecinta Baca)

biarkan aku memandang ke Timur untuk mengenangmu
wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat,
para perempuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura.
selamat pagi, Indonesia, seekor burung kecil
memberi salam kepada si anak kecil;
terasa benar: aku tak lain milikmu[]

 

(Reporter: Aida)

 

Tokoh Agama, Adat, dan Pemerintah Daerah Jadi Kunci Dalam Mencegah Perkawinan Anak

Laporan wartawan Tribunnews.com, Mafani Fidesya Hutauruk

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB) menyelenggarakan Seminar Nasional virtual dengan mengangkat isu Pencegahan Perkawinan Anak melalui program BERPIHAK.

Program Manager Rumah Kitab, Fadilla D Putri menjelaskan latar belakang munculnya program BERPIHAK.

“Mengapa kami melakukan program ini, bermula dari penelitian yang rumah KitaB selenggarakan, karena Rumah KitaB merupakan lembaga riset dan advokasi untuk keadilan. Maka kami memulai dengan penelitian di lima provinsi atau 9 wilayah di Indonesia dengan dukungan Ford Foundation,” ucap Fadilla Putri pada Webinar Nasional BERPIHAK: Peran Para Pelopor Pencegahan Perkawinan Anak di Wilayah Terdepan, Rabu, (22/07/2020).

Ia kemudian menjelaskan temuan dari penelitian yang dilakukan Rumah KitaB terkait Pencegahan Perkawinan Anak.

“Salah satu temuan kunci dari penelitian ini adalah bahwa tokoh-tokoh seperti tokoh adat, agama yang kami sebut sebagai tokoh formal dan non formal termasuk pemerintah daerah memiliki peranan kunci dalam pencegahan perkawinan anak,” ucapnya.

Rumah KitaB menyelenggarakan program untuk melibatkan mereka mencegah perkawinan anak.

Menurut Fadilla pencegahan perkawinan anak menggunakan perspektif yang berpihak kepada anak perempuan dan remaja.

Pelibatan tokoh formal dan non formal penting dilakukan.

Seperti yang sudah dilakukan di Kabupaten Cianjur Rumah KitaB bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengesahkan Pergub Pencegahan Perkawinan Anak.

Selanjutnya di Kabupaten Sumenep, pemerintah daerah telah memasukkan Pencegahan Perkawinan Anak sebagai prioritas dalam program pemerintah.

“Sepanjang program menggunakan perspektif keadilan gender dan partisipasi anak tidak hanya dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh rumah KitaB. Kami juga bekerja dengan remaja dan orangtua,” ucapnya.

 

Hal tersebut dilakukan untuk berbagi apa saja yang dibutuhkan remaja agar tidak dikawinkan pada usia anak.

“Kami memastikan suara anak didengar dalam perencanaan pemerintah,” ucapnya.

Di Cianjur Rumah KitaB menyertakan suara remaja dalam penyusunan Pergub Pencegahan Perkawinan Anak.

“Begitu pun di Lombok Utara salah satu mitra kami mengundang perwakilan Pemda untuk mendengarkan aspirasi remaja,” ucapnya.

Menurutnya pemerintah Cianjur telah berhasil mengesahkan Pergub Pencegahan Perkawinan Anak pada Maret 2020 dan telah menggunakan usia yang sesuai dengan revisi UU perkawinan

“Kerja-kerja kami di daerah akan selalu kami bawa ke pemerintah pusat untuk mendukung inisiatif-inisiatif yang dilakukan oleh kementerian,” katanya.

Ia menjelaskan Rumah KitaB sebagai lembaga riset untuk advokasi sudah memproduksi beberapa buku pengetahuan.

Dalam program BERPIHAK ini Rumah KitaB bekerja dengan tiga pendekatan, yaitu hukum, sosial keagamaan, dan budaya.

Kemudian untuk menuju perubahan di tingkat kebijakan, Rumah KitaB turut bekerja di 3 level yaitu bekerja di komunitas, daerah, dan nasional.

Kami bekerja bersama tiga kelompok Champions yaitu remaja, kader, tokoh formal, dan non formal.

Terakhir, Rumah KitaB telah bekerja di beberapa wilayah di antaranya Lombok Utara NTB, Sumenep Jawa Timur, dan Cianjur Jawa Barat.

Webinar ini dihadiri PLH Dirjen Bangda Kementerian Dalam Negeri Hari Nur Cahya Murni.

Selain itu Regional Director Ford Foundation Indonesia Alexander Irwan.

Hadir pula Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga.

Acara ini dimoderatori Direktur Rumah KitaB Lies Marcoes.

Sebagai narasumber hadir Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Cianjur Asep Suparman dan PO Cianjur Nurasiah Jamil.

Selain itu, Bupati Sumenep Nurul Sugiyati dan Anggota DPRD Kabupaten Lombok Utara Bagiarti turut menjadi narasumber dalam webinar ini.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Tokoh Agama, Adat, dan Pemerintah Daerah Jadi Kunci Dalam Mencegah Perkawinan Anak, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/07/22/tokoh-agama-adat-dan-pemerintah-daerah-jadi-kunci-dalam-mencegah-perkawinan-anak.
Penulis: Mafani Fidesya Hutauruk
Editor: Adi Suhendi

 

Foto-foto Rumah KitaB:


 

 

Kunjungan Program BERPIHAK ke Lombok Utara

Sebelum gempa kawin anak sudah tinggi di Lombok Utara, setelah gempa dibutuhkan data terbarukan.
Secara anekdotal dalam 1 minggu di desa J kec Tanjung terjadi empat perisiwa kawin anak. Hal yang menguatkan untuk program cegah kawin anak di Lombok Utara adalah besarnya daya ungkit untuk bersama-sama mengatasi persoalan ini. Juga karena kerja-kerja civil society mendapat dukungan penuh dari PEMDA dan orang tua. Dalam setiap kunjungan ke instansi yang berwenang bukan hanya disambut baik tetapi sangat terbuka pada bacaan terhadap faktor penyebab baik kultural maupun ekonomi terhadap kawin anak. Sebuah langkah yang memudahkan untuk pendampingan dan advokasi. Keterangan foto: kami melakukan pertemuan di Berugaq, di lokasi pengungsian, di kantor sementara berdinding triplex dan di tenda darurat. Ayo Lombok Utara, kalian pasti bisa!

 

Bersama kepala BAPPEDA

pertemuan dengan pak sekda

Dinas sosial pemberdayaan perempuan Kasi Kelembagaan dan Peningkatan Kwalitas hidup perempuan ibu ria apriani Ibu Tri nuril fitri KASI perlindungan anak

Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Diskusi dengan Lembaga Perlindungan Anak

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumbangan Pribadi untuk Anak Perempuan Putus Sekolah Karena Kawin Anak

“Rumah KitaB telah menerima sumbangan pribadi untuk kelanjutan pendidikan anak perempuan seperti korban perkawinan anak dan bencana. Beberapa anggota Kanca dari Klub Baca Perempuan dengan gembira telah menerima bantuan alat belajar dan buku-buku bacaan dari Ibu Claire Harvey untuk program literasi di Rumah Indonesia, Kab. Lombok Utara”

.

Terima kasih ibu Clare Harvey

Ayo siapa lagi yang mau bantu?

Klub baca perempuan juga mendukung literasi di sekolah-sekolah di Kab Lombok Utara.

Saat ini mereka membutuhkan bantuan penyediaan buku.
Jika ada yang ingin membantu berupa buku langsung juga bisa.

.

Pengiriman donasi bisa langsung ke:
Yayasan Rumah Kita Bersama Indonesia
Bank Maybank no rek: 2.427.001.304

Silakan hubungi kami: official@rumahkitab.com
atau Nura: +62 856-9532-3908