Puasa, Kesadaran Khalifatullah dan Abdullah

Oleh: Suriadi (Perintis IPPQ Bulukumba)
Saat ini kita kembali memasuki bulan Ramadhan. Di saat ini pula, puluhan, ribuan, bahkan jutaan dari kita (baca:umat islam) tengah menjalankan ibadah puasa yang merupakan pilar dari rukun islam ke-4.

Bulan Ramadhan yang tengah kita jalani merupakan tamu mulia. Ini tergambar dari bentuk jamuan yang tersungging dibibir-bibir jalan juga disudut-sudut ruangan , yang kemudian menjadi stempel keabsahan pada diri setiap umat muslim untuk melayani tamu yang mendatanginya (baca : bulan Ramadhan) .

Tamu mulia layak disematkan pada bulan Ramadhan. Bulan yang di dalamnya ditinggikan derajat manusia dengan dibelenggunya keburukan, dibukanya pintu kebaikan.

Bulan yang di dalamnya karena iman dan pengharapan maka salah dan dosa yang lalu terhapuskan. Bulan yang di dalamnya terdapat pelatihan untuk memalingkan pandangan dan mengalahkan syahwat keburukan.

Bulan yang di dalamnya terdapat ajaran untuk bersedekah yang sadar, karena telah belajar arti lapar hingga terdorong untuk mencegah orang lain dari rasa lapar. Bulan yang di dalamnya dibangunkan setiap muslim dari kelalaian untuk kemudian memperbanyak sujud dan menyempurnakan ketaatan. Bulan yang di dalamnya manusia menjadi tahu nikmat kenyang dan haus yang tercukupkan.

Bulan yang di dalamnya penuh pelatihan untuk menyempurnakan fitrah manusia. Sebagaimana ulat, yang awalnya merusak tanaman, terlihat asing dan enggan dipegang, namun ketika telah melatih diri dalam kepompongnya, maka ia keluar menjadi kupu-kupu indah dan menawan setiap mata yang memandangnya.

Kembali kepada jalur yang benar, tampaknya lebih pas diucapkan kepada manusia yang berpuasa sebagai upaya mencari kebenaran manusia yang manusia. Kenapa manusia yang manusia?, karena lahir sebagai manusia itu mudah namun hidup layaknya sebagaimana seorang manusia sangatlah sulit untuk di teguk rasanya.

Mungkin, sebelum Ramadhan kita banyak keluar jalur, dan ketika ramadhan kita kembali ke jalur. Selanjutnya, kemelekatan kita dengan dunia diuji melalui zakat fitrah. Setelah melalui itu semua, akhirnya kita mencium semerbak idul fitri, rapat pleno sah, kita kembali pada fitrah.

Dengan demikian, ibadah puasa bukanlah ritualitas formal semata tanpa makna. Hal ini telah di wanti-wanti Rasulullah SAW melalui sabdanya “Banyak diantara orang yang berpuasa tidak memperoleh sesuatu dari puasanya, kecuali rasa lapar dan dahaga,”

Berdasarkan sabda Nabi tersebut di atas, dijelaskan, ada pesan moral yang melekat pada diri seorang muslim yang berpuasa.

Hemat penulis, inilah pesan moral dari ibadah puasa, yaitu kesadaran ilahiyah dan hamba, menjadi manusia yang berstatus khalifah juga Abdullah, Abdullah yang sukses misinya sebagai hamba penyembah Allah, khalifatullah yang sukses misinya sebagai pengayom bumi dan seisinya. karena Setelah Allah menciptakan bumi dalam kondisi siap untuk di huni, dan seisinya diberi tugas untuk melayani , maka manusia adalah tujuan akhir dari ciptaan Ilahi.

Sumber: Sulengka.net

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses