Membaca Kembali Kisah Kaum Luth di dalam Al-Qur`an (2/2)

KALAU mengacu kepada teori “tartîb al-suwar hasba nuzûl al-âyât” (urutan surah berdasarkan turunnya ayat” di dalam kitab “Ahsan al-Qashash: Târîkh al-Islâm kamâ Warada min al-Mashdar, Ma’a Tartîb al-Suwar Hasba al-Nuzûl” karya Ibn Qarnas, seorang sejarawan Muslim), akan diketahui bahwa fâhisyah (perbuatan keji) yang membuat kaum Nabi Luth as. ditimpa azab dari Allah Swt. bukan karena mereka gay dan bukan semata-mata karena praktik liwâth (sodomi) yang mereka lakukan.

Pertama, di awal ayat yang menyebut kisah kaum Nabi Luth selalu disinggung mengenai pendustaan mereka terhadap ajaran Nabi Luth: “Kaum Luth pun telah mendustakan ancaman-ancaman [nabi mereka],” [QS. al-Qamar: 33]. Inilah di antara sebab yang membuat mereka layak mendapatkan azab sebagaimana kaum-kaum lainnya yang telah mendustakan para rasul. “Kaum Luth telah mendustakan rasulnya, ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada mereka, ‘Mengapa kamu tidak bertakwa?” [QS. al-Syu’ara`: 160 – 161]; “Sebelum mereka itu, kaum Nuh, Ad dan Fir’aun yang mempunyai tentara yang banyak, juga telah mendustakan [rasul-rasul], dan [begitu juga] Tsamud, kaum Luth, dan penduduk Aikah. Mereka itulah golongan-golongan yang bersekutu [menentang rasul-rasul]. Mereka semua telah mendustakan rasul-rasul, maka pantas mereka merasakan azab-Ku,” [QS. Shad: 12 – 14]; “Sebelum mereka telah mendustakan [pula] kaum Nuh dan penduduk Rass dan Tsamud, dan kaum Ad, kaum Fir’aun dan kaum Luth, dan penduduk Aikah serta kaum Tubba’. Mereka semua telah mendustakan rasul-rasul maka sudah semestinyalah mereka mendapat hukuman yang sudah diancamkan,” [QS. Qaf: 12 – 14]; “Dan jika mereka (orang-orang musyrik) mendustakan engkau (Muhammad), begitu pulalah kaum-kaum yang sebelum mereka, kaum Nuh, Ad dan Tsamud [juga telah mendustakan rasul-rasul-Nya], dan [demikian juga] kaum Ibrahim dan kaum Luth, dan penduduk Madyan. Dan Musa [juga] telah didustakan, namun Aku beri tenggang waktu kepada orang-orang kafir, kemudian Aku siksa mereka, maka betapa hebatnya siksaan-Ku. Maka betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan karena penduduknya dalam keadaan zhalim, sehingga runtuh bangunan-bangunan dan [betapa banyak pula] sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi [tidak ada penghuninya],” [QS. al-Hajj: 42 – 45]. Surah al-Hajj merupakan salah satu surah yang diturunkan di Makkah (Sûrah Makkîyyah) dengan tujuan memberikan peringatan kepada kaum Quraisy yang mendustakan Rasulullah Saw.

Kedua, surah al-Qamar adalah surah pertama yang menyebutkan kisah kaum Luth, di dalamnya diterangkan mengenai pemaksaan dan upaya keras mereka untuk memperkosa tamu-tamu Nabi Luth: “Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya [agar menyerahkan] tamunya [kepada mereka], lalu kami butakan mata mereka, maka rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya pada esok harinya mereka ditimpa azab yang kekal,” [QS. al-Qamar: 37 – 38]; “Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, ia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan ia berkata, ‘Ini adalah hari yang Amat sulit.’ Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata, ‘Hai kaumku, inilah putri-putriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan [nama]ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?’ Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa Kami tidak mempunyai keinginan terhadap putri-putrimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya Kami kehendaki.’ Luth berkata, ‘Seandainya aku ada mempunyai kekuatan [untuk menolakmu] atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat [tentu aku lakukan],” [QS. Hud: 77 – 80]; “Dan datanglah penduduk kota itu [ke rumah Luth] dengan gembira [karena] kedatangan tamu itu. Ia (Luth) berkata, ‘Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka jangan kamu mempermalukan aku, dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina,” [QS. al-Hijr: 67 – 69]. Jadi, mereka datang ke rumah Nabi Luth untuk berbuat keburukan dan penghinaan.

Ketiga, sejumlah surah menggambarkan bahwa kaum Nabi Luth adalah kaum yang suka melakukan tindak kriminal/kejahatan/dosa (mujrimîn), “Mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa (kaum Luth),” [QS. al-Dzariyat: 32]. Di antara kejahatan mereka adalah memaksa Nabi Luth untuk menyerahkan tamunya [QS. al-Qamar: 37]. Azab yang menimpa mereka karena saking banyaknya kejahatan yang mereka lakukan; “Mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa (kaum Nabi Luth),” [QS. al-Hijr: 58]; “Dan Kami turunkan kepada mereka hujan [batu]; maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu,” [QS. al-A’raf; 84].

Keempat, kaum Nabi Luth melakukan fâhisyah (perbuatan keji) dengan penuh kesadaran dan atas pilihan mereka sendiri: “Dan [ingatlah kisah] Luth, ketika ia berkata kepada kaumnya, ‘Mengapa kamu mengerjakan fâhisyah padahal kamu melihat [perbuatan itu adalah dosa]?” [QS. al-Naml: 54]. Mereka pergi ke rumah Nabi Luth dengan niat melakukan kejahatan (jarîmah) dengan cara pemaksaan; “Dan [kami juga telah mengutus] Luth [kepada kaumnya]. [Ingatlah] tatkala ia berkata kepada mereka, ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fâhisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun [di dunia ini] sebelummu?’ Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu [kepada mereka], bukan kepada perempuan, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas,” [QS. al-A’raf: 80 – 81]; “Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia, dan kamu tinggalkan perempuan yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istri kamu? Kamu [memang] orang-orang yang melampaui batas,” [QS. al-Syu’ara`: 165 – 166]; “Dan [ingatlah] ketika Luth berkata kepada kaumnya, ‘Kamu benar-benar melakukan perbuatan yang sangat keji yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu. Apakah pantas kamu mendatangi laki-laki, menyamun (merampok), dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu,” [QS. al-Ankabut: 28 – 29].

Kelima, kaum Nabi Luth melakukan fâhisyah secara terang-terangan: “Mengapa kamu mengerjakan fâhisyah (perbuatan keji) padahal kamu melihat [perbuatan itu adalah dosa]?” [QS. al-Naml: 54]. Mereka melakukan fâhisyah di hadapan sesama mereka sendiri di tempat-tempat pertemuan mereka; “Apakah pantas kamu mendatangi laki-laki, menyamun, dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu,” [QS. al-Ankabut: 29]; “Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji (al-sayyi`ât),” [QS. Hud: 78]. Mereka suka melakukan fâhisyah dengan terang-terangan di depan umum tanpa rasa malu.

Keenam, sejumlah ayat menjelaskan mengenai jenis fâhisyah yang dilakukan kaum Nabi Luth dengan pemaksaan dan mereka sudah terbiasa berbuat demikian: “Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk [memenuhi] syahwat[mu], bukan [mendatangi] perempuan? Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengetahui [akibat perbuatanmu],” [QS. al-Naml: 55]. Pemaksaan dan upaya pemerkosaan hanya mereka lakukan kepada kaum laki-laki dewasa, yaitu orang-orang yang berharta, para pekerja, dan orang-orang yang mencari harta dan rizki. Pemaksaan dan pemerkosaan tidak mereka lakukan kepada anak-anak kecil dan anak-anak muda; “Sesungguhnya kamu mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwatmu [kepada mereka], bukan kepada perempuan, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas,” [QS. al-A’raf: 81]. Selain itu mereka juga suka merampok, “Apakah pantas kamu mendatangi laki-laki dan menyamun (merampok),” [QS. al-Ankabut: 29]. Mereka merampok dan memperkosa para pengembara laki-laki; “Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia,” [QS. al-Syu’ara`: 165]. Jadi, mereka memperkosa sesama laki-laki, yaitu para pengembara dan orang-orang asing dari luar daerah. Mereka bahkan melarang Nabi Luth melindungi para pengembara dan orang-orang asing itu, “Mereka berkata, ‘Bukankah kami telah melarangmu dari [melindungi] manusia (yaitu para pengembara dan orang-orang asing dari luar daerah)?” [QS. al-Hijr: 70]. Mereka merampok dan memperkosa para pengembara dan para tamu dari luar daerah. Mereka tidak memaksa, merampok, dan memperkosa orang-orang di daerah mereka sendiri.

Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk [memenuhi] syahwat[mu], bukan [mendatangi] perempuan? Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengetahui [akibat perbuatanmu],” [QS. al-Naml: 55]. Di sini ada ketegasan kaitan “laki-laki” dan “syahwat”, artinya kaum Nabi Luth melampiaskan syahwat mereka kepada sesama laki-laki. Mengenai “syahwat” Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah riyâ` dan al-syahwah al-khafîyyah (syahwat tersembunyi).” Riyâ` adalah menampakkan dan memamerkan perbuatan, sedangkan al-syahwah al-khafîyyah—sebagaimana disebutkan di dalam kitab “Lisân al-‘Arab” karya Ibn Manzhur—adalah keinginan agar perbuatan yang dilakukan dapat dilihat oleh orang lain. Dengan pemaknaan seperti ini, maka yang dimaksud “syahwat” di dalam QS. al-A’raf: 81 dan QS. al-Naml: 55 adalah keinginan di dalam hati untuk berbangga-bangga di hadapan manusia dengan memamerkan perbuatan yang dilakukan. Artinya, mereka berbangga-bangga di hadapan manusia melampiaskan syahwat mereka kepada sesama laki-laki—bukan kepada perempuan—dengan tujuan menghina, merendahkan, dan mempermalukan, “Ia (Luth) berkata, ‘Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka jangan kamu mempermalukan aku,” [QS. al-Hijr: 68]. Pemerkosaan dan pelecehan seksual tidak terjadi di antara mereka sendiri, tetapi pemerkosaan dan pelecehan seksual yang mereka lakukan secara terang-terangan ditujukan kepada kaum laki-laki dari kalangan orang-orang kaya, para kafilah dagang, para pengembara, para pengunjung dan tamu dari luar daerah, “Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka jangan kamu mempermalukan aku,” [QS. al-Hijr: 68]. Semua jenis fâhisyah yang mereka lakukan adalah bentuk pembangkangan mereka terhadap Nabi Luth untuk merendahkan dan mempermalukannya.

Ketujuh, mereka mengancam mengusir Nabi Luth dan para pengikut setianya dari negerinya sendiri: “Mereka (kaum Nabi Luth) berkata, ‘Usirlah Luth dan keluarganya dari negerimu; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang [menganggap dirinya] suci,” [QS. al-Naml: 56]; “Mereka (kaum Nabi Luth) berkata, ‘Usirlah mereka (Luth dan para pengikutnya) dari kotamu ini; Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri,” [QS. al-A’raf: 82]; “Mereka menjawab, ‘Wahai Luth! Jika engkau tidak berhenti [melakukan nahi munkar kepada kami], engkau termasuk orang-orang yang terusir,” [QS. al-Syu’ara`: 167]. Jawaban Nabi Luth atas ancaman mereka adalah, “Ia (Luth) berkata, ‘Aku sungguh benci kepada perbuatanmu.’ [Luth berdoa], ‘Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dan keluargaku dari perbuatan yang mereka kerjakan,” [QS. al-Syu’ara`: 168 – 169].” Ia menolak semua perbutan keji mereka, kemudian ia memohon kepada Allah Swt. untuk menyelamatkannya dan keluarganya dari perbuatan-perbuatan dan praktik-praktik kotor mereka, karena rupanya mereka berusaha memaksanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang sama seperti mereka. Maka Allah pun menyelamatkannya, “Maka Kami selamatkan ia dan keluarganya,” [QS. al-Naml: 57]; “Sesungguhnya kami akan menyelamatkanmu dan pengikut-pengikutmu,” [QS. al-Ankabut: 33]; “Kemudian Kami selamatkan ia dan pengikut-pengikutnya,” [QS. al-A’raf: 83]. Jadi, Allah menyelamatkannya dari perbuatan-perbuatan keji yang mereka paksakan kepadanya, “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dan keluargaku dari perbuatan yang mereka kerjakan,” [QS. al-Syu’ara`: 169].

Kedelapan, mereka datang ke rumah Nabi Luth dengan gembira: “Dan datanglah penduduk kota itu [ke rumah Luth] dengan gembira [karena] kedatangan tamu itu,” [QS. al-Hijr: 67]. Ketika diberitahukan bahwa di rumah Nabi Luth terdapat beberapa orang pemuda yang ganteng—yang sebenarnya adalah para malaikat—, mereka datang ke rumah Nabi Luth sambil bergembira atau satu sama lain saling memberitahukan kabar gembira karena hendak berbuat keji terhadap para tamu itu. Beberapa ulama mengatakan bahwa ada keterlibatan istri Nabi Luth dalam hal ini, yaitu bahwa ia yang telah memberitahukan kepada para penduduk mengenai kehadiran para tamu dan memberikan dorongan untuk mendatangi rumah Nabi Luth, sehingga para penduduk itu pun mendatangi rumah Nabi Luth untuk memaksa dan memperkosa para tamu itu. Maka dikatakan bahwa istri Nabi Luth akan mendapatkan azab yang sama dengan azab yang menimpa kaumnya, “Para tamu (malaikat) itu berkata, ‘Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Rabbmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikutmu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali istrimu,” [QS. Hud: 81]; “Maka Kami selamatkan ia dan keluarganya, kecuali istrinya. Kami telah menentukan ia (istri Luth) termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan),” [QS. al-Naml: 57]. Istri Nabi Luth termasuk dalam golongan yang dibinasakan, ia ditimpa azab yang sama dengan azab yang menimpa kaum Nabi Luth yang lain karena keterlibatannya dalam perbuatan keji mereka. Istri Nabi Luth bukan lesbian, ia tidak pernah melakukan sihâq, tetapi ia diazab karena telah memberikan informasi mengenai keberadaan para tamu dan mendorong para penduduk mendatangi rumah Nabi Luth untuk memperkosa dan melecehkan para tamu itu.

Kesembilan, Nabi Luth menawarkan putri-putrinya kepada kaumnya untuk dinikahi: “Ia (Luth) berkata, ‘Mereka itulah putri-putri ku [nikahlah dengan mereka], jika kamu hendak berbuat,” [QS. al-Hijr: 71]; “Luth berkata, ‘Hai kaumku, inilah putri-putriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan [nama]ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?’ Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap putri-putrimu, dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki,” [QS. Hud: 78 – 79]. Mereka tidak melakukan pelecehan seksual terhadap sesama laki-laki di daerah mereka sendiri, mereka bukan gay, karena masing-masing dari mereka sudah punya istri, tetapi mereka hanya ingin memaksa dan memperkosa orang-orang asing dengan tujuan merendahkan dan kesombongan. Mereka adalah golongan heteroseksual, mereka menikah dengan perempuan, dan mereka bisa menggauli istri-istri mereka kapan saja mereka mau, tetapi kadang-kadang mereka lebih memilih menggauli dan memperkosa sesama laki-laki dan mengabaikan istri-istri mereka. Dalam konteks ini, berarti mereka telah melakukan pengkhianatan terhadap ikatan suci pernikahan mereka, “Dan kamu tinggalkan perempuan yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istri kamu? Kamu [memang] orang-orang yang melampaui batas,” [QS. al-Syu’ara`: 166].

Kesepuluh, Nabi Luth berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu mengerjakan fâhisyah [perbuatan keji] yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun [di dunia ini] sebelummu?” [QS. al-A’raf: 80]; “Kamu benar-benar melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu,” [QS. al-Ankabut: 29]. Tidak ada umat sebelum mereka yang pernah melakukan fâhisyah secara terang-terangan, yaitu pemaksaan dan pemerkosaan kolektif, melakukan pesta-pesta telanjang dan pelecehan seksual kepada sesama laki-laki di tempat-tempat pertemuan mereka.

Kesebelas, Nabi Luth menggambarkan kaumnya dengan beberapa gambaran, yaitu: (1). Kaum yang tidak bertakwa, “Ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada mereka, ‘Mengapa kamu tidak bertakwa?” [QS. al-Syu’ara`: 161]; (2). Kaum yang bodoh alias tidak mengetahui akibat dari perbuatan-perbuatan mereka, “Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengetahui [akibat perbuatanmu],” [QS. al-Naml: 55]; (3). Kaum yang melampaui batas, “Kamu ini adalah kaum yang melampaui batas,” [QS. al-A’raf: 81]. Semua ayat yang membahas tentang kisah Nabi Luth menggambarkan pembangkangan dan penentangan mereka terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Luth.

Dengan melihat paparan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa azab yang menimpa kaum Nabi Luth itu lebih karena mereka telah mendustakan nabi mereka, sebagaimana umat-umat sebelum mereka diazab karena sebab yang sama. Mereka melakukan fâhisyah yang tidak pernah dilakukan umat-umat lain sebelumnya. Makna fâhisyah di sini adalah melampiaskan syahwat secara membabi-buta dengan penuh kesombongan: mereka memaksa, menelanjangi, dan memperkosa secara terang-terangan laki-laki dari kalangan orang-orang berharta (kaya), para pengembara, dan para tamu yang datang berkunjung ke daerah mereka. Mereka merampok dan menangkap para pengembara, orang-orang asing, dan para tamu yang mengunjungi daerah mereka. Dan semua itu terjadi di siang hari di tempat-tempat pertemuan mereka, sehingga mereka kerap mengabaikan istri-istri mereka yang terikat dalam pernikahan yang sah dan suci. Mereka tidak bisa disebut gay hanya karena mereka menggauli sesama laki-laki. Mereka menentang Nabi Luth yang berusaha melindungi para pengembara dan orang-orang asing dari kejahatan mereka. Mereka bahkan mengancam mengusir Nabi Luth dan para pengikut setianya dari negerinya sendiri jika tidak mengikuti mereka dan melakukan perbuatan-perbuatan yang sama seperti yang mereka lakukan. Mereka mendatangi rumah Nabi Luth ketika tahu bahwa di sana ada para tamu dan berusaha memperkosa para tamu itu.

Semua itu adalah perbuatan-perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh umat-umat selain mereka. Tetapi dalam ayat-ayat tersebut sama sekali tidak ada pembahasan mengenai gay sebagai orientasi seksual. Dan seandainya pun mereka melakukan pemerkosaan dan pelecehan seksual kepada perempuan, bukan kepada laki-laki, mereka juga akan diazab. Karena pemerkosaan dan pelecehan seksual termasuk upaya pengrusakan di muka bumi di mana pelakunya layak mendapatkan hukuman seberat-beratnya. “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu [sebagai] suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapatkan siksaan yang besar,” [QS. al-Ma`idah: 33].[]

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses