Gerakan Perempuan Iran
REVOLUSI Iran tak akan lengkap tanpa melibatkan perempuan sebagai motor penggeraknya. Sejarah mencatat bahwa perempuan Iran banyak terlibat dalam rangkaian revolusi di negeri para Mullah itu. Dalam catatan sejarah, Gerakan Perempuan Iran (al-Harakah al-Nisâ`îyyah al-Îrânîyyah) muncul sejak Revolusi Konstitusi (al-Tsawrah al-Dustûrîyyah al-Îrânîyyah ) pada 1911.
Revolusi konstitusi terjadi pada 1905-1911. Revolusi yang dipelopori para ulama ini menuntut dibentuk dan diterapkannya konstitusi untuk membatasi kekuasaan dan hak-hak raja. Rakyat Iran menuntut penyelenggaraan negara didasarkan pada konstitusi, bukan lagi diatur sepenuhnya oleh titah sang raja (sabda padita ratu).
Tokoh ulama terkemuka Iran saat itu, Ayatullah Sayyid Abdullah Bahabani dan Ayatullah Sayid Muhammad Thabatabai, ikut terlibat mengawal revolusi itu. Hasilnya, pada 1907, Shah Muzafaruddin Qajari, penguasa Iran waktu itu, menyetujui diterapkannya konstitusi dengan terlebih dulu membentuk parlemen.
Setahun setelah itu, tepatnya pada 23 Juni 1908, Muhammad Ali Qajari, pengganti Shah Muzafaruddin Qajari, membubarkan parlemen itu. Dengan dibantu tentara Kazaktan di bawah panglima dari Rusia mengepung parlemen dan menangkap semua pejuang revolusi konstitusi yang ada di gedung itu. Hingga pada 1921 Reza Shah Pahlevi, pemimpin militer Kerajaan Qajari, mengkudeta dan mengakhiri kekuasaan Muhammad Ali Qajari.
Shah Ridha Pahlevi
Di penghujuang Abad 20 seorang misionaris kristen pertama kali mendirikan sekolah untuk anak-anak perempuan. Mayoritas siswanya dari non-muslim. Kemudian diikuti oleh Haji Mirza Hassan Rushdie dan Baba Khanum Astar Abadi. Meskipun usia lembaga pendidikan khusus anak perempuan yang didirikan oleh keduanya hanya seumur jagung, tetapi gerakannya telah menginspirasi penguasa Iran kala itu. Pada 1918 pemerintah Iran mendirikan 10 sekolah anak untuk perempuan dan sebuah perguruan tinggi untuk guru-guru perempuan.
Pada 1906, meskipun mendapat penolakan dari parlemen, perempuan Iran menuntut hak konstitusional mereka agar bisa berpartisipasi dalam partai politik. Karena merasa aspirasi politiknya tak tertampung, beberapa perempuan kelas menengah atas membentuk organisasi bawah tanah. Inilah cikal-bakal oraganisasi-organisasi perempuan Iran. Baru pada 1918 terbentuk organisasi “Asosiasi Perempuan Patriot Iran” (The Women’s Association of Iran Patriots). Pada 1922, seorang wanita terhormat dari Iskandariyah mendirikan organisasi Wanita Iskandariyyah. Dalam waktu bersamaan, Zndocht Shirazim, seorang aktivis feminis Iran, mendirikan organisasi perempuan revolusioner.
Pada tahap ini organisai-organisaisi perempuan Iran masih terbatas pada perempuan-perempuan kelas menengah. Selain aktif dalam gerakan organisasi, para aktivis perempuan Iran mulai menerbitkan majalah khusus perempuan.
Pada 1910 terbit pertamakali majalah mingguan, Danseh (pengetahuan). Dicetak dan diterbitkan atas bantuan istri dokter. Selanjutnya pada 1913 terbit majalah Ckoh. Majalah ini diterbitkan oleh Maryam Muzayyan al-Sadat. Tujuan penerbitan majalah ini untuk membebaskan perepuan dari belenggu mitos dan tahayul. Juga untuk membuka wawasan perempuan Iran terhadap dunia luar.
Menyusul tahun 1920 terbit di Isfahan sebuah majalah perempuan Zaban Zanan (suara perempuan). Majalah yang didirikan Sadiqah Dowlatabadi (1261-1340 H), wartawan dan aktivis revolusi konstitusi Iran. Ia adalah pejuang hak-hak perempuan di Iran dan merupakan perempuan pertama Iran yang mendirikan majalah dalam bahasa Inggiris, Woman. Sadiqah juga perempuan pertama Iran yang hadir di Kongres Wanita Internasional di Berlin yang berbicara atas nama perempuan Iran. Ia salah satu perempuan Iran yang mengkritik keras penggunaan jilbab.
Alam Niswan (Dunia Wanita). Terbit pertama kali di Teheran pada 1920 atas inisiatif organisasi alumni sekolah wanita Amerika di Teheran. Pada awalnya konten majalah ini lebih banyak berisi infomasi ketimbang politik. Namun, seiring berjalannya waktu, majalah ini semakin kritis, terbuka, dan berorientasi ke Barat. Dari sekian banyak majalah perempuan di Iran, majalah ini termasuk berumur panjang.
Nameh Banwan (pesan perempuan). Diterbitkan pertamakali pada 1921. Majalah yang dieditori Shahnaz Azad (1280-1340 H), seorang wartawan sekaligus aktivis perempuan Iran ini, sangat kritis terhadap pemakaian jilbab. Di bawah nama majalah itu tertulis “kebengkitan perempuan Iran”.
Jahan Zanan (Wanita Dunia). Edisi pertamanya terbit pada 1921. Majalah ini terbit atas bantuan Fkhrafak Parsa (1277 H), wartawan dan aktivis perempuan. ia adalah wartawan perepuan pertama yang hidup dalam pengasingan. Majalah Jahan Zanah bertujuan membuka kesadaran perempuan akan pentingnya pendidikan sekaligus mengenalkan hak-hak mereka. Majalah yang terbit dua mingguan ini mengangkat isu utama pembebasan perempuan.
Neswan Wathan Khah (Perempuan Patriotis). Muncul pertama kali pada 1922. Diterbitkan oleh organisasi patriotis Iran dan dieditori oleh Muhtaram Iskandar (1274-1303/1304 H). Muktaram adalah pelopor gerakan perempuan Iran. Ayahnya, Mohammad Mirza Eskandari (Pangeran Ali Khan), merupakan pendiri organisasi kemanusiaan (Jami’ Adamiyat). Iskandari pertama kali belajar pada ayahnya, kemudian melanjutkan sekolah bahasa dan sastra Prancis. Ia sempat mendirikan sekolah untuk perempuan dewaaa. Iskandari meninggal diusia 29 tahun.
Dechteran Iran (Gadis Iran). Terbit pertamakali di Shiraz, salah satu dari enam kota besar di Iran. Diterbitkan oleh Zndhkht Shirazi (1909-1953), seorang jurnalis, penyair, penulis, juga aktivis perempuan. ketika usianya baru menginjak 18 tahun ia sudah menerbitkan majalah “Gadis Iran”. Lewat majalah ini ia berharap agar tercipta emansipasi bagi perempuan Iran. Zndhkht lahir dari elit keluarga terpelajar. Pada usia 10 tahun ia dipaksa kawin. Ia termasuk salah satu feminis Iran yang melakukan protes keras terhadap penggunaan jilbab.
Nasyariyah Saai Sa’adat al-Nisa (Peck Saadat Neswan), surat kabar kiri Iran. salah satu pendirinya adalah Rochenk Noadost (1277-1336), wartawan dan aktivis perempuan kiri Iran
Pada masa kepemimpinan Shah Ridha Pahlevi, tepatnya di tahun 1928, pemerintah sudah menyediakan kesempatan beasiswa bagi perempuan Iran untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Kemudian disusul pada 1935 perempuan Iran diberikan kesempatan belajar di universitas Teheran. Baru pada 1944 pemerintah mewajibkan pendidikan bagi perempuan.
Pada 1946 Shah Ridha Pahlevi menerapkan larangan jilbab bagi perempuan. Kebijakan ini kontroversial, namun bertujuan untuk menghilangkan segregasi kelas bagi perempuan.
Era 40-an mula muncul kesadaran dan peran perempuan di masyarakat. Tahun 50-an banyak bermunculan organisasi pembela hak-hak perempuan, seperti organisasi Rah Nou (Jalur Baru) yang didirikan oleh Mehrangiz Dowlatshahi pada 1955.
Setahun kemudian Shofiyah Fayrouz mendirikan asosiasi perempuan untuk mendukung Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Pada 1959 dibentuk serikat 15 organisasi perempuan yang diberi nama “Majelis Tinggi Organisasi Perempuan Iran” (al-Majlis li Munazhzhamat Nisaiyyat Iran). Agenda utamanya adalahmendorong hak-hak suara bagi perempuan. Meskipun banyak ditentang para ulama, tahun 1963 perempuan Iran memperoleh hak suaranya.
Pada masa pemerintahan Mohammad Reza Pahlevi (1941-1979), tepatnya pada era 60-an, seorang wanita masuk dalam korps diplomatik, menjadi hakim pengadilan, terlibat dalam layanan kesehatan dan pendidikan. Pada 1968 seorang perempuan Iran terpilih untuk pertama kalinya sebagai menteri pendidikan, Varuchro Parsa. Tahun 1968 lima orang perempuan ditunjuk sebagai hakim peradilan, salah satunya Shirin Ebadi, perempuan pertama Iran peraih nobel Perdamaian.
Salah satu capaian terbesar gerakan perempuan Iran adalah terbitnya UU Perlindungan Keluarga tahun 1975. Dalam UU itu perempuan diberi hak yang sama dalam pernikahan, perceraian, hak asuh anak, peningkatan usia pernikahan 18 tahun untuk perempuan dan 20 tahun untuk laki-laki. Juga pembatasan poligami.
UU aborsi juga dibentuk. Di tahun itu semua peraturan ketenagakerjaan yang bias jender dihapus. Upah buruh perempuan dan laki-laki dipukul rata.
Pada 1978 hampir 40% anak perempuan usia enam tahunan dan 12000 perempuan di desa-desa masuk dalam dunia pendidikan. 33% mahasiswa di banyak perguruan tinggi adalah perempuan. 333 perempuan terpilih menjadi anggota parlemen lokal (DPRD), 22 perempuan masuk parlemen, dan 2 orang perempuan menjabat sebagai senat.
Ini adalah hasil perjuangan panjang aktivis perempuan Iran sejak revolusi konstitusi hingga menjelang revolusi Iran 1979.
Revolusi Iran 1979
Kebijakan pemerintahan baru pasca revolusi Iran adalah langsung menetapkan kewajiban jilbab bagi perempuan. Seluruh UU pernikahan (Qânûn Himâyah al-Usrah al-Îrânîy) dikembalikan pada sebelum 1975. Hak-hak perempuan kembali dikebiri.
Meskipun begitu, dalam banyak hal, peran dan aktivitas perempuan di ruang publik masih mendapat tempat. Pada pemilu pertama pasca revolusi, tahun 1980, partisipasi politik perempuan masih tinggi. Bahkan pada pemilu 1998 porsentasenya naik 61,9%. Di pelbagai kementerian banyak perempuan menempati pos-pos strategis.
Pada 1990 hingga awal 2000-an sejumlah LSM perempuan terus mengkampanyekan kesetaraan dan menghapus diskriminasi jender. Tahun 2006 aksi protes “satu juta tandatangan” digelar oleh para perempuan muslim dan sekuler menuntut dihapusnya UU diskriminatif, memprotes hukum rajam, menolak pemisahan laki-laki perempuan di ruang publik semacam stadion olah raga.
Keberhasilan perjuangan kaum perempuan Iran dalam menuntut hak-hak politiknya bisa dilihat dari terpilihnya Masoume Ebtekar sebagai Wakil Presiden perempuan pertama di Republik Islam Iran pada masa Presiden Khatami tahun 1997. Selain Masoume ada banyak aktivis perempuan Iran yang perannya sudah mendunia, seperti Shirin Ebadi, Marjane Setrapi, dan Ziba Mir Housseini. Merekalah yang menginspirasi gerakan perempuan Iran hingga hari ini.[]
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!