BERFILSAFAT ITU MENDEKATI TUHAN

Oleh Zainul Maarif

Dosen Falsafah dan Agama Universitas Paramadina, Jakarta.

 

Beberapa orang yang bertuhan menyerang filsafat sebagai disiplin yang mengantarkan orang anti-Tuhan. Tak dipungkiri bahwa sebagian pengkaji filsafat memang ateis. Tapi apakah filsafat identik dengan ateisme? Apakah orang yang menolak filsafat paham apa itu filsafat?

Perlu diketahui bahwa filsafat adalah kajian tentang segala yang ada sejauh ia ada. Yang ada (wujûd/etre/esse), dalam perspektif filsafat, dinyatakan memiliki empat atribut: satu (unum), benar (verum), baik (bonum) dan indah (pulchrum).

Filsafat memandang segala yang ada dalam sisi kesatuannya. Abstraksi merupakan sarana filsafat untuk menyatukan pluralitas. Dalam pemikiran abstraktif, keragaman dicari titik temunya. Misalnya, saya dan Anda berbeda. Namun kita sama-sama manusia. Kemanusiaan adalah titik temu perbedaan kita. Titik temu keragaman entitas bersifat abstrak. Dalam abstraksi, keragaman pun bersatu. Filsafat yang berkonsentrasi pada kesatuan beragam entitas yang diabtraksikan sedemikian rupa disebut dengan ontologi-metafisika. Melalui ontologi-metafisika, hakikat segala sesuatu dapat diketahui.

Filsafat tak sekadar memandang yang ada sebagai yang satu (unum), tapi juga memandangnya sebagai yang benar (verum). Ketika kita mencari informasi dan ilmu pengetahuan, pada dasarnya, kita sedang mencari ada sebagai yang benar. Segala ilmu pengetahuan, pada hakikatnya, turunan dari filsafat yang memperhatikan ada yang benar, sehingga tak mengherankan jika filsafat disebut sebagai ibu ilmu pengetahuan. Cabang filsafat yang fokus pada kebenaran pengetahuan disebut dengan epistemologi.

Filsafat juga memperhatikan yang ada sebagai yang baik (bonum). Kita tak semata-mata menilai kebenaran sesuatu, tapi juga kebaikannya. Etika merupakan cabang filsafat yang membahas tentang baik dan buruk segala sesuatu. Hukum menformalkan nilai baik-buruk yang ditetapkan etika supaya bisa lebih terukur penerapannya. Ketika kita menilai kebaikan sesuatu, sejatinya kita sedang berfilsafat.

Filsafat juga mengapresiasi yang ada sebagai yang indah (pulchrum). Indera membantu kita untuk menikmati keindahan pandangan, pendengaran, penciuman pencerapan dan perabaan. Pada tataran tertentu, manusia tidak hanya menerima keindahan, tapi juga menciptanya. Karya seni merupakan manifestasi dari upaya kita untuk mencipta selain menikmati keindahan.

Oleh sebab itu, filsafat tidak hanya didefinisikan sebagai kajian tentang ada sebagai ada, tapi juga ditakrif sebagai upaya untuk “mengetahui kebenaran, melakukan kebaikan dan merasakan keindahan”, sebagaimana diungkapkan Jalal Asyri di buku Al-`Aqqâd wa Al-`Aqqâdiyyah (Cairo: Al-Dâr Al-Mashriyyah Al-Libnâniyyah, 1994, h. 119). Filsafat fokus pada kesatuan yang ada, kebenarannya, kebaikannya dan keindahannya, hingga memunculkan beragam turunan disiplin kajian.

Filsafat melihat yang ada sebagai yang satu, yang benar, yang baik dan yang indah. Di titik itu, apa gerangan wujud yang satu, benar, baik dan indah? Wacana agama menyebut wujud semacam itu sebagai Tuhan, karena Dia dianggap sebagai satu-satunya dzat yang paling benar, paling baik dan paling indah. Dia juga diandaikan sebagai Yang Maha Esa yang menghadirkan yang benar, yang baik dan yang indah.

Filsafat, dengan beragam disiplin turunannya, berkonsentrasi pada ada yang benar, baik dan indah. Dengan demikian, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa berfilsafat adalah upaya untuk mendekati Tuhan dalam beragam manifestasi-Nya. Jika filsafat merupakan pendekatan diri kepada Tuhan, apakah filsafat layak disebut sebagai disiplin yang mengantarkan pengkajinya menjadi anti-Tuhan? Jawabannya tentu saja “tidak!”.[]

29 Juli 2020

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.