Tauhid Sejati
SAHABAT Jabir ra. pernah bercerita, dalam perjalanan pulang dari pertempuran Zati al-Riqa, ia bersama rombongan beristirahat di sebuah lembah yang dipenuhi pohon-pohon berduri. Jabir ra. melihat Nabi Muhammad Saw. seorang diri menuruni lembah meninggalkan rombongan. Nabi Saw. menggantungkan pedangnya di salah satu tangkai pohon dan beristirahat di bawah pohon tersebut. Tak begitu lama Nabi Saw. terbangun dan terkaget-kaget begitu mendapati seseorang lelaki badui berdiri di sampingnya sambil menghunus pedang ke lehernya.
“Siapa yang akan menolongmu,” kata lelaki itu.
“Allah!” Jawab Nabi Saw. tenang.
Seketika itu juga sekujur tubuh lelaki itu bergetar hebat, pedang di tangannya jatuh, badannya ambruk bersimpuh di hadapan Nabi Saw. (sumber: kitab “Riyadh al-Shalihin”. Ada beberapa versi tentang cerita ini).
Itulah tauhid sejati. Tauhid yang sanggup merobohkan gunung dan memecah gelombang lautan. Tauhid sejati akan tetap menyatu dalam tubuh meskipun harus ditukar dengan nyawa.
Seseorang yang baru memasuki dunia tarekat, ia akan berusaha menghadirkan Tuhan di dalam hatinya secara istikamah merapal kalimat tauhid (lâ ilâha illâ Allâh) setiap waktu, dengan suara keras (bi al-jahr) dan khusyuk.
Tingkat selanjutnya, setelah ia berhasil menyingkirkan sekaligus mengosongkan segala “ilâh” selain “Allah”, ia memasuki ruang kesunyian (al-dzikr al-sirrîy) dan hanya mesnyisahkan “Allah” (hatinya terus berzikir menyebut Allah). Hingga tak tersisa kecuali “Hu” pada “Allah” menjadi dhamîr (kata ganti) “Hu” (Dia Allah). Di puncak tangga spiritual, kata-kata itu (kalimat tauhid) hilang tak tersisa, lenyap dan menghilang bersama pemilik kata-kata itu.
Tauhid sejati diajarkan dan diamalkan oleh penganut tarekat. Tauhid dalam pandangan tarekat tak butuh simbol, penanda, atau perlambangan (apalagi bendera). Tauhid untuk dihadirkan di dalam hati dan diwujudkan dalam perbuatan. Tauhid sejati tak butuh kata-kata karena ia mengada dalam setiap “Ada”.
Harusnya orang/kelompok yang pertama kali bereaksi dan marah ketika kalimat tauhid “dilecehkan” adalah para pengamal tarekat bukan orang/atau kelompok anti tarekat. Dan, harusnya lagi, orang yang betul-betul membela dan menegakkan tauhid tidak akan takut menghadapi penjara dan berani mempertaruhkan nyawa. Jangan-jangan para pengamal tarekat sudah tahu (melalui bashirah/mata batin mereka) bahwa “pemilik tauhid” sejatinya sedang menelanjangi mereka yang selama ini mengaku membela tauhid padahal hatinya busuk digerogoti ulat kekuasaan. Na’ûdzubillâh min dzâlik!
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!