Meneladani Khadijah Binti Khuwailid sebagai Model Kepemimpinan Feminis Paripurna
Pengaruh Pemikiran Barat dalam Feminisme
Keengganan sebagian dari kita sebagai Muslim untuk mempelajari agama sendiri membuat pemahaman terhadap feminisme lebih banyak terpengaruh oleh pemikiran Barat. Entah kita sadari atau tidak, isu feminisme yang awalnya sesederhana penyetaraan kesempatan berkarya antara laki-laki dan perempuan kini mulai liar, menyentuh ranah yang menjadi fitrah bagi masing-masing gender.
Kampanye kesetaraan gender memang menyuarakan keresahan banyak perempuan Indonesia dari masa ke masa. Anggapan bahwa perempuan hanya sebagai konco wingking atau terbatas pada “dapur, kasur, dan sumur” sungguh tidak adil. Karena lamanya terpapar oleh anggapan ini, banyak yang mengira itu adalah ajaran Islam. Padahal, stigma tersebut merupakan produk budaya dan imbuhan pengaruh Barat.
Perkembangan Kampanye Feminisme di Indonesia
Kita patut bersyukur bahwa kampanye feminisme moderat telah membuahkan hasil. Banyak pandangan publik yang kini bergeser, mengakui perempuan sebagai pemeran utama. Kini, banyak perempuan yang menduduki posisi penting, baik di perusahaan, institusi, maupun pemerintahan. Meskipun belum sepenuhnya merata hingga ke pelosok, peran perempuan tidak lagi dipandang sebelah mata.
Namun, kampanye feminisme radikal tetap perlu kita waspadai. Keberadaan teknologi telah mengaburkan batasan geografis, memudahkan paham tertentu untuk menjaring pengikutnya. Semangat positif feminisme kini mulai melampaui ranahnya, memasuki radikalisme berfeminis. Hal ini terlihat dari makin meluasnya gerakan Barat bahwa perempuan dapat menentukan identitas mereka sendiri tanpa terkait dengan bukti biologis bahwa mereka terlahir sebagai perempuan.
Salah Kaprah Tentang Fitrah Gender
Salah kaprah lain terlihat dari potensi pembelokan fitrah Allah SWT., bahwa perempuan dan laki-laki memang tercipta berbeda untuk menjalankan fungsi tertentu yang berbeda. Misalnya, secara fisik-biologis laki-laki tercipta tanpa rahim, sementara perempuan tercipta dengan rahim dan payudara. Dengan demikian, perempuan mengalami beban reproduktif lebih banyak dibanding laki-laki, seperti hamil, mengandung selama 9 bulan, memasuki masa nifas 6-8 minggu, dan menyusui bayi hingga 2 tahun dengan makanan pendukung ASI.
Proses reproduksi yang panjang tersebut tidak mungkin berlangsung tanpa dukungan laki-laki sebagai pendukung utama psikologis perempuan.
Mengapa Khadijah Binti Khuwailid?
Kita sering mendengar kisah tentang Khadijah Binti Khuwailid, istri pertama Rasulullah Muhammad SAW. Seringkali, kita lupa menghela jeda untuk merenung dan merefleksikan mengapa mempelajari dan meneladaninya menjadi sangat penting di era modern ini. Menilik kembali kisah hidupnya adalah sebuah keharusan, karena ia adalah role model atau sosok teladan bagi Muslimah dalam menavigasi diri agar tidak terseret gelombang feminisme radikal.
Jauh sebelum kita mengenal tokoh-tokoh pebisnis perempuan modern atau ilmuwan perempuan, Islam telah memberikan teladan perempuan yang “berbeda” dari zamannya, lebih dari 1.400 tahun yang lalu. Terlahir dari keluarga kaya di Mekah, Khadijah adalah perempuan cantik, pintar, dan mandiri. Ia merupakan inspirasi pemimpin feminis, di mana kesuksesannya dalam berdagang menunjukkan bahwa perempuan dapat memiliki ruang gerak yang setara dengan laki-laki.
Khadijah sebagai Pemimpin Bisnis dan Keluarga
Sukses berdagang di Jazirah Arab, Khadijah berhasil mempertahankan reputasinya sebagai pengusaha sekaligus pemimpin yang berintegritas dan jujur. Prinsip teguh terhadap akhlak adalah patokannya dalam memilih pegawai, termasuk Rasulullah Muhammad SAW. Mereka akhirnya menikah saat Khadijah berusia 40 tahun, sedangkan Rasulullah berusia 25 tahun. Dalam pernikahan mereka, Khadijah memberikan dukungan moral dan keuangan, menjadi penopang ekonomi keluarga, serta mendanai kebutuhan dakwah suaminya.
Beliau adalah orang pertama yang mendanai perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW. Atas dedikasinya bagi Islam, Khadijah memperoleh dua gelar: At-Thahirah (Perempuan Suci) dan Ummul Mukminin (Ibu dari Orang-Orang yang Beriman).
Makna Gelar At-Thahirah dan Ummul Mukminin
Gelar Ummul Mukminin berarti Khadijah mendapatkan penghargaan dari Allah SWT., sebagai orang pertama yang membenarkan wahyu Rasulullah Muhammad SAW., dan karenanya, ia layak menjadi teladan bagi seluruh umat Muslim.
Gelar At-Thahirah menunjukkan sisi lain dari kepemimpinan feminisnya. Khadijah tetap menjaga kehormatan dalam berinteraksi dengan lawan jenis di tengah dunia bisnis yang mempertemukannya dengan banyak karyawan dan rekan bisnis laki-laki dari berbagai kalangan. Berkecimpung di dunia bisnis tidak boleh menjadi alasan bagi perempuan untuk melanggar norma agama.
Feminisme Sejalan dengan Ajaran Islam
Adapun moral mengarah pada penilaian akhlak seperti jujur, bisa dipercaya, dan pekerja keras. Dengan menegakkan dua hal tersebut, feminisme akan terlihat alami dan berimbang. Feminisme bukan lagi perkara ketimpangan pekerjaan dan sosial antara pria dan perempuan, melainkan bisa sejalan dengan ajaran Islam bahwa pria dan wanita dapat saling berdampingan, menghargai, dan menopang, baik di dalam rumah tangga maupun di luar rumah.