Meneladani ‘Kenaikan’ Al-Masih dalam Penafsiran Al-Quran
Salah satu jembatan dialog antara umat Islam dan Kristiani adalah terkait sosok Isa Al-Masih atau Yesus Kristus. Meski demikian, dapat dipahami ada sejumlah persamaan dan juga perbedaan terkait narasi kisah dan bagaimana kedua komunitas umat beriman itu melihat sosok Yesus, termasuk dalam konteks kematian dan kebangkitannya.
Ada beberapa ayat Al-Quran yang menarasikan tema tersebut, di antaranya QS. Ali Imran [3]:55 sebagai berikut:
إِذۡ قَالَ ٱللَّهُ يَٰعِيسَىٰٓ إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَجَاعِلُ ٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوكَ فَوۡقَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ إِلَىٰ يَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِۖ ثُمَّ إِلَيَّ مَرۡجِعُكُمۡ فَأَحۡكُمُ بَيۡنَكُمۡ فِيمَا كُنتُمۡ فِيهِ تَخۡتَلِفُونَ
(Ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan diantaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya” (QS. Ali Imran [3]:55).
Tulisan sederhana ini mencoba mengulas beberapa penafsiran terkait ayat tersebut dari beragam perspektif kitab tafsir. Pemilihan kitab tafsir ini diupayakan mencakup keragaman era: klasik, tengah, dan modern-kontemporer; keragaman corak tafsir: tafsir bir riwayat, tafsir rasional, tafsir linguistik, dan tafsir adabi ijtima’i; dan keragaman mazhab: Sunni, Muktazilah dan Ahmadiyah[1].
Tafsir al-Thabari
ذكر من قال ذلك :حدثني المثنى قال، حدثنا إسحاق قال، حدثنا عبد الله بن أبي جعفر، عن أبيه، عن الربيع في قوله:”إني متوفيك”، قال: يعني وفاةَ المنام، رفعه الله في منامه = قال الحسن: قال رسول الله ﷺ لليهود:”إن عيسَى لم يمتْ، وإنه راجعٌ إليكم قبل يوم القيامة
“Ada riwayat mengatakan” diceritakan kepadaku, dari Ishaq, dari Abdullah bin Abi Ja’far, dari ayahnya, dari Rabi’, tentang ayat innii mutawaffiika. Ia berkata bahwa maksudnya adalah kondisi tidur, kemudian Allah membangunkannya dari tidur. Hasan berkata bahwa Rasulullah bersabda kepada orang Yahudi, ‘Sesungguhnya Isa tidaklah mati, ia akan kembali kepada kalian sebelum hari kiamat’”.
وقال آخرون: معنى ذلك: إني قابضك من الأرض، فرافعك إليّ، قالوا: ومعنى”الوفاة”، القبض، لما يقال:”توفَّيت من فلان ما لي عليه”، بمعنى: قبضته واستوفيته. قالوا: فمعنى قوله:”إني متوفيك ورافعك”، أي: قابضك من الأرض حيًّا إلى جواري، وآخذُك إلى ما عندي بغير موت، ورافعُك من بين المشركين وأهل الكفر بك.
“Sebagian lainnya berkata bahwa maknanya adalah ‘Sesungguhnya Aku mengangkatmu dari bumi, kemudian meninggikanmu di sisi-Ku’. Mereka berkata makna kata al-wafat dengan mengangkat, sebagaimana ungkapan aku mengangkat apa saja yang aku miliki dari fulan kepadanya. Mereka berkata bahwa makna inni mutawaffiika wa raafi’uka adalah Aku mengangkatmu dari dunia dalam kondisi hidup, dan Aku mengambilmu ke sisi-Ku tanpa kematian, dan mengangkat derajatmu dari orang-orang musyrik dan kafir.”
وقال آخرون: معنى ذلك: إني متوفيك وفاةَ موتٍ. ذكر من قال ذلك :٧١٤١ – حدثني المثنى قال، حدثنا عبد الله بن صالح قال، حدثني معاوية، عن علي، عن ابن عباس قوله:”إني متوفيك”، يقول: إني مميتك .٧١٤٢ – حدثنا ابن حميد قال، حدثنا سلمة، عن ابن إسحاق، عمن لا يتهم، عن وهب بن منبه اليماني أنه قال: توفى الله عيسى ابن مريم ثلاثَ ساعات من النهار حتى رفعه إليه .٧١٤٣ – حدثنا ابن حميد قال، حدثنا سلمة، عن ابن إسحاق قال: والنصارى يزعمون أنه توفاه سبع ساعات من النهار، ثم أحياهُ الله.
“Sebagian lainnya berkata bahwa makna dari innii mutawaffiika adalah kematian. Sebagaimana riwayat dari Abdullah bin Salih, dari Mu’awiyah, dari Ali, dari Ibn Abbas, ia berkata pernyataan innii mutawaffiika bermakna Sesungguhnya Aku mematikanmu. Riwayat lain dari Ibn Humaid dari Salmah, dari Ibn Ishaq, dari seseorang yang tidak dikenal, dari Wahb bin Munabbih al-Yamani, ia berkata: Allah mewafatkan Isa bin Maryam selama 3 jam di siang hari hingga ia diangkat ke sisi-Nya. Riwayat lain dari Ibn Humaid dari Salmah dari Ibn Ishaq, ia berkata bahwa orang-orang Nasrani meyakini Isa wafat selama 7 jam di siang hari, kemudian Allah menghidupkannya kembali”.
وقال آخرون: معنى ذلك: إذ قال الله يا عيسى إني رافعك إليّ ومطهِّرك من الذين كفروا، ومتوفيك بعد إنزالي إياك إلى الدنيا. وقال: هذا من المقدم الذي معناه التأخير، والمؤخر الذي معناه التقديم.
“Sebagian yang lain berkata, makna dari ayat ini: Ingatlah tatkala Allah berkata Wahai Isa, sesungguhnya Aku mengangkatmu ke sisi-Ku dan menyucikanmu dari orang-orang kafir, dan mewafatkanmu setelah turun ke dunia. Maksudnya adalah bahwa kalimat ini menggunakan bentuk taqdim dan ta’khir, yaitu kata yang pertama (mutawaffiika) bermakna diakhir, dan yang diakhir (raafi’uka) bermakna di awal.
قال أبو جعفر: وأولى هذه الأقوال بالصحة عندنا، قولُ من قال:”معنى ذلك: إني قابضك من الأرض ورافعك إليّ”، لتواتر الأخبار عن رسول الله ﷺ أنه قال: ينزل عيسى ابن مريم فيقتل الدجال، ثم يمكث في الأرض مدة ذكَرها، اختلفت الرواية في مبلغها، ثم يموت فيصلي عليه المسلمون ويدفنونه.
“Abu Ja’far al-Thabari berkata: pendapat yang paling kuat menurut saya adalah pendapat yang mengakatakan bahwa maknanya adalah mengangkatmu dari dunia dan mengangkatmu ke sisi-Ku, sebagaimana hadis mutawatir yang disampaikan Rasulullah, beliau bersabda: Isa bin Maryam akan turun dan membunuh Dajjal, kemudian menetap di bumi beberapa saat, kemudian ia wafat dan disalatkan oleh umat Islam dan dikuburkan.”
Tafsir Ibn Katsir
اخْتَلَفَ الْمُفَسِّرُونَ فِي قَوْلِهِ: ﴿إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ﴾ فَقَالَ قَتَادَةُ وَغَيْرُهُ: هَذَا مِنَ الْمُقَدَّمِ وَالْمُؤَخَّرِ، تَقْدِيرُهُ: إِنِّي رَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُتَوَفِّيكَ، يعني بعد ذلك. وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: ﴿إِنِّي مُتَوَفِّيكَ﴾ أَيْ: مُمِيتُكَ.
“Ulama tafsir berbeda pendapat seputar ayat inni mutawaffiika wa raafi’uka ilayya. Menurut Qatadah dan lainnya, yang dimaksud dari susunan ayat tersebut adalah taqdim dan ta’khir (pendahuluan dan pengakhiran dalam istilah ilmu ma’ani), yang kira-kira susunan asalnya adalah innii raafi’uka ilayya wa mutawaffiika, sesungguhnya Aku mengangkatmu lalu mewafatkanmu. Sedangkan menurut Ali bin Abi Thalhah dari Ibn ‘Abbas, yang dimaksud dengan innii mutawaffiika adalah mematikanmu.”
وَقَالَ الْأَكْثَرُونَ: الْمُرَادُ بِالْوَفَاةِ هَاهُنَا: النَّوْمُ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ [وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ] ﴾ [الْأَنْعَامِ: ٦٠]
“Sedangkan menurut jumhur ulama, makna kata al-wafat dalam ayat ini adalah tidur, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-An’am ayat 60: ‘Dan Dialah yang menidurkanmu pada malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari.’”
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِيهِ، حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ أَنَسٍ، عَنِ الْحَسَنِ أَنَّهُ قَالَ فِي قَوْلِهِ: ﴿إِنِّي مُتَوَفِّيكَ﴾ يَعْنِي وَفَاةَ الْمَنَامِ، رَفَعَهُ اللَّهُ فِي مَنَامِهِ. قَالَ الْحَسَنُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لِلْيَهُودِ: “إنَّ عِيسَى لمَ يَمُتْ، وَإنَّه رَاجِع إلَيْكُمْ قَبْلَ يَوْمِ الْقَيامَةِ”
“Ibn Abi Hatim berkata: diriwayatkan dari ayahnya, diceritakan dari Ahmad bin Abd al-Rahman, dari Abdullah bin Abi Ja’far, dari ayahnya, dari al-Rabi’ bin Anas, dari Hasan, bahwasanya ia berkata bahwa yang dimaksud dengan ayat inni mutawaffiika adalah kondisi tidur, kemudian Allah membangunkannya dari tidur. Hasan berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda kepada orang Yahudi ‘Sesungguhnya Isa tidaklah mati, dan ia akan kembali kepada kalian sebelum hari kiamat.’”
Tafsir al-Razi
الوَجْهُ الخامِسُ في التَّأْوِيلِ: ما قالَهُ أبُو بَكْرٍ الواسِطِيُّ، وهو أنَّ المُرادَ (إنِّي مُتَوَفِّيكَ) عَنْ شَهَواتِكَ وحُظُوظِ نَفْسِكَ، ثُمَّ قالَ: (ورافِعُكَ إلَيَّ) وذَلِكَ لِأنَّ مَن لَمْ يَصِرْ فانِيًا عَمّا سِوى اللَّهِ لا يَكُونُ لَهُ وُصُولٌ إلى مَقامِ مَعْرِفَةِ اللَّهِ، وأيْضًا فَعِيسى لَمّا رُفِعَ إلى السَّماءِ صارَ حالُهُ كَحالِ المَلائِكَةِ في زَوالِ الشَّهْوَةِ، والغَضَبِ والأخْلاقِ الذَّمِيمَةِ.
“Pendapat lainnya dalam persoalan ta’wil, seperti apa yang disampaikan oleh Abu Bakr al-Wasithi, ia berpendapat bahwa makna innii mutawaffika adalah Aku mengambil nafsu syahwatmu. Kemudian berkata: wa raafi’uka ilayya, maksudnya karena siapapun yang tidak menghilangkan hal-hal selain Allah, maka ia tidak akan sampai pada tingkatan makrifatullah, begitu juga dengan Isa ketika diangkat ke langit, ia menjadi seperti kondisi malaikat yang hilang syahwatnya, angkara murka, dan akhlak-akhlak buruk lainnya.”
قُلْنا: قَوْلُهُ: (إنِّي مُتَوَفِّيكَ) يَدُلُّ عَلى حُصُولِ التَّوَفِّي وهو جِنْسٌ تَحْتَهُ أنْواعٌ بَعْضُها بِالمَوْتِ وبَعْضُها بِالإصْعادِ إلى السَّماءِ، فَلَمّا قالَ بَعْدَهُ: (ورافِعُكَ إلَيَّ) كانَ هَذا تَعْيِينًا لِلنَّوْعِ ولَمْ يَكُنْ تَكْرارًا.
“Menurut kami (Imam al-Razi), pernyataan innii mutawaffiika menunjukkan keadaan wafat, di mana sebagian dimensi kematian dirasakan dan sebagian lagi proses diangkat ke langit. Maka kalimat setelahnya yaitu waraafi’uka ilayya maksudnya adalah penegasan dari makna sebelumnya, bukan pengulangan.”
Tafsir al-Baidhawi
﴿يا عِيسى إنِّي مُتَوَفِّيكَ﴾ أيْ مُسْتَوْفِي أجَلَكَ ومُؤَخِّرُكَ إلى أجَلِكَ المُسَمّى، عاصِمًا إيّاكَ مِن قَتْلِهِمْ، أوْ قابِضُكَ مِنَ الأرْضِ مِن تَوَفَّيْتُ مالِي، أوْ مُتَوَفِّيكَ نائِمًا إذْ رُوِيَ أنَّهُ رُفِعَ نائِمًا، أوْ مُمِيتُكَ عَنِ الشَّهَواتِ العائِقَةِ عَنِ العُرُوجِ إلى عالَمِ المَلَكُوتِ.
“Wahai Isa, sesungguhnya Aku mutawaffiika, yakni akan mewafatkanmu dan mengakhirkan ajalmu sampai waktu yang ditentukan. Aku melindungimu dari rencana pembunuhan mereka, dan Aku mengangkatmu dari dunia, atau membangunkanmu dari tidur, atau mematikanmu dari nafsu syahwat menuju dimensi yang lebih tinggi.”
Tafsir al-Zamakhsyari
معناه: إنى عاصمك من أن يقتلك الكفار ومؤخرك إلى أجل كتبته لك. ومميتك حتف أنفك لا قتيلا بأيديهم وَرافِعُكَ إِلَيَّ إلى سمائي ومقرّ ملائكتي وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا من سوء جوارهم وخبث صحبتهم. وقيل متوفيك: قابضك من الأرض، من توفيت مالى على فلان إذا استوفيته: وقيل: مميتك في وقتك بعد النزول من السماء ورافعك الآن: وقيل :متوفى نفسك بالنوم
“Makna dari ayat ini adalah sesungguhnya Aku adalah penolongmu dari rencana pembunuhan orang-orang kafir kepadamu dan aku mengakhirkan ajalmu sebagaimana ketetapanku kepadamu. Kematianmu bukanlah di tangan mereka, dan aku mengangkatmu ke langit dan menyucikanmu dari orang-orang kafir dari perbuatan-perbuatan mereka yang buruk. Dikatakan bahwa kata mutawaffiika berarti Aku menangkatmu dari dunia. Dikatakan juga bahwa Aku akan mematikanmu kelak pada waktunya setelah engkau turun dari langit dan sekarang Aku mengangkatmu, yang bermakna mewafatkan dirimu dengan tidur.”
Tafsir al-Maraghi
والتوفى فى اللغة أخذ الشيء وافيا تاما. ومن ثم استعمل بمعنى الأماتة قال تعالى الله يتوفى الأنفس حين موتها (الزمر:42) فالمتبادر فى الاية: إني مميتك وجاعلك بعد الموت فى مكان رفيع عندى, كماقال فى إدريس عليه السلام: ورفعناه مكانا عليا (مريم:57)
“Kata al-tawaffa secara bahasa berarti mengambil sesuatu secara utuh dan sempurna. Kemudian dipakai untuk makna kematian, sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah: “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya (QS. al-Zumar [39]:42). Sedangkan yang dimaksud dalam ayat ini adalah ‘Sesungguhnya Akulah yang mematikanmu dan yang menjadikanmu setelah mati ke tempat yang tinggi di sisi-Ku’, sebagaimana firman Allah terhadap Nabi Idris: ‘Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat yang tinggi (QS. Maryam [19]:57).’”
Tafsir al-Mishbah
Quraish Shihab menjelaskan makna kata raafi’uka ilayya, mengangkatmu di sisi-Ku. Ada dua pendapat, pertama, mengutip al-Sya’rawi, ia berpendapat bahwa Allah yang mengambil Isa secara sempurna, ruh dan jasad beliau ke satu tempat yang tidak dapat dijangkau oleh orang-orang kafir, yaitu di sisi-Nya.
Sedangkan pendapat kedua, enggan memahami kata rafi’uka dalam arti hakiki, seperti yang dipahami oleh mayoritas ulama. Mereka tidak memahaminya dalam arti mengangkat ruh dan jasad Isa ke langit. Tetapi, menurut mereka bahwa Allah mewafatkan, yakni mematikan Isa di dunia ini setelah tiba ajal yang ditetapkan Allah baginya, kematian itu di satu tempat yang tidak dikenal oleh musuh-musuhnya kemudian, setelah kematian beliau secara normal, beliau diangkat ruhnya ke derajat yang sangat tinggi di sisi Allah Swt.
Poin beliau adalah bahwa Isa hidup di langit dan kelak akan turun, atau telah wafat secara normal dan tidak akan kembali hidup ke bumi, bukanlah satu hal yang berkaitan dengan prinsip ajaran agama. Pendapat pertama atau kedua yang dipilih, tidak akan menambah atau mengurangi keberagamaan. Tetapi, dari uraian ayat selanjutnya, kita dapat mengambil pelajaran bahwa Allah membersihkanmu, wahai Isa, dari orang-orang yang kafir dan menjadikan orang-orang yang mengikutimu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat.
Tafsir Ahmadiyah
Mengutip penafsiran Maulana Muhammad Ali dalam The Holy Quran, beliau mengutip sejumlah penafsiran dari ulama terdahulu. Di antaranya mengutip pendapat Ibn Abbas yang menjelaskan kata mutawaffiika dengan mumiituka, maknanya Aku mematikan engkau. Selain itu, ia juga mengutip dari kamus Lisanul ‘Arab, yang dimaksud dengan kalimat tawaffahullaahu artinya Allah mencabut nyawanya atau mematikannya. Sehingga penggunaan kata tawaffa bermakna bahwa rencana kaum Yahudi untuk membunuh Nabi Isa pada kayu salib mengalami kegagalan dan bahwa beliau kelak akan meninggal secara wajar.
Selain itu, menurut Maulana Muhammad Ali, ayat ini memuat empat janji tentang kemenangan Nabi Isa terhadap musuh beliau dan terhadap rencana mereka. Dari empat janji ini, yang tiga sudah diberitahukan, yaitu pertama, janji bahwa beliau diselamatkan dari kematian pada kayu palang dan beliau akan mati secara wajar. Kedua, janji bahwa beliau orang terhormat di hadapan Allah, sedangkan tujuan kaum Yahudi adalah hendak menunjukkan bahwa beliau adalah orang yang dilaknat. Ketiga, janji bahwa beliau dibersihkan dari segala tuduhan palsu. Adapun janji keempat adalah bahwa para pengikut Nabi Isa akan menang mengalahkan orang-orang yang menolak beliau sampai hari kiamat. Janji yang nomor empat ini dapat disaksikan kebenarannya hingga sekarang berupa kemenangan kaum Kristen atas kaum Yahudi.
Berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa Isa akan wafat secara wajar di dunia ini. Tetapi, di manakah lokasi wafatnya? Merujuk pada penjelasan Mirza Ghulam Ahmad (MGA) dalam bukunya Al-Masih di Hindustan, hlm. 59-60, ia menegaskan bahwa ratusan ribu manusia telah menyaksikan dengan kasat mata bahwa kuburan Nabi Isa ada di Srinagar, Kashmir. Menurut keyakinan Ahmadi, setelah diselamatkan dari penyaliban, Isa kemudian mengembara ke berbagai wilayah di arah Timur. Pertanyaan kembali muncul, mengapa harus ke arah Timur tepatnya ke Hindustan?
Masih dalam buku yang sama hlm. 115, MGA menjelaskan bahwa dari segi tujuan kerasulan Nabi Isa, kedatangan beliau ke negeri Punjab dan kawasan sekitarnya adalah sangat penting. Sebab, sepuluh suku Bani Israil yang di dalam Injil dinamakan domba-domba Israil yang telah hilang, sudah pindah ke negeri-negeri ini. Kepindahan itu tidak dapat diingkari oleh ahli sejarah mana pun. Oleh sebab itu penting bagi Nabi Isa untuk melakukan perjalanan ke negeri ini, mencari domba-domba yang telah hilang itu lalu menyampaikan amanat Allah kepada mereka. Dan selama beliau tidak berbuat demikian, selama itu pula tujuan pengutusan beliau tidak berhasil dan tidak sempurna.
Pemetaan Makna ‘Kenaikan’ Isa Al-Masih dalam Penafsiran
Makna wafat secara umum ada dua, yaitu pertama, wafat bermakna kematian (wafatul maut). Meski pendapat ini tidak populer, seperti yang dikutip oleh al-Thabari, Ibn Katsir dan Quraish Shihab. Selain itu, termasuk dalam pendapat ini adalah argumen yang dikemukakan oleh Ahmadiyah. Kedua, wafat bermakna bukan kematian. Dalam konteks ini, ulama beragam pendapat terkait makna wafat. (a) wafat bermakna kondisi tidur (wafatul manaam); (b) diangkat dari dunia (qaabidhuka minal ardh); (c) diangkat ke langit, diturunkan lagi ke bumi, baru di wafatkan (taqdim wat ta`khir); (d) mematikan nafsu syahwat (wafatu syahwatik); dan (e) keadaan seperti kematian (hushul al-tawaffii).
Berdasarkan penjelasan tersebut, narasi kematian Isa Al-Masih dalam Al-Qur`an menyiratkan beberapa pesan: pertama, penolakan dan penyangkalan terhadap pengkhianatan dan kesombongan yang dilakukan oleh umat Yahudi saat itu. Sekaligus melindungi dan memuliakan posisi Isa Al-Masih, mengangkat derajatnya ke sisi Allah Swt.
Kedua, menegaskan bahwa kematian adalah murni prerogatif urusan Tuhan semata. Kuasa Allah dalam menghidupkan atau mematikan siapa pun. Ketiga, keragaman tafsir tersebut menunjukkan bahwa tidak ada kata sepakat di kalangan ulama. Hal ini masuk dalam wilayah ijtihadi, jika mengutip Quraish Shihab, lebih dari perdebatan Isa wafat atau tidak, yang terpenting adalah Allah Swt menyelamatkan Isa dari konspirasi untuk menjatuhkan derajatnya. Memang sekira berpandangan pandangan umum, mayoritas umat Islam memahami Al-Masih tidak wafat di tiang salib dan sosoknya pun diangkat ke langit. Tetapi sebagaimana dibaca dalam uraian sebelumnya, ada banyak makna terkait arti kata wafat. Di sinilah pentingnya menghargai keragaman pendapat terlepas dari pendapat mana yang kita yakini.
Lebih dari itu, yang juga perlu diteladani adalah sosok kemanusiaan Al-Masih. Dalam konteks ketuhanan, umat Islam dan Kristiani tidak dapat berjumpa. Di situlah letak perbedaan fundamental. Namun, dalam hal kemanusiaan, kedua komunitas beragama ini meyakini hal yang sama. Bahkan seluruh manusia di dunia ini mengakui kepribadian Al-Masih yang penuh teladan. Karenanya, dimensi kemanusiaan ini menjadi ruang temu bagi umat beragama. Di tengah diskriminasi perizinan membangun rumah ibadah, persekusi, hingga penjajahan tanah untuk hidup di berbagai daerah, kebangkitan atau kenaikan Al-Masih ke langit seharusnya meninggalkan keteladanan yang dapat kita teruskan sebagai manusia. Wallahu a’lam bish sowwab.
[1] Ahmadiyah juga masuk dalam kategori Sunni. Hanya saja, karena memiliki pendapat yang berbeda terkait kematian Isa Al-Masih, maka perlu diberikan penekanan khusus.

