Pos

Para Perempuan Masa Nabi yang Menjadi Dokter dan Perawat (Bag. 1)

Oleh Nurul Iffatiz Zahroh (Islami.co)

Profesi dokter dan perawat pada masa Nabi berada di tangan perempuan. Jika dalam sejarah Eropa perawat pertama adalah Florance Nighthingale (1820-1910), maka dalam sejarah Islam perawat telah ada sejak tahun 620 M dan juga dipelopori oleh seorang perempuan.

Tercatat lebih dari sepuluh orang sahabat perempuan yang menggeluti bidang kesehatan, di antaranya adalah:

  • Rufaidah al-Aslamiyah

Rufaidah terkenal sebagai dokter dan perawat pertama dalam Islam. Nama lengkapnya adalah Rufaidah binti Sa’ad al-Aslamiyah. Ia adalah keturunan dari bani Aslam. Rufaidah lahir di Madinah dan termasuk kaum Anshar yang membaiat dan memeluk Islam setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.

Rufaidah adalah seorang perempuan terkemuka, ia terkenal karena kepiawaiannya dalam dunia kedokteran maupun keperawatan. Ayah Rufaidah merupakan seorang dokter pada masa jahiliyah dan Rufaidah menekuni bidang ini sejak sebelum masuk Islam.

Berkat keahliannya dalam bidang Kesehatan, Rasulullah SAW mengizinkan Rufaidah untuk mendirikan tenda (klinik) di masjid Madinah. Klinik ini merupakan klinik pertama dalam Islam dan pada saat perang badar klinik ini menjadi rujukan pertama yang menangani kaum muslim yang terluka.

Keluarga Rufaidah juga termasuk keluarga yang terpandang, Rufaidah menggunakan harta dan kekayaannya untuk mengobati kaum muslim di Madinah dan kaum muslim yang terluka dalam medan perang secara gratis.

Klinik Rufaidah juga terkenal dengan sebutan klinik keliling. Pasalnya Rufaidah membawa peralatan medis dengan menggunakan unta dan mendirikan klinik (tenda) di beberapa tempat peperangan.

Selain ahli, kaya raya dan dermawan, Rufaidah juga mengajarkan para perempuan lain yang ikut sebagai relawan perang. Salah satu yang diajari oleh Rufaidah tentang dunia medis adalah istri Rasulullah SAW, Aisyah binti Abu Bakar dan beberapa perempuan lain.

Pada saat perang Khandaq, Sa’ad bin Muadz terkena panah, Rasulullah SAW merekomendasikan dan mempercayai klinik Rufaidah untuk menangani pengobatan Sa’ad, dan di klinik itulah Sa’ad bin Muadz meninggal dunia.

Pada saat perang Khaibar, Rufaidah bersama beberapa perempuan bekerjasama  menjadi relawan yang menangani pengobatan kaum muslimin yang terluka akibat perang. Dan para perempuan itu juga mendapat bagian sebagaimana bagian laki-laki yang berjihad di Medan perang.

  • Ku’aibah binti Sa’ad

Nama lengkapnya adalah Ku’aibah binti Sa’ad al-Aslamiyah. Ku’aibah merupakan seorang perawat yang membantu Rufaidah menangani para tantara muslim yang terluka karena perang. Ku’aibah juga tercatat sebagai orang yang juga menangani Sa’ad bin Muadz. Tugasnya adalah sebagai perawat, sedangkan yang memandu jalannya pengobatan adalah Rufaidah.

  • Ummu Athiyah

Sahabat yang satu ini pasti tidak asing namanya. Seorang sahabat terkenal yang juga banyak meriwayatkan hadis dari Nabi. Nama aslinya adalah Nusaibah binti Harits dan terkenal dengan nama laqobnya, yaitu Ummu Athiyah.

Dalam salah satu riwayat yang diceritakan olehnya, Ummu Athiyah menyampaikan “Aku ikut berperang bersama Rasulullah SAW sebanyak tujuh kali perang dan aku selalu berada di belakang rombongan Nabi, akulah yang menyiapkan makanan untuk mereka, mengobati kaum muslim yang terluka dan merawat mereka bila ada yang sakit”.

  • Ummu Sulaim

Seperti Ummu Athiyah, Ummu Sulaim juga merupakan sahabat yang sering disebut namanya, karena kedekatannya dengan Rasulullah SAW. Ibu dari si kecil yang menjadi khadim Nabi -Anas bin Malik- juga banyak meriwayatkan hadis.

Dalam beberapa riwayat baik yang diriwayatkan oleh putranya Anas maupun diceritakan sendiri olehnya sering bercerita bahwa Ummu Sulaim ikut perang bersama Nabi. Di sana ia bergabung dengan perempuan lain, merawat para tantara yang terluka maupun memberi minum untuk mereka.

  • Rubayyi’ binti Muawwidz

Nama lengkapnya adalah Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin ‘Afra’ bin Hazm bin Jundab al-Anshariyah al-Najjariyah. Rubayyi’ merupakan keturunan dari bani ‘Addi bin Najjar. Ia adalah seorang perempuan Madinah yang membaiat Nabi pada baiat Ridwan.

Rubayyi’ merupakan seorang perawi hadis, di samping itu ia juga aktif mengikuti peprang sebagai seorang perawat. Dalam sebuah hadis sahih Rubayyi’ bercerita “Kami ikut perang bersama Nabi, tugas kami adalah memberi minum dan melayani pasukan, serta mengirim kaum muslim yang gugur dan terluka ke Madinah”. Hadis ini diriwayatkan oleh imam Muslim, sedangkan dalam riwayat imam Bukhari berbunyi “Tugas kami adalah memberi minum dan merawat tentara yang terluka”.

Demikianlah sahabat perempuan pada masa Nabi, mereka aktif dan tidak hanya berdiam diri di rumah. Mereka memaksimalkan bakatnya, menjadi seorang dokter maupun perawat.

Artikel ini kerjasama Islamidotco dan Rumah KitaB

Ummu Ma’bad: Perempuan Periwayat Hadis dan Bekerja sebagai Pengajar

Oleh Qurrota A’yuni (Islami.co)

Jika melihat kilas balik dari sejarah Islam terdahulu, akan kita temukan bahwa perempuan di awal masa Islam termasuk di antara pengajar-pengajar yang di muliakan dan juga berbudi luhur. Keilmuan mereka sangat bermanfaat dan berharga bagi seluruh umat, sehingga keilmuan mereka tidak diragukan lagi terutama dalam meriwayatkan hadis. Oleh karena itu, banyak juga perempuan periwayat hadis.

Sebagaimana diungkap Ibnu Sa’ad dalam al-Thabaqath al-Kubra, ada tujuh ratus perempuan yang meriwayatkan hadits-hadits dari Rasulullah dan dari sebagian para sahabat. Diceritakan juga dari sumber-sumber lain, betapa Rasulullah menghargai keilmuan para sahabat perempuan tidak hanya dari laki-laki.

Selain Ummahatul Mukminin (para istri Rasul) ada juga para sahabat perempuan lainnya, salah satunya adalah perempuan yang meriwayatkan hadits dari Rasululllah serta memberikan sumbangan pendidikan dengan mengajarkan pengetahuan agama pada anak-anak didiknya, yaitu Ummu Ma’bad al-Khuza’iyyah.

Di masa jahiliyah dulu, nama Ummu Ma’bad tidak begitu dikenal. Ia hanya dikenal oleh orang-orang di lingkungannya dan keluarga kabilah di sekitarnya. Namun, Ummu Ma’bad menjadi salah satu perempuan ternama dalam Islam. Kefasihan dan sastranya yang begitu tinggi dalam menjelaskan sifat dan ciri-ciri dari Rasulullah, membuat Rasul kagum dan singgah di tempatnya. Dialah salah satu perempuan periwayat hadis tentang ciri-ciri nabi.

Kisah ini bermula dari perjalanan Rasulullah yang hendak hijrah ke Madinah al-Munawwarah. Rasulullah beserta rombongannya singgah di tenda milik Ummu Ma’bad. Ketika Rasulullah hendak membeli daging dan kurmanya untuk makan dan bekal perjalanan, Ummu Ma’bad menjawab dengan lirih, “Tidak ada yang bisa kami berikan meski sebiji kurma, bahkan kambing-kambing kami tak ada yang bisa diandalkan.  Demi Allah, seandainya kami punya sesuatu, maka kami tidak akan segan-segan menjamu kalian.”. Rasulullah melihat ada seekor kambing betina kurus di samping tenda, dan beliau bertanya, “Ada apa dengan kambing itu?” Ummu Ma’bad menjawab, “Sungguh, dia tertinggal dari kambing-kambing yang lain karena lemah, bahkan dia tak sanggup lagi berjalan”. 

“Apakah dia masih mengeluarkan susu?” tanya Rasulullah.

“Bahkan dia lebih parah dari pada itu,” ujar Ummu Ma’bad.

“Apakah engkau izinkan apabila kuperah susunya?” tanya Rasulullah lagi.

“Boleh, demi ayah dan ibuku. Apabila engkau lihat dia masih bisa diperah susunya, maka perahlah!” Jawab Ummu Ma’bad.

Rasulullah pun memerah susu kambing tersebut dengan mengusap kantong susunya seraya mengucapkan nama Allah dan berdo’a. Seketika kantong susu kambing tersebut mengembung seperti siap ingin diperah.

Rasulullah pun meminta bejana yang besar kepada Ummu Ma’bad. Ummu Ma’bad memberikannya kepada Rasulullah dan bejana besar itu pun seketika penuh dengan susu dari kambing yang telah diperah. Melihat keajaiban ini, membuat Ummu Ma’bad terheran-heran. Ia tidak menyangka apa yang sedang terjadi saat itu.

Rasulullah memberikan bejana itu kepada Ummu Ma’bad dan menyuruhnya meminum susu tersebut, bergantian dengan anggota rombongan yang lain hingga semuanya kebagian minum. Setelah semua kenyang, Rasulullah memerah lagi susu kambing itu dan memberikannya kepada Ummu Ma’bad sebagai hadiah. Setelah itu rombongan Rasulullah berpamitan dan pergi melanjutkan perjalanan hijrah ke Madinah.

Ummu Ma’bad masih tidak mempercayai akan hal ini. Ia bertanya-tanya, bagaimana mungkin susu yang diperah itu berasal dari kambing yang kurus dan sudah lemah? Ketika suaminya, Abu Ma’bad kembali, Ummu Ma’bad pun menceritakan kejadian luar biasa yang baru saja ia alami. Mendengar cerita dari istrinya, Abu Ma’bad pun berkata, “Wahai Ummu Ma’bad, ceritakanlah kepadaku bagaimana ciri-ciri dari orang tersebut!. 

Ummu Ma’bad menjelaskan kepada suaminya (tentang Rasulullah), “Ia adalah seorang pria yang mukanya bersinar ramah. Akhlaqnya mulia. Tubuhnya sedang dan wajahnya tenang. Ia cerdik sekali dalam membagi jatah. Kedua matanya hitam. Rambut alis dan bulu matanya lebat. Suaranya berat (lagi indah). Matanya bagus, bulu matanya lentik, warnanya sangat hitam seperti dicelak. Rambutnya hitam pekat. Lehernya panjang. Janggutnya lebat. Jika diam, ia tenang. Jika berbicara, tangan dan kepalanya ikut bergerak. Aura wibawanya pun keluar. Seolah-olah perkataannya bagaikan manik-manik yang disusun rapi untuk digulirkan. Ia berkata dengan singkat dan padat, tanpa ada sedikit pun yang tersia-sia. Dari kejauhan, ia tampak sangat tampan dan paling menonjol di antara orang banyak. Sedangkan dari dekat ia tampak lebih manis dan sempurna. Perawakannya sedang. Tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek. Ia memang paling berwibawa di antara yang lainnya. Beberapa orang ikut bersamanya. Mereka selalu menjaganya. Jika ia berkata, mereka menyimaknya dengan seksama. Jika ia menyuruh, mereka dengan seksama melaksanakannya. Ia cekatan dan lihai mengatur kekuatan. Raut mukanya tidak masam dan tidak ketuaan”.

Kisah yang masyhur ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Ma’bad sendiri, dan akhirnya diriwayatkan oleh banyak periwayat yang saling menguatkan satu sama lain. Penuturan serta penjelasan darinya mengenai sifat dan ciri-ciri Rasulullah sangat fasih. Terlebih lagi, Ummu Ma’bad saat itu adalah seorang perempuan Badui yang tidak bisa membaca dan menulis, yang hidup di pedalaman, dan jauh dari lingkungan masyarakat. Akan tetapi ia mampu menceritakan serta menjelaskan apa yang ia lihat dengan lengkap dan detail.

Bahkan Ali bin Thalib pun mengakui akan kefasihan dari Ummu Ma’bad, dikatakan kepada Ali bin Thalib, “Bagaimana orang tidak bisa menyifatkan Rasulullah sebagaimana Ummu Ma’bad menyifatkan Beliau?”. Ali bin Thalib menjawab, “Dikarenakan para perempuan itu menyifatkan dengan naluri mereka, maka mereka baik dalam memberikan sifat-sifat”. 

Selain kisah ini, Ummu  Ma’bad juga meriwayatkan beberapa hadis lainnya. Ia menjadi salah satu perempuan periwayat hadis. Ia juga memberikan sumbangan pendidikan dengan mengajarkan pengetahuan agama pada anak-anak didik yang dikenal dengan sebutan Mu’allim Kuttab atau Mu’allim Sibyan. Demikianlah profesi serta peran Ummu Ma’bad dalam Islam. Ia yang sebelumnya tidak begitu dikenal, hingga menjadi salah satu wanita Islam yang ternama dengan kefasihan dan kemampuan sastranya serta keilmuannya dalam pengetahuan agama yang ia ajarkan. (AN)

 

Referensi:

-Muhammad Ibrahim Salim, Nisa’ Haula ar-Rasul (al-Qudwah al-Hasanah wa al-Uswah at-Tayyibah Li Nisa’ al-Usrah al-Muslimah)

-Ibn Sa’ad, al-Thabaqat al-Kubra.

 

*Artikel ini kerjasama Islamidotco dan Rumah KitaB