Publikasi Jihadis, Transnasional Terorisme dan Tantangan Deradikalisasi: Refleksi atas Pemikiran Jihad Abu Bakar Ba’asyir dan Aman Abdurrahman[1]
Oleh: Badrus Sholeh, Ph.D[2]
Publikasi Jihadis
Jauh sebelum Aman Abdurrahman menulis buku Jihad, Abu Bakar Ba’asyir dan para pelaku Bom Bali juga beberapa kali menulis buku Jihad yang menyerukan pentingnya Jihad bagi perjuangan umat Muslim dari tekanan internasional dan melakukan kritik atas pemerintah dan koalisi Barat. Jihadis Indonesia yang aktif menulis dari penjara terkait aksi terorisme terinspirasi dari para penulis terkenal di dunia Arab. Ba’asyir menyinggung Ibn Taimiyah dan Sayyid Qutub sebagai figur mujahidin yang tetap menjaga keagamaan dan berdakwah melalui tulisan meski mendapat tekanan penguasa. Ba’asyir menyebut mereka sebagai Ulama Robbaniyyin. Ba’asyir memberi endorsement atas konsistensi Aman Abdurrahman dalam menulis saat di penjara dengan menyebut Aman sebagai “seorang alim muda yang konsekuen yang menegakkan kemurnian tauhid… Sebagaimana ulama robbaniyyin Al Ustadz Abu Sulaiman Aman Abdurrohman juga berusaha memanfaatkan rahmat Allah dalam penjara yang ditimpakan oleh thaghut penguasa negeri ini dengan menulis risalah-risalah tauhid dan risalah dakwah lainnya.”[3]
Publikasi Jihadis memiliki setidaknya tiga tujuan. Pertama, argumentasi atas tindakan mereka dalam melakukan aksi pemboman dengan legitimasi agama. Bahkan Imam Samudra menulis khusus membantah buku penulis lain (Nasir Abbas) dan menegaskan posisi dia sebelum eksekusi dilakukan. Kedua, industri jihadis tumbuh dengan baik dan memberi manfaat ekonomis bagi terpidana teroris dan keluarganya. Buku Imam Samudra cetak lebih dari empat puluh ribu eksemplar dan masih juga habis di pasaran. Ketiga, tulisan memberi inspirasi bagi siswa dan pemuda untuk melanjutkan tradisi Jihad. Dalam banyak kesempatan tulisan menjadi acuan penting dalam rekrutmen dan pelatihan jihad. Buku dan tulisan online Aman Abdurrahman menginspirasi banyak individu dan kelompok yang melakukan serangan independen (lone wolfe) didukung dengan penjelasan manual yang dalam dua tahun terakhir dilakukan oleh para pendukung dan simpatisan ISIS. Bahrunnaim diantaranya membuat facebook dan personal blogging untuk mendorong Muslim di Asia Tenggara, khususnya yang berbahasa Melayu untuk melakukan aksi terorisme melawan pemerintah dan koalisi internasional.
Buku “Dakwah dan Jihad” Abu Bakar Ba’asyir yang ditulis pada 2003 menjadi salah satu buku awal yang ditulis jihadis pasca Bom Bali pada Oktober 2002. Dalam menulis pengantar bukunya Ba’asyir ketika dipenjara terkait aksi Bom Bali menyatakan:
Dalam mengisi hidup ini, para ulama memberi nasehat yang singkat kalimatnya namun padat isinya: “Hidup mulia atau mati syahid.” Hidup mulia artinya hidup yang diatur dengan syari’at Islam secara kaffah, atau hidup yang dipenuhi dengan perjuangan menegakkan syari’at Islam, kemudian dengan sabar rela menanggung segala resikonya. Sedangkan mati syahid ialah mati terbunuh oleh musuh Islam dalam jihad fi sabilillah, atau dibunuh oleh penguasa dhalim karena berani menyuarakan kebenaran.[4]
Artikel ini akan membahas fenomena tradisi publikasi Jihad di Indonesia (khususnya refleksi atas tulisan Abu Bakar Ba’asyir dan Aman Abdurrahman), bagaimana para penulis jihadis membangun pemikiran dan apa dampak yang muncul bagi kontra terorisme dan radikalisme di Indonesia. Kebijakan kontra terorisme dan deradikalisasi akan mendapat tantangan serius atas ‘kebebasan’ penulisan dan publikasi yang dilakukan di Indonesia, dan dalam jangka panjang akan memengaruhi radikalisasi masyarakat Muslim Indonesia. Undang-undang kontra terorisme hingga kini belum bisa menangkap para penulis Jihadis karena tidak cukup bukti-bukti pidana. Dibutuhkan publikasi pemikiran dari penulis dan ulama moderat yang bisa mengimbangi derasnya penulisan Jihad, dan tentu saja penguatan regulasi yang lebih efektif bagi perlindungan masyarakat dari penetrasi pemikiran Jihad.
Ba’asyir, Aman dan Bali Trio
Buku dan artikel Jihadis berlanjut dari Ba’asyir ke Aman Abdurrahman. Sementara Abu Bakar Ba’asyir menulis buku-buku serial Tazkirah dengan dukungan organisasi Jama’ah Ansharut Tauhid, sebagai pelengkap dari tulisan Ba’asyir Dakwah dan Jihad. Buku Tazkirah tidak dicetak secara resmi dan difoto copi untuk didiskusikan dibanyak forum jihad di seluruh Indonesia melalui JAT. Demikian juga, buku Jihad Aman didiskusikan oleh kelompok Tauhid wal Jihad serta Jama’ah Ansharul Khilafah sebagai bagian dari instrumen dakwah dan soliditas kelompok dan keluarga Mujahidin.
Buku Seri Materi Tauhid karya Abu Sulaiman Aman Abdurrahman yang bisa diunduh di millahibrahim.wordpress.com terbagi menjadi beberapa bagian pokok. Pertama, prinsip ketauhidan melalui pemaknaan Thaghut dan bagaimana kewajiban Muslim untuk beriman kepada Allah dan kufur terhadap thaghut. Kedua, kritik atas praktik demokrasi sebagai bagian dari tradisi Thaghut. Termasuk di dalamnya status hukum nasional. Ketiga, penegasan Aman atas penolakan keta’atan terhadap pemerintah Indonesia, juga bagaimana Muslim bekerja sebagai PNS dan bekerja di perusahaan pemerintah. Dalam melihat status pegawai pemerintah Aman Abdurrahman menyatakan, “Setiap pekerjaan yang merupakan pembuatan hukum, pemutusan dengan hukum buatan, pembelaan kepada thaghut atau sistemnya, mengikuti atau menyetujui sistem thaghut, ada syarat sumpah atau janji setia kepada thaghut atau sistemnya, maka semua ini adalah kekafiran.”[5]
Karya Aman bukanlah sesuatu yang baru dalam penulisan jihadis. Tulisan karya bomber Bali menjadi pioneer atas publikasi aktivis Jihad, terutama menempatkan publikasi pada perusahaan penerbitan yang dikelola oleh kelompok jihadis. Publikasi didominasi oleh jaringan Alumni Afghanistan dan Alumni Ngruki. Jazera (Al Aqwam Group) Solo dan Arrahmah Media Jakarta menjadi penerbit yang ikut mempengaruhi semangat penerbit-penerbit kelompok radikal lain. Dengan menerbitkan karya para Jihadis, mereka menunjukkan positioning yang berbeda dengan umumnya penerbit Islam. M. Fachry, Pemred Arrahmah Media menyatakan:
Termasuk buku Trio Syuhada’, tiga orang yang menurut mereka melakukan suatu kebaikan. Tapi dinista oleh banyak orang dan dianggap mereka melakukan keburukan. Apa alasan dari mereka dan apa alasan mereka ini kita angkat. Ini yang kemudian akhirnya ar-Rahmah media dikenal sebagai penerbit yang punya ciri khas. Walaupun mungkin kecil dan baru berkembang tapi sudah bisa membetot perhatian. Karena tadi positioning-nya alhamdulillah kita anggap tepat. Hikmahnya di situ.[6]
Arrahmah Media juga memiliki alasan khusus untuk menerbitkan buku Trio Syuhada dan kelompok Jihad lainnya. Fachry melihat:
Karena orang kebanyakan menganggap tiga orang ini adalah berbuat kerusakan, teroris. Nah, kita perlu cek dan ricek, kita perlu tabayyun kepada pelakunya sendiri. Betul enggak Anda melakukan teror sebagaimana yang disampaikan. Apa sih pandangan-pandangan Anda. Kemudian mereka juga ternyata merasa perlu untuk membuat bantahan, membuat klarifikasi kepada umat. Dan dia mencari juga media mana yang mau menyalurkan aspirasi dan suara mereka. Mereka ketemu dengan kita. Kemudian, sebelum mereka ketemu mereka sudah melihat kemungkinan media mana yang fokus dan concern dengan masalah ini. Melihat ar-Rahmah media, mereka setuju mau diterbitkan. Alhamdulillah jadi menerbitkan buku tersebut. Karena kan mereka memiliki bantahan dan klarifikasi yang selama ini sudah dituduhkan kepada mereka. Jadi mereka sudah terstigma sebagai teroris. Itu yang kemudian kita sampaikan. Sebenarnya rencana mengangkat lagi kisah-kisah yang dianggap teroris ini yang sebenarnya mereka menganggap sebagai mujahidin kita masih banyak memiliki keinginan.[7]
Ulama yang Memengaruhi
Abu Bakar Ba’asyir dan Aman Abdurrahman banyak dipengaruhi oleh teks-teks karya Ibn Taimiyah dan Sayyid Qutb. Juga risalah yang ditulis oleh Aiman al-Zawahiri memengaruhi generasi jihadis Indonesia dan dunia. Aman Abdurrahman dianggap memiliki pengaruh kuat atas pergeseran Abu Bakar Ba’asyir yang kemudian berbai’at kepada Abu Bakar al-Baghdadi. Ba’asyir membaca banyak buku Aman dan memberi pengantar. Pertukaran tulisan di penjara Nusa Kambangan saling memengaruhi tahanan teroris.[8] Aman Abdurrahman alias Oman Rochman alias Abu Sulaiman al-Arkhabily memiliki julukan Singa Tauhid, lahir di Cimalaka-Sumedang, 5 Januari 1972. Penjara di Indonesia tidak memiliki cukup regulasi dalam mencegah peredaran tulisan dan diskusi karya jihadis di penjara-penjara. Tahanan teroris yang bergabung dengan ISIS secara rutin mendiskusikan buku dan artikel Aman dan Ba’asyir, selain Dabiq yang bebas diunduh melalui smartphone.[9] Aman dipengaruhi oleh Abu Muhammad al-Maqdisi dan Abu Musab al-Zarqawi dalam banyak tulisan, pidato dan gerakan jihadnya. Karena itu ketika ISIS muncul Aman begitu akrab dengan jargon dan semangat Jihadi Takfiri yang sebelumnya digagas dan dikembangkan oleh al-Maqdisi dan al-Zarqawi.
Perubahan sikap seseorang untuk bergabung dalam kelompok Jihad dan melakukan aksi terror banyak diilhami oleh tokoh-tokoh dan penulis Jihadis. Imam Samudra yang mempelopori awal tulisan anggota Jama’ah Islamiah sejak 2004, Aku Melawan Teroris (AMT), yang terbit ulang beberapa kali (tiga kali berturut-turut dalam tiga bulan: September, Oktober dan November 2004) dengan oplah lebih dari 50 ribu eksemplar. Menurut editornya, Bambang Sukirno yang juga direktur Al-Aqwam, buku ini semula berasal dari “Catatan Harian” Imam Samudra. Dia mengusulkan judulnya menjadi AMT, dengan alasan “judul itu lebih mencerminkan isi buku dan niat aksi yang mereka lakukan”.[10]
Penerbit Jazera yang berbasis di Solo mendapatkan banyak keuntungan dari penerbitan ini, terutama menjadi salah satu penerbit yang dikenal masyarakat lebih luas. Setelah penerbitan AMT, Jazera sub bagian dari Yayasan Al-Aqwam, terus menerbitkan buku-buku para Mujahidin Timur Tengah dengan mengandalkan terjemahan. Menurut mereka penulis Indonesia sangat terbatas jumlahnya, sementara permintaan pasar cukup tinggi.[11] Sejak 2004, banyak muncul penerbitan yang dikelola secara mandiri dengan manajemen kecil-menengah. Mereka tidak akan bersaing dengan penerbit besar seperti Gramedia dan Mizan. Mereka mengandalkan kelompok pembaca tertentu baik melalui pengajian (majelis taklim), bedah buku-buku Islam dan agen-agen lepas yang membeli langsung dari penerbit dan menjual ke pasaran.
Imam Samudra menyatakan bahwa sejak diberlakukannya Jihad sebagai fardlu ain pada masa Rasulullah, maka seluruh umat Muslim masuk dalam Ahluts-Tsughur. Selanjutnya, Samudra memberi contoh nama-nama Ulama Ahluts-Tsughur yang “tidak ada seorangpun dari [mereka] yang tidak pernah mengangkat senjata dan berjihad melawan kaum kafir”.[12] Mereka adalah seluruh Imam Madzhab, Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, kemudian pada abad berikutnya Shalahuddin Al Ayyubi, Umar Mukhtar, disusul generasi abad 20, Syaikh Dr. Abdullah Azzam (w. 1987 di Pakistan), Syaikh Aiman al-Zawahiri, Syaikh Sulaiman Abu Ghaits, Syaikh Mullah Omar, Syaikh Usamah Bin Laden, juga di Pakistan ada Syaikh Mir Hamzah dan Maulana Mansoor.[13]
Buku pertama yang menyentuh hati Imam Samudra adalah karya Dr. Abdullah Azzam, Ayatur Rahman fi Jihadi Afghanistan (Tanda-tanda Kekuasaan Allah dalam Jihad di Afghanistan). Samudra menyatakan:
Mereka yang sempat membaca buku ini, Insya Allah akan tergerak hatinya untuk berjihad mengangkat senjata ke Afghanistan… Lebih dari sekali buku itu kubaca, dan selesai membacanya selalu Aku berdo’a semoga Allah menyampaikanku ke Afghanistan, negeri para syuhada, negeri para penghuni syurga.[14]
Ketika itu umur Imam Samudra 16 tahun, masih siswa kelas 3 SMP Negeri 4 Serang, Banten. Selanjutnya Samudra menyatakan, “Sejak mengenal ‘buku ajaib’ itu, aku tak pernah berhenti berdo’a agar Allah menggabungkanku dengan para mujahidin dan menjadikanku salah satu syuhada”[15] Imam Samudra adalah salah satu siswa brilian. Sejak SD hingga SMP hampir selalu mendapat juara di setiap kelasnya. Bahkan ditingkat Kabupaten Serang, Samudra kecil salah satu terbaik dalam beberapa lomba. Pada saat lulus SD, hasil evaluasi belajar akhir nomor dua terbaik se-Kabupaten.
Imam Samudra juga mendapat inspirasi dari seorang Jihadis dari Timur Tengah, Syaikh Abu Ibrahim al-Mishri[16] tentang tujuan Jihad, yaitu:
(1) menghancurkan penghalang-penghalang yang menyekat tersebarnya dien (agama) ini ke seluruh penjuru dunia…(2) menolak kezaliman dan mengukuhkan yang haq sekaligus mencegah kaum Muslimin dari kerusakan dan kehancuran (akibat kezhaliman kaum kafir)… (3) menjaga eksistensi dan kemuliaan kaum Muslimin, serta menolong mustadh’afin (orang-orang yang tertindas)… (4) menghinakan musuh-musuh Allah, menggentarkan mereka, dan mencegah keganasan mereka, (5) untuk menyaring-bersihkan orang-orang beriman, membinasakan orang-orang kafir, dan memilih para syuhada’… (6) untuk mengukuhkan kekuasaan di muka bumi demi tegaknya syari’at yang adil dan terlaksananya keperluan hidup dibawah naungan aturan Allah… (7) untuk memperoleh karunia lain yang diperlukan oleh manusia yang dijanjikan Allah … (8) demi memperoleh ridla Alllah Ta’ala.[17]
Imam Samudra banyak mengutip pandangan Aiman al-Zawahiri, dan menyatakan kagum atas intelektualisme dan pengalaman jihad al-Zawahiri.
Aiman al-Zawahiri lahir pada 19 Juni 1951 di Maadi, Mesir. Nama sejak lahir: Aiman Muhammad Rabayah al-Zawahiri. Al-Zawahiri memiliki beberapa nama: Abu Muhammad, Abu Fatima, Muhammad Ibrahim, abu Abdallah, Abu al-Mu’iz, Dokter, Dosen, Nur, Ustaz, Abu Muhammad Nur al-Din, abdul Muaz (Abdul Moez).[18]
Al-Zawahiri berasal dari keluarga kaya, seorang dokter dan ilmuwan. Alumni Universitas Kairo pada 1974 dan mendapatkan gelar master Kedokteran specialis bedah pada 1978. Al-Zawahiri menguasai Bahasa Arab, Inggris dan Perancis. Setahun setelah resmi menjadi ahli bedah, al-Zawahiri memilih bergabung dengan Mujahidin di Afghanistan melawan Uni Sofyet. Di Afghanistan pula, al-Zawahiri bertemu Osama bin Laden, pemimpin al-Qaidah. Pada 1998, al Zawahiri secara resmi menggabungkan kelompok Jihad Islam Mesir kedalam AlQaidah, dengan melakukan pernyataan bersama. Pada 2001, al-Zawahiri menerbitkan buku Knights Under the Prophet’s Banner.[19] Al-Zawahiri sering disebut sebagai “the real brains” atau otak gerakan Al-Qaidah.
Ali Ghufran (Mukhlas) dalam risalah “Maktabah Kitab” memberikan komentarnya setelah membaca tuntas kitab karya Syaikh Ayman, al-Tabriah. Menurut beliau, inti kandungan kitab karya Dr. Fadl yang ditulisnya dalam penjara Mesir itu adalah:
1. Memperbaharui dan memperhebat kritikannya terhadap operasi-operasi jihad yang pernah ditulis dalam kitab Al Jamie, dan kali ini sasaran utamanya adalah Al Qaidah sebagai tandzim atau jama’ah jihad, sedang secara induvidu adalah Syaikh Ayman dan Syaikh Usamah bin Ladin. (Al-Tabriah, Muqaddimah, halaman 3).
2. Berusaha menghentikan operasi-operasi jihad dengan alasan kaum Muslimin (mujahidin) lemah dan tidak berdaya dan dengan alasan tidak terpenuhinya penopang-penopang jihad.
3. Menunjukkan kepada ummat keraguannya terhadap pendapat-pendapatnya dan fatwa-fatwanya yang ditulis selama ini di dalam kitab-kitabnya, dan sepertinya memberi isyarat agar tidak diikuti, khususnya dalam masalah yang berhubungan dengan jihad dan operasi jihad yang tidak sejalan dengan “Watsiqah Tarsyid”. (Menggugat Al Qaidah).[20]
Beberapa Ulama yang menurut Ali Ghufran layak untuk diikuti, yaitu: (1). Al-Imam Al-Bukhari (w. 256 H.); (2). Al-Imam abul Fida’ al-Hafidz Ibn Katsir (w. 774); (3). Al-Imam Yahya bin syaraf bin Hasan bin Husain bin Jam’ah bin Hazzam, Muhyidin abu Zakaria an-nawawi (631-676 H); (4). Al-Imam Abdul wahid bin Adam al-Thawawisi; (5). Al-Imam Abu Zakaria Ahmad bin Ibrahim Muhammad (w 814 H.), (6). Syaikh Abdullah Azzam; (7). al-Ustadz Muhammad Najib Al-Muthii.[21]
Dr. Abdullah Azzam adalah mentor (dosen pembimbing) Usamah Bin Laden ketika masih kuliah di Saudi Arabia. Adalah Dr. Azzam yang memberi inspirasi Usamah Bin Laden dan para pelajar Arab untuk berjihad ke Afghanistan. Selain Dr. Azzam, sebelumnya ada Sayyid Qutb dan Abd. al-Salam Faraj. Qutb, Faraj dan Azzam adalah ilmuwan dan penulis radikal sunni yang telah menginspirasi kaum muda Muslim di Timur Tengah dan wilayah lain untuk berjihad. Buku Faraj, Al-Faridhah al-Ghaibah (Tugas yang Terlupakan) menginspirasi aktivis Muslim tahun 1980an untuk bergabung dengan kelompok jihad. Menurut Faraj: “Jihad tidak hanya komitmen pribadi tetapi juga [bersungguh-sungguh] melawan musuh-musuh Islam…siapa yang berpartisipasi dalam jihad yang benar maka akan mendapatkan imbalan pada level tertinggi di Syurga. Jihad harus terus ditegakkan hingga Islam bias menguasai seluruh dunia”.[22]
Selain para ulama dan tokoh Mujahidin yang menginspirasi Imam Samudra, Ali Ghufran dan Amrozi, mreka juga mendapat asupan tenaga dari mimpi-mimpi. Ali Ghufran dan Amrozi menulis secara rinci mimpi-mimpi mereka yang terkait dengan Jihad, dan pengalaman mereka ketika dipenjara pasca Bom Bali. Juga mimpi dan ucapan Imam Samudra, yang menjadi kenyataan. Abu Jibril menggambarkan bagaimana mimpi Samudra, Ghufron dan Amrozi. Menurut Jibril:
Mereka telah bertemu dengan Rasulullah dalam mimpi yang sangat indah, memperoleh tarbiyah asykari, dan juga mendapatkan tausiyah Baginda [Nabi]. Keberanian, kehebatan dan ketabahan yang dimiliki sulit dicari tandingannya …Ditambah lagi dengan cerita akhi Mukhlas dan Amrozi yang menceritakan pertemuannya dengan bidadari yang cantik bermata jeli dalam mimpinya.[23]
Pemikiran Jihadis menjadi propaganda utama untuk meligitmasi aksi Jihad dan terror. Aksi Al-Qaidah dan IS didukung legitimasi ulama dalam serial pemboman dibanyak negara. Sementara tulisan Jihadis Indonesia juga menjadi instrument penting dalam perkembangan aksi terorisme di Indonesia dan Asia Tenggara. Pemikiran Abu Bakar Ba’asyir, Aman Abdurrahman dan pelaku pengeboman di Bali dan Kedutaan Australia bisa diakses oleh jihadis jaringan melayu. Karena itu, ulama jihadis Indonesia bisa memengaruhi perkembangan dakwah yang berbasis salafi-jihadi di Asia Tenggara.
Ba’asyir, Aman dan ISIS di Indonesia
Aman Abdurrahman menulis artikel dan buku yang dijual online melalui blog pribadi: millahibrahim.blogspot.com yang pada saat menyelesaikan tulisan ini September 2015 blog ini tidak bisa diakses. Tetapi Aman menikmati kebebasan selama bertahun-tahun dalam menyampaikan tulisannya melalui blog tersebut. Aman menginspirasi penulis-penulis ISIS lainnya. Diantaranya Bahrun Naim yang memberi manual aksi terorisme melalui web yang dikendalikan dari luar negeri. Pasca serangan Thamrin pada Januari 2016, Bahrun Naim memberi komentar “Selamat” bagi para pelaku penyerangan. Bahrun Naim telah menulis peringatan beberapa bulan sebelum serangan Thamrin bahwa akan akan operasi “Konser Jakarta” yang mendapat inspirasi “Konser Paris.”
Muhammad Bahrunnaim Anggin alias Na’im lahir di Pekalongan, pada 6 September 1983. Naim bergabung dengan JAT pada September 2008. Pertama, Naim masuk dalam sel Abdullah Sonata, kemudian mengikuti Pelatihan Militer di Jalin Janto, Aceh pada 2010. Na’im di penjara di Surakarta pada 9 November 2010 dengan tuduhan menyimpan senjata dan amunisi. Na’im dipenjara 2 tahun, 6 bulan, dan pada 2012 berakhir masa tahanannya. Dua tahun kemudian, Na’im bergabung dengan ISIS dan berangkat ke Suriah. Secara rutin Na’im menulis pengalaman Jihad di blog pribadinya: www.bahrunnaim.com; www.bahrunnaim.site
Ba’asyir dan Aman merupakan icon penting dalam perkembangan ISIS di Indonesia. Banyak pelajar dan pemuda yang berbai’at kepada Al Baghdadi karena pengaruh Ba’asyir dan Aman. Ba’asyir dan Aman memengaruhi jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang menjadi organisasi lokal Indonesia yang terkait dengan ISIS di Suriah. Dalam jaringan ini Bahrumsyah, Bahrun Naim dan Salim Mubarak Attamimi memiliki peran penting menjaga soliditas jihadis Indonesia dan Asia Tenggara dalam jaringan Katibah Nusantara di Suriah.
Mujahidin Indonesia Timur yang dipimpin Santoso menjadi ajang penting bagi ISIS di Indonesia melawan polisi. Meninggalnya Santoso pada 19 Juli 2016 dan tertangkapnya Basri pada 14 September 2016 semakin memperlemah mental ISIS di Indonesia Timur.
Kesimpulan
Pemikiran jihad Abu Bakar Ba’asyir dan Aman Abdurrahman serta penulis jihadis lain di Indonesia sangat memengaruhi dinamika radikalisasi. Buku, artikel, pledoi, pidato dan khutbah yang mereka tulis tidak hanya dicopi melalui sosial media tetapi juga dibukukan secara professional melalui penerbitan yang dikelola oleh kelompok jihadis. Blogging, media online dan media sosial yang memuat tulisan jihadis Indonesia menginspirasi pergerakan jihad di Indonesia dan Asia Tenggara.
Tantangan bagi pemerintah dan masyarakat sipil adalah semakin berat kebijakan kontra terorisme yang selama ini masih didominasi oleh negara. Masyarakat sipil, khususnya Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah masih menjadi silent majority yang membutuhkan kerjasama komprehensif bersama pemerintah di Indonesia dan negara serta masyarakat sipil di Asia Tenggara. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mestinya menjalankan fungsi koordinatif, dan tidak menjalankan program sendiri. Keterbatasan resouce BNPT dalam kontra terorisme terutama dalam mengimbangi progresivitas karya tulis jihadis perlu merangkul lebih luas ulama, sarjana dan masyarakat sipil. Demikian juga pada level regional, pada ASEAN Summit 6-8 September 2016 di Laos semua kepala negara sepakat bahwa terorisme menjadi ancaman bersama. Semakin banyaknya self-radicalisation dan lone wolf banyak dipengaruhi media online dan tulisan jihadis. Aksi pemboman Gereja di Medan pada 28 Agustus 2016 juga salah satu lone wolf yang terinspirasi oleh karya tulis jihadis.
_____________________________________________________
[1]. Dipresentasikan dalam Diskusi Bulanan Kitab Jihad VI “Tadzkirah & Dakwah dan Jihad” Karya-karya Abu Bakar Ba’asyir dan “Seri Materi Tauhid; for the Greatest Happiness,” Karya Aman Abdurrahman, kerjasama Rumah Kitab dan Pusat Studi Timur Tengah dan Perdamaian Global (Centre for the Middle East and Global Peace Studies) FISIP UIN Jakarta, di Aula Lt 1 FISIP UIN Jakarta, Jakarta, 15 September 2016.
[2]. Ketua Jurusan Hubungan Internasional dan Direktur Eksekutif Center for the Middle East and Global Peace Studies, FISIP UIN Jakarta. Email: badrus.sholeh@gmail.com
[3]. “Kata Pengantar dari Ustadz Abu Bakar Ba’asyir,” dalam Abu Sulaiman Aman Abdurrahman, Mutiara dari Balik Penjara Penyejuk Orang yang Beriman, Banten: P-TA Press, 2013.
[4]. Abu Bakar Ba’asyir, “Renungan dari Penjara,” dalam Irfan Suryahadi Awwas (ed.), Dakwah dan Jihad Abu Bakar Ba’asyir, Jogjakarta: Wihdah Press, 2003, hal. 5.
[5]. Abu Sulaiman Aman Abdurrahman, Seri Materi Tauhid for the Greatest Happiness, Rilisan ke II 1 Ramadhan 1436 H/ 18 Juni 2015, millahibrahim.wordpress.com, hal. 161.
[6]. M. Fachry, wawancara di Jakarta, 10 November 2010
[7]. M. Fachry, wawancara di Jakarta, 10 November 2010.
[8]. Catatan kunjungan penulis di Nusa Kambangan pada Agustus 2013.
[9]. Bambang, wawancara di penjara Porong, 3 September 2016.
[10]. Bambang Sukirno, “Pengantar Editor”, dalam Imam Samudra, Aku Melawan Teroris, Solo: Jazera, 2004, hal. 10.
[11]. Wawancara dengan staf penerbitan Al Aqwam 2008 dan 2009.
[12]. Imam Samudra, Aku Melawan Teroris, hal. 69.
[13]. Ibid.,hal. 69-70.
[14]. Ibid., hal. 41.
[15]. Ibid.,hal. 42.
[16]. Imam Samudra mengutip buku (Aiman Al-Zawahiri?), Al-Jihad Adaabun wa Ahkam, hal. 4.
[17]. Imam Samudra, Jika Masih ada yang Mempertanyakan Jihadku [sebuah catatan terakhir dari Nusakambangan], T.t: Kafilah Syuhada’ Media Centre, 2009, hal. 87-93.
[18]. ‘Ayman al-Zawahiri”, http://www.answer.com/topic/ayman-al-zawahiri, diakses 9 November 2010.
[19]. ‘Aiman al-Zawahiri Biography’, http://www.biography.com/articles/Ayman-al-Zawahiri-241182, diakses 9 November 2010.
[20]. Prince of Jihad, “Kritik Buku Menggugat AlQaidah : Merasionalisasi Jihad Dunia Dari Penjara Mesir”, http://arrahmah.com/index.php/blog/read/4713/kritik-buku-menggugat-al-qaidah-merasionalisasi-jihad-dunia#ixzz14kOi4J9k, diakses 9 November 2010.
[21]. Ali Ghufran (Mukhlas), Mimpi Suci diBalik Jeruji Besi Hikmah Mimpi yang Benar dan Baik, Jakarta: Ar-Rahmah Media, 2009, hal. 74-79.
[22]. Farhana Ali dan Jerrold Post, “The History and Evolution of Martyrdom in the Service of Defensive Jihad: An Analysis of Suicide Bombers in Current Conflicts”, Social Research, 1 Juni 2008, hal. 9.
[23]. Abu Muhammad Jibriel, “Kata Pengantar”, dalam Amrozi bin Nurhasyim, Senyum Terakhir Sang Mujahid Catatan Kehidupan Seorang Amrozi, Jakarta: Ar-Rahmah Media, 2009, hal. 14.
IRCP itu lembaga apa ya? Mas Ulil disitu tertulis peneliti senior di IRCP.
Indonesian Conference on Religion and Peace.
http://icrp-online.com/