Pos

“GERAKAN BERSAMA JO KAWIN BOCAH” Upaya Pencegahan Perkawinan Usia Anak

Oleh Achmat Hilmi

Rabu, 18 November 2020

DP3AKB Provinsi Jawa Tengah, Yayasan Setara, dan UNICEF Indonesia

 

Rumah KitaB diundang sebagai salah satu narasumber dalam kegiatan “Gerakan Bersama Jo Kawin Bocah: Upaya Pencegahan Perkawinan Usia Anak”, yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (melalui DP3AKB) dan Yayasan Setara atas dukungan Unicef Indonesia. Kegiatan ini diselenggarakan secara dari melalui Zoom Meeting dan Aplikasi Youtube, pada hari Rabu 18 November 2020, dimulai pukul 12.30 WIB, dan berakhir pukul 16.00 WIB. Peserta aktif yang terlibat dalam kegiatan ini merupakan 25 orang jurnalis; merupakan anggota Jurnalis Sahabat Anak (JSA), dan jurnalis media massa lain, baik cetak, elektronik, online.

Narasumber yang berpartisipasi dalam kegiatan ini di antaranya Ibu Lies Marcoes, MA. (Rumah Kita Bersama), Derry Ulum (Unicef Indonesia), Dra. Rahesli Humsona, M.Si. (Dosen Sosiologi Universitas Negeri Sebelas Maret), Abdul Basitd (Pendamping Komunitas di Rembang), Abdurrahman, S.Ag. (Kepala Pengadilan Agama Purworedjo), dan Dwi Yunanto. kegiatan ini dimoderatori oleh ibu Retno Manuhoro.

Kegiatan tersebut dibuka oleh Ibu Dra. Retno Sudewi, APT., M.Si., M.M.,, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah. Dalam sambutannya Ibu Retno menyampaikan arahan Gubernur Provinsi Jawa Tengah terkait pentingnya peningkatan pemberdayaan perempuan melalui kewirausahaan, peningkatan peran orang tua dalam pengasuhan anak, penurunan angka kekerasan perempuan dan anak, penurunan pekerja anak, dan penurunan angka perkawinan anak. Ibu Retno juga menyampaikan data dan fakta terkait masih tingginya angka perkawinan usia anak di beberapa Kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Menurut Ibu Retno, di antara faktor yang melatarbelakangi praktik perkawinan anak di Jawa Tengah yaitu kemiskinan, budaya masyarakat, pendidikan, dan hamil di luar nikah (KTD). Berkenaan dengan itu Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berkomitmen penuh mensukseskan program “Gerakan Bersama Jo Kawin Bocah, sebagai upaya pencegahan perkawinan usia anak”.

Selanjutnya, Ibu Retno Manuhoro, memimpin sesi diskusi, dan mempersilahkan para narasumber mempresentasikan materinya masing-masing sebanyak 10 Menit. Narasumber pertama, Ibu Lies Marcoes, MA. (Rumah KitaB), menjelaskan beberapa hal; Pertama, terkait data dan fakta perkawinan anak di Indonesia dan Jawa Tengah. Kedua, Ibu Lies juga menjelaskan terkait pengalaman Rumah kitaB terkait penelitian tentang “Efektivitas Peraturan Desa Pencegahan Perkawinan Anak di Kabupaten Rembang tahun 2019, dan penelitian Rumah KitaB terkait faktor pendorong terjadinya perkawinan anak di tahun 2016. Ketiga, peluang dan tantangan pencegahan perkawinan anak di Provinsi Jawa Tengah. Menurut ibu Lies., di antara faktor pendorong terjadinya perkawinan anak yaitu perubahan ruang hidup, alih fungsi lahan menyebabkan terjadinya perkawinan anak. Kedua, perubahan tersebut mendorong perubahan relasi gender di komunitas, seiring dengan perubahan lahan, laki-laki tidak dipersiapkan mengambil alih tugas domestik, pada akhirnya anak perempuan harus menggantikan peran domestik yang ditinggal ibunya setelah pergi bekerja di luar kota. Faktor ketiga, peran kelembagaan formal dan non formal. Dan faktor keempat, peran pandangan keagamaan. Jadi menurut ibu lies, perkawinan anak merupakan problem struktural.

Narasumber kedua, Mas Derry Ulum, Unicef Indonesia, menjelaskan beberapa hal. Pertama, fakta populasi anak di Indonesia sebanyak 79,55 Juta jiwa, jumlah tersebut jauh lebih besar dari populasi penduduk di berbagai negara di dunia seperti Inggris dan Singapura, namun tingkat kemiskinan anak masih tinggi. Kedua, fakta perkawinan anak di Indonesia, satu dari sembilan perempuan menikah di usia anak, sementara laki-laki satu berbanding seratus. Ketiga, pentingnya upaya massif di tingkat akar rumput untuk menurunkan angka perkawinan anak. Keempat, perlunya strategi yang tepat dalam upaya pencegahan perkawinan anak.

Narasumber ketiga, Ibu Rahesli Humsona, M.Si, memaparkan hasil penelitian yang dilakukan oleh para mahasiswanya, dari riset itu dirinya bersama mahasiswa melakukan pengabdian kepada masyarakat di wilayah Kota Surakarta dengan melibatkan Forum Anak dalam kegiatan-kegiatan kampanye pencegahan perkawinan anak. Hasil temuan-temuan lapangan dari mahasiswa-mahasiswa UNS memperlihatkan beberapa hal; Pertama, terdapat peningkatan pemohon dispensasi usia kawin di kota Solo akibat “hamil di luar nikah”. Sementara pihak sekolah tidak pernah memperkenankan anak hamil untuk melanjutkan sekolah. Kedua, peningkatan kekerasan terhadap perempuan dan anak, Ketiga, pemaksaan perkawinan anak. Di antara faktor yang mendorong terjadinya kekerasan terhadap anak yaitu minimnya pengasuhan orang tua terhadap anak (terjadi di masyarakat kelas bawah), dan kesenjangan usia laki-laki dan perempuan yang timpang berpotensi terjadinya kekerasan. Ibu Rahesli juga menjelaskan faktor pendorong terjadinya kehamilan di luar nikah, salah satu penyebabnya adalah aktivitas sebagian remaja mengakses konten-konten pornografi, remaja yang sering mengakses konten tersebut semakin berani mengajak pacarnya melakukan hubungan seksual. Sebagian pacar perempuan menganggap bahwa perempuan adalah pelayan bagi pacarnya. Sementara di kalangan masyarakat kelas atas, kontrol orang tua terhadap anak sangat kuat, setelah pulang dari sekolah, anak-anak mereka mengikuti kegiatan-kegiatan ekstra-kurikuler seperti kursus-kursus. Sementara di kalangan bawah, orang tua yang gaptek teknologi, tidak memiliki kemampuan mengontrol anak.

Narasumber keempat, Bapak Abdul Basith, pendamping komunitas menjelaskan, beberapa wilayah dampingan Plan Indonesia telah berhasil mendorong lahirnya PERDES untuk pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Rembang. Namun upaya tersebut tidak cukup menghentikan maraknya perkawinan usia anak, sehingga kegiatan pendampingan masyarakat sangat penting dalam mendorong penghentian perkawinan usia anak. Basitd juga menjelaskan pengalamannya telah berhasil membangun kerjasama (MoU) dengan Pengadilan Agama Kabupaten Rembang sebagai upaya pencegahan perkawinan anak. Selain itu Basitd menceritakan beberapa praktik baik di lapangan dalam pencegahan kasus perkawinan anak.

Narasumber kelima, Abdurrahman, S.Ag, Kepala Pengadilan Agama membeberkan fakta peningkatan permohonan dispensasi perkawinan anak di Pengadilan Agama dari tahun 2018 hingga 2020. Pada tahun 2018, permohonan dispensasi sebanyak 79, lalu mengalami peningkatan di tahun 2019 sebanyak 137 permohonan, dan peningkatan drastis (di atas 100%) di tahun 2020 sebanyak 282 perkara, paska di berlakukannya UU perkawinan No. 16 Tahun 2019 dan PERMA No. 5 tahun 2020 di penghujung tahun 2019. Menurut Abdurrahman, penyebab utama peningkatan permohonan dispensasi usia kawin ialah pemberlakuan UU perkawinan yang baru direvisi dan diberlakukan di penghujung tahun 2019. Karena itu, menurut Abdurrahman, Pengadilan Agama tidak bisa bekerja sendiri dan menjadi pihak yang disalahkan, Pengadilan Agama sangat berkepentingan membangun relasi yang erat dengan berbagai komunitas di masyarakat, NGO, dan Pemerintah sebagai upaya pencegahan perkawinan anak.

Moderator membuka sesi diskusi hingga berakhirnya kegiatan di pukul 16.00 WIB. []