SIAPAKAH BURUH?

Oleh Jamaluddin Mohammad

Orang yang menjual tenaga kerjanya untuk orang lain. Mereka ada di mana-mana: di darat, di laut, dan di udara, di pabrik-pabrik, di perkantoran, di rumah-rumah, di pusat perbelanjaan, dll. Penampilannya pun bermacam-macam: ada yang kumal, kotor, dan bau. Juga ada yang rapih, wangi, dan bersih.

Mereka menjual tenaga kerjanya untuk siapa? Pemodal. Orang yang memiliki dan menguasai alat-alat dan sarana produksi. Pemodal membeli tenaga kerja buruh untuk menghasilkan sesuatu yang dikehendaki majikan (pemodal). Sementara buruh bekerja agar ia mendapat upah dari pekerjaannya itu.

Seorang buruh pabrik sepatu, misalnya, bekerja membuat sepatu bukan untuk sepatu itu sendiri, karena sepatu itu tetap milik majikan. Majikan hanya membeli tenaga buruh yang digunakan untuk membuat sepatu itu. Begitu juga buruh tani, ia menanam padi bukan untuk mencukupi kebutuhan diri sendiri melainkan untuk pemilik tanah.

Di sinilah, kata al-Syaikh al-Kabir Karl Marx, awal keterasingan manusia dalam pekerjaannya. Harusnya ia bekerja menghasilkan sesuatu untuk diri sendiri, malah untuk orang lain yang tidak bekerja sama sekali. (mungkin sang majikan lagi liburan atau lagi santai-santai bersama istri dan anak-anaknya).

Bahkan, lebih menyedihkan lagi, barang yang dibuat oleh buruh itu belum tentu bisa dibeli dan dimiliki. Seorang buruh pabrik sepatu “A” atau handphone “S” belum tentu bisa memiliki barang hasil rakitannya itu. Ia pun tak tahu barang yang dibuat dalam satu hari itu ketika dijual dipasaran harganya bisa melampaui gajinya sebulan.

Bekerja (kasb)

Mengapa manusia harus bekerja. Kerja adalah fitrah manusia. Untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia (dharuriyat), seperti makan dan minum, manusia harus bekerja. Dengan begitu, bekerja adalah eksistensi manusia itu sendiri. Manusia akan menemukan kesejatiannya sebagai manusia dalam pekerjaannya.

Nah, persoalan kemudian, dalam sistem ekonomi kapitalistik, “kerja” tidak lagi manusiawi, perwujudan eksistensi manusia. Kerja dijadikan sarana eksploitasi satu kelompok (majikan) kepada kelompok lain (buruh). Buruh dipaksa bekerja untuk sesuatu bukan miliknya, dengan gaji yang hanya mencukupi kehidupan sehari-hari keluarga, sementara sang majikan yang hanya berpangku tangan (investor) bisa mendapat keuntungan berlipat-lipat.

Seorang buruh pabrik sepatu “A”, misalnya, dengan gaji UMR (contoh 3 juta). Dalam sehari ia bisa memproduksi 5 sampai 10 sepatu. Harga sepatu yang ia buat dijual dipasaran dikisaran Rp. 500.000 s/d Rp. 3000.000. Berapa keuntungan majikan? Bisa dihitung sendiri.

Padahal, kata Kanjeng Nabi Muhammad SAW, pekerjaan yang baik adalah pekerjaan sendiri. Nabi SAW pernah ditanya, “Pekerjaan apa yang paling baik?” Pekerjaaan hasil tangan sendiri.

Lantas, bagaimana agar buruh memperolah kemanusiaannya? Di sinilah negara harus hadir. Hadir membela dan memperjuangkan hak-hak buruh bukan hak-hak majikan.

Ini tugas, ujian, sekaligus buktikan komitmen Cak Imin sebelum jadi Cawapres: tegur dan nasihati Hanif Dhakiri selaku menteri tenagakerja. Pak Hanif kita sama-sama di Lakpesdam jgn marah ya

Selamat Hari Buruh! Panjang Umur Perlawanan dan Perjuangan! Allahu Akbar!

*keterangan photo: potret seorang buruh

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.